Selain itu ada juga energi pemanfaatan angin. Ignasius mengatakan di wilayah tertentu memiliki kecepatan angin yang sangat potensial untuk diubah menjadi bentuk energi listrik.
Tentunya ia menilai penting untuk mengkaji lokasi potensial untuk memberi dampak efisiensi dalam pemanfaatan dan distribusi tenaga bayu.
Kemudian solar cell. Ia menilai saat ini juga sudah mulai terus dikembangkan bagaimana mengembangkan tenaga surya untuk berbagai keperluan. Misalnya untuk menyimpan baterai pada lampu jalan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini sejalan dengan Pakar Lingkungan dari Universitas Indonesia (UI), Tarsoen Waryono. Ia menilai Indonesia bisa memanfaatkan energi Matahari yang berlimpah.
Menurut dosen Fakultas MIPA itu, Indonesia memiliki ketersediaan energi Matahari, lebih dari 10 jam sehari.
"Dengan memfokuskan energi matahari yang melimpah, tersedia penuh lebih dari 10 jam per harinya, serta tidak ada resiko serta dampak negatif terhadap kehidupan manusia, tumbuhan dan hewan," ujar Tarsoen kepada CNNIndonesia lewat pesan teks, Rabu(17/11).
Meski pemanfaatan energi solar sudah dimulai di Indonesia, Tarsoen menilai pelaksanaanya saat ini masih belum optimal.
Lebih lanjut Ignasius menjelaskan energi biodisel juga dinilai bisa menjadi alternatif energi fosil. Ia menjelaskan seperti contohnya limbah dari pemanfaatan sawit.
Limbah tersebut bisa dikonversi menjadi listrik, meski tetap menghasilkan emisi buang lantaran proses pembakaran limbah sawit.
"Biodisel itukan di antaranya dianggap sebagai energi terbarukan. Walaupun tetap dibakar, tetap ada efek ke lingkunganya kalaupun di bakar," tuturnya.
Dihubungi terpisah, Anggoro mengatakan Indonesia juga bisa memanfaatkan energi panas Bumi atau geothermal untuk dijadikan listrik.