Jakarta, CNN Indonesia --
Menurut skenario dalam laporan komprehensif Panel Antarpemerintah PBB tentang Perubahan Iklim yang dirilis pada Agustus lalu berjudul "Climate Change 2021: The Physical Science Basis," 500 gigaton emisi CO2 lainnya akan meningkatkan suhu global sebesar 1,5°C. Sebab itu, masih tersisa 11 tahun lagi mulai dari saat ini sampai 2032 sebelum anggaran karbon itu habis.
Dalam pertemuan PBB pada 2019 lalu juga pernah dibahas soal sisa 11 tahun buat masyarakat dunia melakukan perubahan demi menekan pemanasan suhu global dan menghindari bencana besar.
"Kami adalah generasi terakhir yang dapat mencegah kerusakan yang tidak dapat diperbaiki pada planet kita. Keadlilan iklim adalah keadilan antargenerasi," Presiden Majelis Umum María Fernanda Espinosa Garcés (Ekuador) dalam sambutan pembukanya yang menekankan bahwa masih tersisa 11 tahun untuk dunia mencegah bencana besar, seperti dikutip dari situs resmi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, ambang batas itu bisa lebih lama jika negara-negara secara signifikan mengurangi output mereka segera. Kebijakan agresif, sekarang, dapat menciptakan lebih banyak waktu dan lebih banyak harapan untuk mencegah bencana.
Konferensi perubahan iklim COP26 yang akan digelar di Glasgow, Skotlandia, pada 31 Oktober- 12 November mendatang disebut bakal menjadi upaya terakhir untuk meredakan darurat iklim melalui pembatasan pemanasan global sampai ke 1,5°C.
Pasalnya perubahan iklim bakal membuat dunia kerap mengalami bencana besar, mulai dari badai, banjir, kekeringan mencekam sampai kenaikan permukaan air laut. Namun, konsekuensi yang akan ditimbulkan disebut bakal lebih parah.
Scientific American mengabarkan, saat ini suhu global telah meningkat hampir 1,1 derajat Celcius sejak revolusi industri. Sebab itu, dibutuhkan kebijakan agresif untuk bisa mempepanjang tenggat waktu terjadinya bencana terburuk tersebut.
Pemahaman yang jelas tentang bagaimana emisi mempengaruhi kenaikan suhu secara global menunjukkan bahwa masih ada waktu untuk mencapai kesepakatan politik, transformasi ekonomi, dan dukungan publik yang diperlukan untuk mengurangi emisi secara tajam, membatasi kenaikan suhu, dan membatasi bencana dan kehancuran.
Menurut laporan yang dikeluarkan Sekretariat Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim pada September lalu, sebanyak 191 negara bakal memberikan komitmennya untuk mengurangi emisi dengan menandatangani kesepakatan izin emisi mencapai 2,7 derajat pada tahun 2100.
Pertemuan COP26 di Glasgow nanti juga diasumsikan untuk menghilangkan kesenjangan. Langkah pertama adalah menyingkirkan gagasan lama yang tidak dipahami oleh publik, media, dan pembuat kebijakan, yakni gagasan bahwa jika manusia berhenti memancarkan karbon dioksida dalam semalam, kelembaban dalam sistem iklim akan terus menaikkan suhu selama bertahun-tahun.
Karbon dioksida dapat bertahan lama di atmosfer sekitar satu abad atau lebih. Sebab itu, suhu akan terus naik karena mekanisme perangkap panas sudah ada. Dengan kata lain, beberapa tingkat pemanasan di masa depan telah dimasukkan ke dalam sistem, sehingga sudah terlambat untuk menghindari ambang batas 1,5 derajat Celcius.
Tetapi para ilmuwan mengabaikan gagasan itu setidaknya satu dekade lalu. Model iklim secara konsisten menunjukkan bahwa pemanasan tidak terjadi setelah emisi CO2 berhenti meningkat. Konsentrasi CO2 di atmosfer turun perlahan karena lautan, tanah, dan tumbuh-tumbuhan terus menyerap CO2, seperti biasanya, sehingga suhu tidak naik lebih jauh.
Suhu juga tidak akan turun karena interaksi atmosfer dan laut akan menyesuaikan dan menyeimbangkan. "Efeknya adalah suhu tidak naik atau turun," kata Joeri Rogelj, Direktur Penelitian Perubahhan Iklim dan Lingkungan di Imperial College London dan Institut Grantham.
Kabar baiknya adalah jika negara-negara dapat mengurangi emisi secara substansial dan cepat, pemanasan dapat dipertahankan hingga kurang dari 1,5 derajat Celcius. Untuk menghindari ambang batas itu, dunia hanya dapat mengeluarkan sejumlah CO2 atau anggaran karbon dari sekarang ke masa depan.
Pada tahun 2019, tahun sebelum pandemi COVID menekan ekonomi global, dunia mengeluarkan sekitar 42 gigaton CO2, sama dengan 2018 dan apa yang terjadi pada tahun 2021.
Dalam laporan 2018, IPCC menyatakan bahwa dunia harus mencapai emisi karbon nol bersih pada tahun 2050 demi menjaga pemanasan hingga 1,5 derajat Celcius. Untuk mencapainya, laporan PBB bulan September mengatakan, negara-negara harus mengurangi emisi hingga setengahnya pada tahun 2030. Setiap tahun penundaan membawa dunia lebih dekat ke tepi jurang.
"Kami tidak berusaha mencapai target suhu. Kami berusaaha untuk tetap sejauh mungkin dari tepian itu," kata Rogelj, yang juga peneliti senior di Institut Internasional untuk Analisis Sistem Terapan dan penulis utama laporan IPCC 2021.
Jika negara-negara gagal dan kenaikan suhu melampaui 1,5 derajat Celcius, penting juga untuk melakukan pembatasan dan pengurangan secara berkelanjutan agar suhu panas global bisa tetap berada di bawah 2 derajat Celcius. Menurut ilmuwan, menjaga suhu tetap berada di bawah 2 derajat Celcius bisa membuat kita terhindar dari bahaya dan bencana yang lebih mengerikan dan sulit untuk diatasi.
Laporan IPCC Agustus menyebut, untuk menghindari ambang batas itu, dunia hanya dapat memancarkan 1.350 gigaton CO2 lagi. Dengan 42 gigaton per tahun, pemanasan baru akan terjadi pada 2052. Jika negara-negara tidak melakukan pengurangan yang signifikan pada dekade ini, pemotongan berikutnya yang diperlukan untuk membatasi kenaikan suhu hingga 2,0°C akan jauh lebih sulit untuk dicapai.
[Gambas:Photo CNN]
"Setiap tahun yang berlalu memberikan hukuman besar untuk pengurangan di masa depan yang akan diperlukan," kata Josep Canadell, kepala ilmuwan riset di CSIRO, badan sains nasional Australia, dan penulis utama laporan IPCC 2021.
Jelang COP26, negara-negara akan mencoba mendorong satu sama lain untuk berkomitmen pada pengurangan emisi yang lebih besar dan difokuskan pada CO2. Tetapi atmosfer dipengaruhi oleh gas rumah kaca lainnya seperti metana dan nitrous oxide melalui umpan balik iklim seperti menghilangnya es laut, dan oleh aerosol, partikel polusi kecil yang dilepaskan terutama dari pembakaran bahan bakar fosil.
Jika emisi CO2 tetap pada tingkat saat ini, tetapi emisi metana meningkat dan umpan balik lainnya semakin kuat, dunia akan memanas sebelum 2032 dan 2 derajat Celcius sebelum 2052.
Pada 30 Juli, laporan PBB mengatakan, 113 dari 191 negara yang menandatangani Kesepakatan Paris telah membuat beberapa tingkat komitmen untuk mengurangi emisi. Di bawah janji-janji terbaru, emisi global pada tahun 2030 sebenarnya akan menjadi 5,0 persen lebih tinggi daripada tahun 2019.