Jakarta, CNN Indonesia --
Teluk Angke dan Ancol yang ada di wilayah Jakarta Utara dilaporkan tercemar paracetamol (parasetamol) dengan konsentrasi tinggi.
Hal ini disebut dalam sebuah studi berjudul 'Konsentrasi Tinggi Paracetamol di Wilayah Perairan Teluk Jakarta, Indonesia' yang ditulis peneliti Oseanografi LIPI Wulan Koagouw dan beberapa peneliti lain.
Penelitian ini melibatkan sampel dari empat wilayah teluk di Jakarta dan satu dari wilayah teluk di Jawa Tengah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kandungan paracetamol yang terkandung di Angke bahkan mencapai 610 nanogram per liter. Sedangkan di Ancol kandungannya mencapai 420 nanogram per liter.
Terdapat sejumlah fakta terkait laut Jakarta yang tercemar paracetamol tersebut. Mulai dari dampaknya pada hewan laut sampai sumber pencemaran. Berikut fakta-faktanya:
Sisa paracetamol berasal dari tiga sumber
Zainal menjelaskan bahwa secara teori sumber sisa paracetamol yang ada di perairan teluk Jakarta yang berasal dari sungai Ciliwung dan muara sungai Angke itu dapat berasal dari tiga sumber, yaitu ekskresi akibat konsumsi masyarakat yang berlebihan, rumah sakit, dan industri farmasi.
"Dengan jumlah penduduk yang tinggi di kawasan Jabodetabek dan jenis obat yang dijual bebas tanpa resep dokter, memiliki potensi sebagai sumber kontaminan di perairan. Sedangkan sumber potensi dari rumah sakit dan industri farmasi dapat diakibatkan sistem pengelolaan air limbah yang tidak berfungsi optimal, sehingga sisa pemakaian obat atau limbah pembuatan obat masuk ke sungai dan akhirnya ke perairan pantai," ungkap Zainal melalui keterangan resmi, Senin (4/9).
Kadar paracetamol Jakarta lebih tinggi dari Brazil-Portugal
Peneliti menyebut konsentrasi pencemaran paracetamol di Teluk Jakarta lebih tinggi ketimbang Pantai di Brazil dan Portugis.
Hal tersebut didapati dari hasil studi pendahuluan (preliminary study) dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan University of Brighton (UoB) Inggris.
"Hasil penelitian menunjukkan, jika dibandingkan dengan pantai-pantai lain di belahan dunia, konsentrasi parasetamol di Teluk Jakarta adalah relatif tinggi (420-610 ng/L) dibanding di pantai Brazil (34. 6 ng/L), pantai utara Portugis (51.2 - 584 ng/L)," ungkap Zainal Arifin, salah satu anggota tim peneliti dari BRIN melalui keterangan tertulis, Sabtu (2/10).
Efek ke manusia
Wulan mengatakan bahwa efek dari pencemaran air laut oleh paracetamol (parasetamol) di Teluk Jakarta kepada manusia belum bisa dipastikan secara jelas. Ia belum bisa melihat efeknya secara jelas terhadap manusia karena belum memiliki data yang pasti.
"Jadi yang bisa saya bilang di sini bahwa saya belum bisa melihat efeknya pada manusia secara logika karena memang konsentrasinya rendah dibanding dengan paracetamol yang kita minum, secara logika, harusnya efeknya itu kecil, seperti itu," kata Wulan pada konferensi pers yang disiarkan secara virtual, Senin (4/9).
Namun hal itu masih berdasarkan asumsi lantaran Wulan menyebut untuk mengonfirmasi hal tersebut saat ini pihaknya belum memiliki data yang lengkap.
"Saya tidak dapat berkomentar mengenai dampak terhadap manusia, karena ini bukan bagian riset maupun expertise saya, dan saya tidak memiliki data mengenai hal ini," kata Wulan saat dihubungi oleh CNNIndonesia.com pada kesempatan terpisah pekan lalu (1/10).
Lebih lanjut Wulan mengatakan bahwa riset di masa yang akan datang diperlukan untuk menjawab pertanyaan tentang efek yang dapat dirasakan oleh manusia. "Tentu saja, akan sangat menarik jika ada yang mempunyai data mengenai hal ini ataupun melakukan riset ini di masa mendatang," imbuh Wulan.
[Gambas:Photo CNN]
Efek ke hewan laut
Peneliti Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang juga terlibat dalam penelitian, Wulan Koagouw membeberkan efek samping pencemaran paracetamol (parasetamol) pada ikan dan kerang seperti terjadi di Laut Jakarta.
"Tidak banyak riset yang melaporkan efek bahaya parasetamol, tetapi beberapa riset merekam efek parasetamol," terangnya saat dihubungi via pesan teks kepada CNNIndonesia.com, Jumat (1/10).
Menurutnya parasetamol sebetulnya tidak berbahaya jika dikonsumsi dalam dosis yang tepat. Namun, dosis yang terlalu berlebihan dapat memberikan efek yang berbahaya bagi makhluk hidup.
"Saya kutip di sini prinsip dasar toksikologi 'The dose makes the poison' (takaran dosis yang membuat sesuatu menjadi racun)," kata Wulan.
"Pada saat level suatu substansi mencapai level yang dapat berinteraksi dengan sistem biologis makhluk hidup, disitulah saat substansi tersebut berpotensi memproduksi efek berbahaya," tambahnya.
Wulan menekankan bahwa riset yang ia dan rekan-rekannya lakukan baru pada laporan awal (preliminary). Ia pun lantas membeberkan sejumlah penelitian lain yang menyebut dampak kontaminasi parasetamol bagi biota laut:
-Kerang Biru (Mytilus edulis)
Dalam wawancara, Wulan mengatakan bahwa ada perubahan jaringan organ reproduksi pada spesies kerang biru.
"Dampak yang teramati adalah perubahan pada jaringan gonad (organ reproduksi), dan juga modulasi beberapa transkrip gen pada kerang biru," ujar Wulan lagi.
-Spesies Jantan ikan Rhamdia quelen
Penelitian lain berjudul, 'Parasetamol Menyebabkan Gangguan Endokrin dan Hepatotoksisitas pada Ikan Jantan Rhamdia quelen Setelah Paparan Subkronis,' menyebutkan dampak negatif parasetamol bagi spesies jantan ikan Rhamdia quelen. Studi ini dilakukan oleh Assis dan beberapa rekannya pada 2017.
Dalam studi itu, dikatakan paracetamol mampu menyebabkan oxidative stress (sistem pertahanan antioksidan) dan gangguan darah pada biota itu. Tak hanya itu, paracetamol juga bisa mengganggu sistem endokrin dan fungsi hati pada ikan tadi, seperti dikutip dari Science Direct.
-Ikan Zebra (Danio rerio)
Dalam penelitian lain yang meneliti perkembangan embrio, perilaku lokomotor biokimia, dan efek epigenetik Ikan Zebra akibat terpapar parasetamol, dikatakan paparan parasetamol memiliki efek pada semua titik akhir racun yang dicari dalam penelitian, salah satunya terkait perkembangan embrio ikan Zebra, dikutip dari Wiley.
Studi ini dilakukan oleh Ana F. Nogueira, Glória Pinto, Barbara Correia, dan Bruno Nunes pada 2019.
[Gambas:Photo CNN]
-Kerang Venerupis decussata dan Venerupis philippinensis
Wulan menyebutkan, kedua jenis kerang ini mengalami stres oksidatif akibat parasetamol dan memicu kerusakan pada kerang. Ia mengutip penelitian yang dilakukan Antunes pada 2013 seperti dikutip dari Springer.
Penelitian itu berjudul, 'Efek Biokimia Acetaminophen pada Spesies Air: Kerang Venerupis decussata dan Venerupis philippinarum.'
-Kerang Mytilus galloprovincialis
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Solé di 2010, efek parasetamol mempengaruhi laju tingkat makan spesies kerangMytilusgalloprovincialis.
Tingkat makan sendiri adalah indikator dari keracunan secara umum. Spesies ini diinduksi dengan parasetamol selama sepuluh hari. Hasilnya, terjadi peningkatan laju tingkat makan (keracunan) pada spesies ini mengalami peningkatan.
Penelitian ini berjudul 'Efek pada Laju Makan dan Respons Biomarker Kerang Laut yang Secara Eksperimental Terpapar Propranolol dan Asetaminofen (Paracetamol)', seperti dikutip dari Springer.
-Tiram Pasifik (Crassostrea gigas)
Selain itu, Wulan juga menyebutkan berdasarkan penelitian yang dilakukan Bebianno di 2017 menemukan efek yang terjadi pada Tiram Pasifik setelah terpapar parasetamol.
"Bebianno et al. (2017) melaporkan variasi pada transkripsi gen setelah dipaparkan parasetamol," jelas Wulan.