Jakarta, CNN Indonesia --
Pengamat keamanan siber dari Vaksin.com, Alfons Tanujaya, membongkar sejumlah cara yang digunakan pinjaman online (pinjol) ilegal kucing-kucingan dengan bank hingga toko aplikasi Android, Google Play Store.
Menurutnya pihak bank yang memiliki layanan virtual account (VA) mesti lebih proaktif melakukan pembatasan penyalahgunaan layanan ini.
Pasalnya, fasilitas ini banyak dimanfaatkan oleh kriminal termasuk pinjol ilegal untuk monetisasi hasil kejahatannya. Mereka sengaja membuka VA dan mengirimkan hasil kejahatannya ke akun ini
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pihak pinjol ilegal menurut Alfons juga memanfaatkan VA untuk menerima pembayaran cicilan dari peminjam dengan tujuan mempersulit identifikasi dan menyamarkan identitasnya.
"Pihak bank penyedia VA dan penyedia layanan dompet digital jelas memiliki akses terhadap hal ini dan seharusnya bisa secara proaktif membatasi penyalahgunaan VA dan dompet digital sebagai sarana monetisasi kegiatan yang melanggar hukum," ujarnya seperti tertulis dalam keterangan tertulis (25/8).
Virtual Account adalah akun virtual yang dikeluarkan oleh bank dan memiliki keunikan dapat dipersonalisasi secara unik dan mandiri oleh pemilik rekening untuk menerima pembayaran dari berbagai pihak dan sangat memudahkan pembuat VA mengidentifikasi adanya transfer uang masuk.
VA bahkan dapat secara otomatis terkoneksi ke dompet digital tanpa perlu melalui proses membuka akun karena setiap dompet digital memiliki nomor yang unik sesuai nomor ponsel pada kartu SIM dan setiap kali mengaktifkan kartu SIM dan layanan dompet digital, maka VA untuk dompet digital tersebut akan otomatis aktif dan dapat menerima transfer dana.
Selain itu, Alfons mengapresiasi langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengawasi dan memberikan rambu-rambu terhadap pinjol.
"Namun OJK hanya bisa mengawasi Pinjol yang terdaftar pada OJK dan tidak memiliki kontrol pada aksi Pinjol yang tidak terdaftar atau Pinjol Ilegal. Sedangkan pinjol illegal aksinya kian meresahkan."
Ia pun memberi tanggapan positif atas kerja Satgas Waspada Investasi (SWI). Sebab, ketanggapan kerja SWI dinilai bisa mempersulit aplikasi pinjol ilegal masuk ke toko aplikasi Android, Google Play Store.
"Kita patut mengacungkan jempol kepada SWI dimana mereka berhasil menerapkan metode Whitelist dimana semua aplikasi finansial yang ingin di daftarkan ke Playstore harus mendapatkan persetujuan tertulis dari OJK sebelum diperbolehkan muncul di PlayStore. Hal ini akan sangat efektif menekan aksi kucing-kucingan aplikasi pinjol ilegal ini," tuturnya.
Sebelumnya, SWI dan Play Store hanya membatasi aplikasi finansial yang boleh dimasukkan ke toko aplikasi besutan Android itu menggunakan metode blacklist yang bersifat reaktif.
Metode blacklist maksudnya adalah melakukan pemblokiran berdasarkan laporan aplikasi mana saja yang terlarang alias masuk daftar hitam. Sehingga, ketika Play Store menutup satu aplikasi pinjol ilegal, pelaku kembali muncul dengan nama berbeda.
"Selama ini setiap kali aplikasi pinjol ilegal yang meresahkan dilaporkan dan ditutup di Play Store, dalam waktu singkat pembuat aplikasi ini akan mengganti identitasnya dan kembali mendaftarkan aplikasinya dan menjalankan aksinya kembali sampai kembali di laporkan dan ditutup."
[Gambas:Photo CNN]
Menurut Alfons hal ini bisa terjadi karena metode yang digunakan oleh toko aplikasi itu dan SWI adalah metode Blacklist yang sifatnya reaktif.
Sebelumnya, Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Hasanuddin AF mengusulkan agar praktik pinjol dilarang. Pasalnya, ia menilai pinjol cenderung merugikan peminjam alias lebih banyak mudarat dari manfaat.
Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara mengamini pernyataan MUI yang melarang pinjol ilegal. Ia menilai pinjol ilegal telah menjadi parasit ekonomi dan membahayakan masyarakat menengah dan rentan miskin.
Pelaku pinjol ilegal biasanya menawarkan pinjaman dengan persyaratan mudah, tanpa harus tatap muka. Namun, syarat yang diajukan adalah korban atau nasabah harus mengikuti kebijakan dan ketentuan dalam aplikasi pinjaman online. Salah satunya yakni data kontak milik nasabah boleh dibuka oleh pemberi pinjaman.
Tak hanya itu, disampaikan Listyo, pelaku juga terkadang tak menghapus data peminjam yang telah membayar pinjamannya.
Pelaku, justru menggunakan data KTP milik peminjam atau nasabah untuk mengajukan pinjaman online di aplikasi lain.