Direktur Eksekutif Safenet Damar Juniarto mengatakan respon pihak kepolisian pada kasus pemanggilan Humas Polda Kalteng kepada netizen menunjukkan aksi pendisiplinan digital, alih-alih melakukan edukasi.
Cara semacam ini disebut Damar bisa menebarkan ketakutan pada masyarakat akan pendisiplinan dari polisi virtual.
"Kalau cara pelaksanaan Virtual Police oleh IG Humas Polda Kalteng seperti itu alih-alih melakukan edukasi seperti yang tertuang dalam SE Kapolri Februari 2021, Virtual Police malah justru menjadi aksi pemaksaan dan pendisiplinan di digital," ujar Damar kepada CNNindonesia.com melalui pesan teks, Kamis (21/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masalah bermula ketika akun Instagram Polda Kalteng menanggapi komentar netizen yang menulis kata 'Mampus' di akun Info Kaltim. Netizen itu lantas diminta untuk menghadap ke kantor polisi setempat. Netizen lantas memviralkan hal ini hingga berujung permintaan maaf Kapolda Kalteng.
Padahal, dalam Surat Edaran Kapolri No.SE/2/11/2021 dijelaskan pada bagian ketiga bahwa virtual police atau polisi virtual harus mengedepankan upaya preventif yang bertujuan untuk mengedukasi dan memberikan peringatan atas potensi tindak pidana siber.
"Mengedepankan upaya preemptive (antisipasi segera) dan preventif melalui virtual police dan virtual alert yang bertujuan untuk memonitor, mengedukasi, memberikan peringatan, serta mencegah masyarakat dari potensi tindak pidana siber," bunyi dalam surat edaran tersebut.
Surat edaran yang diterbitkan pada Februari tersebut membahas tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudukan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif.
Kemudian Damar menjelaskan penerapan virtual police seperti pada kasus tersebut cenderung menafsirkan sendiri makna postingan warga dan mendisiplinkan warga dari komentar semacam itu.
Dengan demikian, virtual police menjadi sebuah bentuk pengawasan negara yang menghidupkan Digital Panopticon, di mana kehadiran polisi di ruang digital sebagai penjaga ketertiban.
"Dengan demikian, Virtual Police adalah bentuk state surveillance di abad digital. Ia menghidupkan Digital Panopticon, dimana polisi hadir sebagai penjaga kamtibmas di digital, baik media sosial bahkan pesan singkat," kata Damar.
"Polisi siap melakukan koreksi tentang perilaku warga. Yang tidak disiplin akan ditegur. Yang tidak patuh, akan menghadapi sanksi hukuman," tambahnya.