Kondisi keamanan siber Indonesia yang lemah bukan hanya tergambar dari rentetan kasus kebocoran data penduduk yang terjadi berulang kali dalam beberapa waktu terakhir.
Menurut laman National Cyber Security Index (NCSI) yang dikutip pada Minggu (5/9), Indonesia berada pada peringkat 77 dari 160 negara di dunia soal keamanan siber nasional.
Indonesia tercatat memiliki skor 38,96. Angka itu jauh di bawah sejumlah negara tetangga Asia Tenggara lainnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Singapura tercatat berada di posisi ke-16 dengan skor indeks sebesar 80,52 dan menjadi negara Asia Tenggara paling aman soal keamanan siber, bahkan lebih unggul dari Amerika Serikat yang ada di posisi 17.
Kemudian, Malaysia berada di posisi ke-22 dengan skor keamanan siber 72,73. Thailand di posisi 32 dengan skor 63,64 dan Thailand di peringkat 71 dengan perolehan skor indeks keamanan 42,86.
Meski begitu ada beberapa negara Asia tenggara lainnya yang berada di bawah peringkat keamanan siber Indonesia. Seperti Vietnam pada peringkat 80 dunia, Brunei Darussalam peringkat 84, dan Myanmar peringkat 139.
Sementara itu, lima peringkat teratas soal keamanan siber di dunia dipegang oleh negara-negara Eropa. Yunani menjadi negara paling aman soal keamanan siber dengan peringkat satu dan skor 96,10.
Mengikuti di belakang Yunani, Republik Ceko di peringkat dua dengan skor 92,21, Estonia pada peringkat tiga dengan skor 90,91, Portugal di posisi keempat dengan skor 89,61, dan Republik Lithuania dengan skor 88,31.
Dengan demikian, beberapa negara Eropa dinilai peduli dalam perlindungan data pengguna, terlebih yang tersimpan di sistem komputasi, dengan keamanan siber dinilai NCSI tinggi.
NCSI sendiri menyusun indeks ini berdasarkan lima tahapan: identifikasi ancaman siber level nasional, identifikasi kapasitas dan ukuran keamanan siber, pemilihan aspek penting dan terukur, pengembangan indikator keamanan siber, dan pengelompokan indikator keamanan siber.
Sementara itu, NCSI juga memperhatikan sejumlah hal lain dalam menyusun indeks ini, seperti penolakan layanan elektronik hingga tidak dapat diakses, pelanggaran integritas data hingga modifikasi yang tidak sah, dan pelanggaran kerahasiaan data hingga kerahasiaan yang terungkap.
Sejumlah insiden kebocoran data di Indonesia telah terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Pada awal 2020 lalu, sebanyak 91 juta data pengguna di marketplace Tokopedia bocor dan dijual.
Tak lama setelah bocornya data di Tokopedia, data 2,3 juta warga pemilih Indonesia bocor di forum hacker. Penjual mengaku memperoleh data itu secara resmi dari Komisi Pemilihan Umum(KPU) dalam bentuk PDF.
Usai berganti tahun, pada Mei 2021, kebocoran tidak berhenti di data KPU. Kini data pengguna BPJS kesehatan dibobol dan dijual di forum hacker. Diketahui jumlah data yang bocor dan dijual itu sebanyak 279 juta pengguna.
Beberapa bulan kemudian, data dari aplikasi Indonesia Health Alert Card atau eHAC yang digagas Kementerian Kesehatan untuk deteksi pelancong bocor sejak 15 Juli lalu.
Menurut vpnMentor yang menemukan adanya kebocoran data di eHAC mengatakan bahwa jumlah data yang bocor mencapai 1,4 juta orang, dan yang sudah terbuka mencapai 1,3 juta orang.
Tak hanya terjadi pada masyarakat saja, kebocoran data juga menimpa Presiden Joko Widodo. Sertifikat vaksin kedua milik RI-1 itu bocor di jagat maya Pada Jumat (3/9) pagi.
Berdasarkan tangkapan layar yang dibagikan warganet, sertifikat itu memiliki data-data esensial seperti nama lengkap Jokowi, NIK, barcode, keterangan vaksin dan tanggal lahir.
(can/end)