Serangan ransomware disebut mengalami peningkatan tajam, terutama yang menargetkan bisnis dan infrastruktur penting.
Serangan dengan ransomware membuat peretas mendapatkan akses ke sistem komputer, yang pada beberapa kasus menyasar perusahaan untuk nantinya dimintai tebusan.
Sebuah serangan besar pada Mei lalu menyoroti kerentanan infrastruktur Amerika Serikat terhadap kejahatan semacam itu, tepatnya pada kasus Colonial Pipeline.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu jaringan pipa bahan bakar terbesar di AS, Colonial Pipeline terpaksa menghentikan operasinya ketika jaringannya terkena serangan siber.
CEO Colonial Pipeline kemudian mengaku membayar US$4,4 juta atau sekitar Rp42,7 miliar sebagai uang tebusan untuk membuat jaringan perusahaan aktif dan berjalan kembali.
Pidato Trump pada masa Pemilu Amerika Serikat bukan satu-satunya hal yang memicu kemarahan publik dan membuat mereka turun ke ibukota, dan berujung kerusuhan yang mengakibatkan lima kematian.
Trump menggunakan Twitter dan Facebook untuk mendorong klaim bahwa pemilu 'dicuri', atau dicurangi sejumlah pihak. Pembicaraan tentang revolusi meledak di situs media sosial konservatif seperti Parler, yang kemudian menghilang setelah kerusuhan selesai.
Insiden kerusuhan tersebut menyebabkan Facebook dan Twitter melarang Trump dari platform mereka. Namun sayangnya, pada saat itu kerusakan telah terjadi.
Menanggapi hal tersebut, Chief Operating Officer Facebook Sheryl Sandberg mengambil kritik karena mengatakan kerusuhan Capitol AS sebagian besar tidak diorganisir di platform perusahaannya.
Lihat Juga :![]() Kaleidoskop 2021 Daftar Spesies Baru yang Ditemukan Sepanjang 2021 |
Misinformasi bukanlah masalah baru di dunia teknologi, hal ini menjadi masalah pada 2020 lalu dan terus berlanjut pada 2021.
Misinformasi seperti teori konspirasi yang berbahaya tentang risiko vaksin atau munculnya QAnon, yang membuat semakin sulit untuk membedakan antara informasi asli dan informasi palsu.
Dilansir dari CNET, jumlah misinformasi anti-vaksin telah menyebabkan tingkat vaksinasi terhenti, menaikkan beban kasus dan mengirim lebih banyak orang ke ICU.
Sebagian besar kesalahan tersebut disebabkan oleh media sosial seperti Facebook, Twitter dan YouTube, di mana teori konspirasi, klaim palsu, dan informasi yang bertebaran dengan cepat.
Pada tahun ini misinformasi dimulai sejak awal, dengan Hari Tahun Baru yang diwarnai dengan klaim palsu tentang kecurangan pemilu.
(lnn/fjr)