ELSAM Tanggapi Laporan Google soal RI Banyak Minta Hapus Konten

CNN Indonesia
Selasa, 26 Okt 2021 20:06 WIB
Google mencatat Indonesia menjadi negara yang paling banyak menghapus dan mengajukan permintaan penghapusan konten atau informasi.
Google mencatat Indonesia menjadi negara yang paling banyak menghapus dan mengajukan permintaan penghapusan konten atau informasi. (Foto: istockphoto/volkan.basar)
Jakarta, CNN Indonesia --

Peneliti Lembaga Studi & Advokasi Masyarakat (ELSAM), Alia Yofira menanggapi laporan transparansi Google terkait Indonesia menjadi negara yang banyak menghapus dan mengajukan permintaan penghapusan konten atau informasi terbanyak pada periode Januari-Juni 2021.

Menurut Alia, permintaan penghapusan konten di Indonesia memiliki sejumlah masalah jika merujuk pada pasal 40 ayat 2b yang secara khusus mengatur pemutusan akses ke sebuah konten.

"Penghapusan konten di Indonesia dilakukan berdasarkan UU ITE, khususnya pasal 40 ayat 2b yang mengatur bahwa pemerintah berwenang untuk melakukan pemutusan akses ke konten 'yang memiliki muatan yang melanggar hukum,' kata Alia kepada CNNindonesia.com melalui pesan teks, Selasa (26/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu Undang-undang lain yang beririsan juga digunakan sebagai upaya untuk penegakkan pada konten-konten yang dianggap melanggar hukum.

"Melanggar muatan hukum ini berarti acuannya ga cuma ke UU ITE tapi juga ke UU lainnya, seperti UU Pornografi, UU Hak Cipta, dst. Yang terbaru, pemerintah mengeluarkan Permenkominfo 5/2020 mengenai PSE ruang lingkup privat yang memiliki irisan mengenai moderasi konten di Indonesia," ujar Alia.

Kemudian dijelaskan Alia terdapat sejumlah masalah yang muncul terkait penghapusan konten dan kaitannya dengan kebebasan berekspresi di Indonesia. Sementara itu pasal 40 ayat 2b UU ITE sedang berada dalam judicial review di Mahkamah Konstitusi.

"Terdapat berbagai permasalahan yang mengemuka terkait penghapusan konten dan kebebasan berekspresi di Indonesia. Pasal 40 ayat 2b ini sendiri lagi di JR ke MK, karena implementasinya menuai banyak permasalahan," jelas Alia.

Alia mengatakan ada tiga masalah utama yang terkait dengan implementasi pasal 40 ayat 2b UU ITE. Pertama adalah ketidaksesuaian interpretasi pasal-pasal seperti pencemaran nama baik, hate speech, dengan standar hukum HAM yang secara internasional berlaku.

Kemudian Alia juga menyebut pemerintah tidak terlalu transparan pada proses penurunan sebuah konten. Selain itu pendelegasian kewenangan yang terlalu luas juga menjadi masalah dalam proses penghapusan konten.

"Lemahnya transparansi mengenai bagaimana konten di-takedown oleh pemerintah, dan sekarang melalui permenkominfo 5/2020, pendelegasian kewenangan yang terlalu luas bagi perusahaan untuk secara proaktif menentukan dan men-take down konten," jelasnya.

Lebih lanjut, Alia menyebut model kebijakan yang mengatur konten di Indonesia harus selasar dengan standar-standar hak asasi manusia (HAM) yang berlaku secara Internasional.

"Model kebijakan konten di Indonesia harus selaras dan merujuk dan selaras dengan standar-standar HAM yang berlaku internasional, khususnya uji 3 tahap (3 part test)," ujar Alia.

"Batasan, cakupan, dan mekanisme pembatasan konten harus secara jelas diatur dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, dengan memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam prosesnya," pungkasnya.

(lnn/mik)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER