Saran BMKG Waspada Gempa Swarm Ambarawa-Salatiga

CNN Indonesia
Selasa, 26 Okt 2021 12:40 WIB
BMKG menyebut gempa swarm yang terjadi di Ambarawa hingga Salatiga tak sebabkan gempa lebih besar namun ada sejumlah hal yang harus diwaspadai warga. (AFP PHOTO / ROMEO GACAD)
Jakarta, CNN Indonesia --

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengatakan bahwa gempa swarm yang melanda Ambarawa-Salatiga tidak berbahaya karena swarm tidak memunculkan gempa utama dengan skala yang besar.

"Swarm ini sebenarnya berdasarkan kasus kejadian yang sudah terjadi di bebagai belahan dunia itu sebanarnya tidak berbahaya akarena swarm itu tidak ada gempa utama yang muncul, yang besar itu tidak ada," jelas Koordinator Bidang Mitigasi Gempa bumi dan Tsunami BMKG, Daryono saat dihubungi oleh CNNIndonesia.com, Selasa (26/10).

Sehingga, ia mengimbau masyarakat tidak perlu panik. Selain itu, jenis gempa ini sudah kerap terjadi di berbagai belahan dunia dan beberapa daerah Indonesia sebelumnya.

"Sebenarnya masyarakat perlu tenang, jangan panik tapi tetap waspada saja," katanya lagi.

Sebelumnya, BMKG menyatakan gempa yang terus berlangsung di wilayah Ambarawa Kabupaten Semarang dan Kota Salatiga sejak Sabtu (23/10) lalu, merupakan jenis gempa swarm. Jenis gempa ini memiliki ciri khas bermagnitudo kecil namun memiliki frekuensi tinggi dan berlangsung dalam periode lama.

Hal yang harus diwaspadai warga

Lebih lanjut, Daryono merinci sejumlah hal yang harus diwaspadai warga imbas gempa swarm di Ambarawa-Salatiga.

"Tetapi masyarakat harus mewaspadai terjadinya guncangan yang terus menerus itu. Guncangan yang terus beruntun itu, karena kalau bangunan rumahnya tidak kokoh, struktur bangunnnya tidak kuat maka rumah yang lemah itu bisa mengalami kerusakan seperti retak dinding, plafon runtuh, genting berjatuhan," imbuh Daryono.

Sementara untuk di daerah pegunungan, masyarakat harus mewaspadai bahaya longsor atau runtuhan batu karena goyangan yang terus menerus ini bisa menyebabkan ketidakstabilan lereng.

Sebab gempa swarm

Lebih lanjut Daryono menjelaskan bahwa beberapa penyebab gempa swarm antara lain berkaitan dengan transpor fluida, intrusi (terobosan) magma, atau migrasi magma. Fenomena tersebut menyebabkan terjadinya deformasi batuan yang berada di bawah permukaan zona gunung api.

Tak hanya kegiatan kegunungapian, Daryono menyatakan gempa swarm dapat terjadi di daerah non vulkanik, atau daerah dengan aktivitas tektonik murni. Swarm dapat terjadi di zona sesar aktif atau kawasan dengan karakteristik batuan yang rapuh dan mudah mengalami retakan.

Untuk gempa swarm yang terjadi di Banyubiru-Ambarawa, Daryono menyebut bahwa ia termasuk ke dalam jenis tektonik swarm.

Jumlah event gempa swarm yang terjadi di berbagai daerah berbeda-beda. Hal tersebut berhubungan dengan karakteristik batuan, karakteristik gaya yang terbangun di tempat itu serta tegangan yang berkembang di daerah tertentu itu berbeda-beda.

"Jadi ada swarm yang akhirnya umurnya itu hanya beberapa hari sudah selesai, ada yang sampai mingguan, bulanan, bahkan ada yang sampai tahunan seperti yang terjadi di Mamasa Sulawesi Barat, sampai sekarang itu belum selesai, awalnya itu sejak akhir 2018," kata Daryono.

Gempa bumi berkekuatan magnitudo 3 mengguncang Kota Salatiga, Jawa Tengah, pada pukul 00.32 WIB, Sabtu (23/10). Guncangan ini terasa hingga Ambarawa dan sekitarnya.

Sampai Selasa (26/10) pagi, BMKG mencatat sedikitnya 36 kali gempa di wilayah Ambarawa dan Salatiga.

(mrh/eks)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK