Jakarta, CNN Indonesia --
Pakar keamanan siber dari CISSRec, Pratama Persadha membeberkan tips mencegah aset kripto yang kerap dibobol peretas, di antaranya dengan menyimpannya di cold wallet.
Salah satu cara itu dinilai Pratama yang aman untuk mencegah peretasan yang berpotensi hilangnya mata uang kripto.
"Salah satu cara agar aset kripto aman adalah dengan menyimpannya di cold wallet atau dompet dingin yang tidak terhubung ke Internet dan biasanya disimpan sebagai perangkat keras terpisah," ujar Pratama kepada CNNIndonesia.com lewat pesan teks, Selasa (24/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pratama menjelaskan dengan cold wallet, pengguna mata uang kripto dapat mencetaknya lalu menyimpan kunci pribadi itu ke alamat dompet tertentu dalam bentuk kode QR.
"Kunci itu tetap sepenuhnya dimatikan dari semua koneksi jaringan yang ada dan oleh karena itu hampir dimungkinkan tidak dapat dicuri," ujarnya.
Ia memberikan tips itu lantaran mata uang kripto tidak sepenuhnya tak bisa diretas. Pratama menilai uang yang disimpan di dompet digital merupakan target yang lebih mudah dibobol daripada teknologi blockchain.
"Seperti contohnya phising pada web dompet kripto, kloning kartu SIM untuk mengambil kode OTP, ataupun serangan ransomware," tuturnya.
Seiring dengan tingginya nilai jual mata uang kripto, ia meyakini bahwa mata uang digital itu menjadi incaran hacker. Terlebih jika peretas menemukan celah keamanan yang muncul di mata uang kripto maupun pada platform dompet digital khusus kripto.
"Pastinya menjadi incaran hacker, apalagi jika ditemukannya lubang keamanan baru yang muncul di mata uang kripto ataupun pada platform dompet digital kripto," tuturnya.
Meskipun industri cryptocurrency selalu memperkuat pertahanan keamanannya, ia mengatakan bahwa peretas terus berinovasi dan berada satu langkah didepan untuk membobol sistem keamanan.
Ia juga mengutip laporan Forbes yang menunjukkan bahwa pada 2019, total kerugian akibat praktik peretasan kripto mencapai US$4miliar atau senilai Rp57,6 triliun (kurs Rp14.400). Hal itu dinilai Pratama membuat aset kripto selalu menjadi incaran para hacker.
Pratama menyebut bahwa tidak ada sistem yang 100 persen aman untuk menyimpan mata uang kripto. Namun begitu ia menyarankan untuk disimpan secara online dengan memilih dompet kripto yang terpercara dan memiliki reputasi yang baik.
Sebelumnya sebuah platform pertukaran aset kripto asal Jepang, Liquid dikonfirmasi telah diretas oleh hacker pada Kamis (19/8). Platform itu diprediksi mengalami kerugian mencapai US$90 juta atau senilai Rp1,3 triliun (kurs Rp14.400).
Sejauh ini, Liquid Global menemukan 9 dompet digital yang digunakan peretas untuk mengirimkan dana curiannya. Para hacker tersebut diperkirakan mencuri aset kripto ternama seperti Bitcoin (BTC), Ethereum (ETH), Ripple (XRP), dan Tron (TRX).
Liquid Global mengklaim bahwa hacker menargetkan Multi-Party Computation (MPC) yang merupakan teknik kriptografi tercanggih untuk mengontrol pendanaan curian yang dikumpulkan. Konsekuensinya, dana curian tersebut bahkan tidak dapat dilihat oleh orang lain.
Liquid merupakan bursa kripto asal Jepang yang masuk dalam jajaran dua puluh besar bursa kripto di dunia. Platform itu berkedudukan di beberapa negara seperti Jepang, Singapura, Vietnam, dan Amerika Serikat.
Sebagai bursa kripto pertama yang diverifikasi Agen Pelayanan Finansial Jepang (JFSA), Liquid bertujuan mengombinasikan mitra lokal dengan berbagai ahli keuangan dan perbankan terbaik di kelasnya.
Pencurian aset kripto oleh peretas diketahui kerap terjadi beberapa kali. Poly Network dilaporkan kehilangan aset senilai US$600 juta atau senilai Rp8,6 triliun akibat peretasan.
[Gambas:Video CNN]