Pusat Riset Sains Antariksa (Pussainsa-LAPAN) mencatat ada empat fenomena langit akan terjadi selama pekan ini mulai 4-9 Oktober 2021. Deretan fenomena langit ini bisa dilihat dari Indonesia.
Dikutip dari akun Instagram LAPAN, ada 4 fenomena langit, berikut daftarnya:
Fase Bulan baru atau disebut juga konjungsi solar Bulan adalah konfigurasi ketika Bulan terletak di antara Matahari dan Bumi dan segaris dengan Matahari dan Bumi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fase Bulan Baru kali ini akan terjadi pada 6 Oktober tepatnya pukul 18.05 WIB/19.05 WITA/20.05 WIT, dan hanya bisa disaksikan ketika fajar dengan alat bantu.
Peneliti Pussainsa-LAPAN, Andi Pangerang, mengatakan bahwa mengingat orbit Bulan yang membentuk sudut 15 derajat terhadap ekliptika, bayangan bulan tidak selalu jatuh di permukaan Bumi ketika fase Bulan baru, sehingga setiap fase Bulan baru tidak selalu beriringan dengan gerhana matahari.
Andi menjelaskan bahwa Konjungsi mars merupakan konfigurasi ketika Mars, Matahari dan Bumi berada pada satu garis lurus dan Mars terletak sejajar dengan Matahari.
Puncak konjungsi Mars pada Oktober ini akan terjadi pada 8 Oktober tepatnya pukul 11.29 WIB/12.29 WITA/13.29 WIT.
"Konsekuensi dari fenomena ini adalah Mars tidak akan tampak lagi di Langit malam karena sejajar dengan matahari. Sudut pisah maras-Matahari hanya sebesar 0,65 derajat," tulis Andi seperti dikutip dari laman resmi Pussainsa-LAPAN.
Konjungsi Mars terjadi setiap 25 atau 26 bulan sekali, Konjungsi Mars sebelumnya terjadi pada 27 Juli 2017 dan 2 September 2019. Fenomena ini akan kembali terjadi pada 18 November 2023.
Masih pada hari yang sama yakni 8 Oktober, langit Indonesia juga akan mengalami fenomena yakni puncak hujan meteor Draconid. Hujan meteor ini aktif sejak 6 hingga 10 Oktober dan puncaknya akan terjadi pada 8 Oktober pukul 16.00 WIB/17.00 WITA/18.00 WITA.
Menurut Andi, hujan meteor Draconid ini dinamai berdasarkan titik radian (titik asal munculnya hujan meteor) yang terletak di konstelasi Draco.
"Hujan meteor Draconid berasal dari sisa debu komet 21P/Giacobini-Zinner yang mengorbit Matahari setiap 6,6 tahun. Oleh karenanya, hujan meteor ini dikenal juga dengan nama Giancobinid." jelas Andi.
Hujan meteor ini dapat disaksikan sejak awal senja bahari selama 3 jam dari arah utara-barat laut hingga barat laut dengan intensitas antara 4-6 meteor per jam jika cuaca cerah dan bebas dari polusi cahaya.
Perige Bulan merupakan konjungsu ketika Bulan terletak paling dekat dengan Bumi. Hal ini disebabkan oleh orbit Bulan yang berbentuk elips dengan Bumi terletak di salah satu titik focus orbitnya.
Andi menjelaskan bahwa Perige Bulan terjadi setiap rata-rata 27 hari dengan interval dua Perige Bulan bervariasi antara 24 sampai 28 hari.
Perige Bulan di Oktober ini terjadi pada 9 Oktober pukul 00.20 WIB/01.20 WITA/03.20 WIT. Fenomena ini dapat disaksikan dengan mata telanjang.
(mrh/mik)