Menurut Oscar langkah itu kerap digunakan oleh para peretas menjadi semacam phising untuk menyedot aset kripto pengguna.
Di samping itu jika pengguna melakukan penyimpanan aset kripto secara online, dia menilai ada risiko yang lebih rentan terjadi peretasan oleh hacker. Namun, metode itu tentu jauh lebih gampang dan mudah dari sisi penggunaan.
"Maka dari itu, sebelum memutuskan untuk bertransaksi, pengguna juga harus mencari tahu lebih detail terhadap langkah langkah keamanan yang digunakan platform tersebut," ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut ia menjelaskan apabila aset kripto disimpan secara offline juga tetap ada risikonya, seperti kehilangan atau kerusakan perangkat.
"Jadi, baik itu penyimpanan offline ataupun online tetap memiliki risikonya masing masing dan dikembalikan lagi kepada keputusan pengguna mau memilih yang mana," tuturnya.
Dengan nilai jual yang semakin naik, Oscar menilai mata uang kripto semakin menjadi incaran peretas. Terlebih di masa pandemi Covid-19 banyak orang yang berinvestasi pada bidang ini.
Saat ini, kata Oscar, nilai jual kripto, termasuk salah satunya Bitcoin, sebagai aset kripto pada Senin (23/8) sudah menyentuh level US$50 ribu atau senilai Rp720 juta (kurs Rp14.407). Hal itu dinilai Oscar merupakan peningkatan yang sangat cepat, karena di dua pekan terakhir baru menyentuh level US$40 ribu atau sekitar Rp576 juta.
Indodax mencatat ada pertumbuhan pengguna yang cukup pesat. Kini, Oscar mengklaim sudah memiliki 4 juta pengguna yang terdaftar hingga hari ini.
"Maka dari itu sebagai seorang investor, kita perlu jauh lebih berhati hati agar tidak menjadi incaran para hacker," tutupnya.
(can/ayp)