Cara Amankan Lahan di Metaverse Agar Tak Jadi 'Sengketa'

M. Ikhsan | CNN Indonesia
Sabtu, 08 Jan 2022 07:00 WIB
Pakar dunia digital menjelaskan cara kerja lahan di dunia Metaverse yang kemudian menghindari menjadi "sengketa".
Sebuah lahan garapan di Metaverse hanya dimiliki satu orang. (Foto: Tangkapan Layar Youtube Oculus)
Jakarta, CNN Indonesia --

Lahan garapan di dunia virtual Metaverse bisa diibaratkan sebagai tanah garapan yang punya "SHM". Lahan ini sudah dikuasai pemiliknya yang sifatnya global. Lahan ini bisa dipertahankan layaknya tanah fisik milik seseorang.

Pakar Metaverse dari Indonesia Digital Milenial Cooperatives (IDM Co-op), MC Basyar menjelaskan cara kerja lahan di dunia Metaverse yang kemudian menghindari menjadi "sengketa".

Menurut Basyar cara untuk mengamankan lahan dalam bentuk aset digital atau Non-fungible token (NFT) dengan menggunakan smart contract yang tercatat resmi dan hanya dimiliki satu pengguna.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau ditanya masalah sertifikat NFT itu sudah mencakup sertifikat karena ada smart contract namanya, itu ketika kita scan tinggal cari di jaringan blockhain, etherium, bitcoin atau yang lainnya," ujar Basyar kepada CNNIndonesia lewat sambungan telepon, Jumat (7/1).

Basyar mengatakan aset digital di Metaverse pasti sudah dalam bentuk teknologi blokchain dan memiliki hak kekayaan intelektual yang sifatnya universal. Sehingga, semua pengguna bisa mengetahui dari mana lahan NFT diciptakan, siapa saja yang mengakses, dan bisa membedakan aset digital itu dengan yang lain.

"Katakanlah dia berada di atas jaringan Etherium. Ya sudah tinggal ke Google, cari etherium scan smart contrac-nya dari lahan di metaverse tadi tinggal ditempelin, dan keluar hasilnya," tutur Basyar.

Ia menjelaskan dalam dunia Metaverse itu tak ada istilah "sengketa" lahan atau klaim sepihak dari pengguna lain.

Menurutnya, meskipun developer lain ada yang menciptakan peta lahan contohnya berbentuk kota DI Yogyakarta, tidak mungkin dengan nama dan detail wilayah yang sama.

Hal itu lantaran adanya teknologi smart contract tadi yang bisa mendeteksi hak kekayaan intelektual dari suatu aset digital yang sudah diciptakan.

Di samping itu ia menjelaskan seseorang tidak perlu khawatir apabila sebuah peta wilayah di dunia nyata dijadikan aset digital di Metaverse kemudian dijual.

Hal itu disebut Basyar tidak akan mengancam eksistensi sebuah wilayah, karena penjualan peta wilayah dalam aset digital itu hanyalah imajinasi developer yang ingin membuat wilayah layaknya peta asli layaknya di kehidupan nyata.

"Sama seperti misalnya saya bikin akun Facebook dengan nama DI Yogyakarta. Apakah itu mengancam eksitensinya DIY kan engga. Cuma bedanya di Metaverse dibuat seperti real life," tuturnya.

Perkembangan Metaverse di dunia baca ke halaman kedua --->>>

Pertumbuhan Metaverse di berbagai negara

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER