Klaim penemuan harta karun Kerajaan Sriwijaya di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan oleh media luar negeri diduga merupakan permainan mafia untuk meningkatkan harga jual benda-benda logam yang ditemukan oleh para penyelam.
Sebab menurut arkeolog, temuan benda kuno berbahan logam di Sungai Musi semestinya perlu penelitian laboratorium yang komprehensif untuk membuktikan temuan itu memang berasal dari masa Kerajaan Sriwijaya atau bukan.
Arkeolog dari Balai Arkeologi Sumatera Selatan Retno Purwanti mengatakan, perbedaan benda kuno berbahan logam dan yang bukan terdapat pada potensinya untuk bisa direproduksi atau tidak. Benda kuno seperti keramik, manik-manik, atau mata uang sulit direproduksi hingga tidak bisa ditiru untuk membuat replika yang menyerupai identitas dan bahan baku pembuatanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara benda berbahan logam bisa dibuat dan dimanipulasi sehingga secara kasatmata akan sangat mirip dengan benda-benda kuno peninggalan asli masa Kerajaan Sriwijaya.
"Logam itu apapun bentuknya, emas, perunggu, perak, bisa direproduksinya dengan sangat mudah. Saya kan pernah denger juga di [perdagangan benda kuno] itu sudah ada mafia. Jadi bisa saja direproduksi kemudian ditenggelamkan di Sungai Musi, diangkat, dan itu seolah-olah temuan dari Sungai Musi. Penadah utama yang kaya raya dari hasil Sungai Musi kan orang luar negeri, Inggris terutama. Karena larinya ke balai lelang yang ada di sana," ujar Retno kepada CNNIndonesia.com.
Menurutnya, temuan benda kuno berbahan logam di Sungai Musi tidak bisa serta merta diklaim sebagai peninggalan masa Kerajaan Sriwijaya. Perlu ada penelitian lebih lanjut di laboratorium untuk membuktikan keasliannya.
"Kalau itu dari masa Sriwijaya, tandanya apa? nggak ada. Yang membedakan benda itu dari masa Sriwijaya dengan benda masa Kesultanan Palembang, atau masa kolonial Belanda itu apa. [Klaim harta karun Sriwijaya] itu biar nilainya tinggi. Makanya hati-hati. Arkeolog Indonesia yang kuliah di luar negeri juga bilang itu cuma alasan mereka untuk menaikkan harga jual," ungkap Retno.
Retno menjelaskan, untuk membuktikan benda kuno berbahan logam merupakan peninggalan masa lampau perlu dibuktikan di laboratorium dan harus merusak bagian dari benda tersebut. Prosesnya rumit dan mahal. Harus ada sampel yang diambil dan merusak benda kuno tersebut.
"Dari konteks arkeologi, contohnya saya penelitian di situs Karang Anyar, kedalaman sekian menemukan arca. Kami analisis pakai alat PXRF (Portable X-Ray Flourescence Spectroscopy) itu terbaca kandungan logamnya apa saja dan seberapa banyak untuk memastikan emas kuno atau baru, dari cara pengolahan zaman dulu atau bukan. Agak harus merusak bendanya, sementara kan tidak boleh," ujar dia.