Dwikorita mengatakan skenario itu berarti bencana tersebut masih bersifat potensi yang bisa terjadi atau tidak. Meski begitu, masyarakat dan pemerintah daerah harus sudah siap dengan skenario terburuk itu.
Menurut Dwikorita apabila masyarakat dan pemerintah daerah siap, maka jumlah korban jiwa maupun kerugian materi akibat bencana gempa dan tsunami dapat ditekan. Dengan skenario terburuk itu, kata Dwikorita, pemerintah daerah bersama-sama masyarakat bisa lebih maksimal mempersiapkan upaya mitigasi yang lebih komprehensif.
"Jika masyarakat terlatih maka tidak ada istilah gugup dan gagap saat bencana terjadi. Begitu gempa terjadi, baik masyarakat maupun pemerintah sudah tahu apa-apa saja yang harus dilakukan dalam waktu yang sangat terbatas tersebut," kata Dwikorita.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dwikorita menegaskan hingga saat ini tidak ada teknologi atau satu pun negara di dunia yang bisa memprediksi kapan terjadinya gempa dan tsunami secara tepat dan akurat, lengkap dengan perkiraan tanggal, jam, lokasi dan magnitudo gempa.
Menurutnya semua kemungkinan masih sebatas kajian yang didasari salah satunya lewat sejarah gempa di wilayah tersebut.
Di samping itu, BMKG menyarankan kepada pemerintah daerah untuk menyiapkan dan menambah jalur-jalur evakuasi yang dilengkapi rambu-rambu di zona merah menuju zona hijau.
Menurut BMKG mengingat luasnya zona bahaya (zona merah) dan padatnya pemukiman penduduk, maka pemerintah daerah harus lebih cermat dan tepat dalam memperhitungkan jumlah dan lokasi jalur evakuasi yang diperlukan.
BMKG menjelaskan yang menjadi pertimbangan dalam mitigasi adalah jarak lokasi tempat evakuasi, waktu datangnya gelombang tsunami, kelayakan jalur, serta menyiapkan mekanisme dan sarana prasarana evakuasi secara tepat.
Dwikorita menyarankan kepada pemerintah daerah untuk mempersiapkan secara khusus sarana serta prasarana evakuasi bagi kelompok lanjut usia (lansia) dan difabel.
Di samping itu dia mengatakan masyarakat juga harus terus diberi pemahaman mengenai potensi bencana dan cara menghadapinya.
"Saya rasa perlu juga disiapkan semacam Tempat Evakuasi Sementara (TES) ataupun Tempat Evakuasi Akhir (TEA) sebagai tempat penampungan khusus bagi warga yang mengungsi dengan ketersediaan stok/cadangan logistik yang memadai," ucap Dwikorita.
(can/ayp)