Selain dengan menggunakan kimia, pembersihan lichen di Borobudur kini juga menggunakan bahan tradisional minyak atsiri. Fungsinya seperti pestisida alami. Bahan ini merupakan hasil kerjasama Balai Konservasi Borobudur dengan Universitas Islam Indonesia (UII) 2014.
Untuk menemukan jenis yang terbaik, tim peneliti membandingkan minyak atsiri cengkeh, minyak biji pala, dan minyak serai wangi. Pada 2015, kajian juga dilakukan terhadap penggunaan minyak atsiri nilam, temulawak, dan terpenting untuk menghambat pertumbuhan lumut kerak pada Cagar Budaya batu andesit.
Hasilnya, minyak atsiri dengan bahan temulawak menjadi yang terbaik dalam memberantas lumut di Borobudur, ketimbang pala, nilam, dan cengkeh.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Minyak atsiri temulawak konsentrasi 20 persen dengan waktu pengujian 15 hari menunjukkan daya hambat yang paling efektif dalam menghambat pertumbuhan sel mikroalga dengan mortalitas sel sebesar 63,31 persen," demikian dikutip dari kajian itu.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid mengatakan minyak atsiri ini fungsinya untuk pelestarian, melindungi candi dari lumut yang memang banyak tumbuh di Candi Borobudur.
"Dengan cairan ini bisa menghilangkan lumut itu. Ini salah satu inovasi penting dari Balai Konservasi Borobudur yang selama 3 tahun melakukan riset mengembangkan teknologi ini dan sekarang sudah cukup mantap, karena sudah diuji di batu lepas dan sekarang bisa diaplikasikan di batu candi," kata Himar dikutip dari Antara.
"Dari segi harga lebih hemat, karena minyak atsiri ini tidak tumbuh di laboratorium, tetapi tumbuhnya di masyarakat. Jadi kalau misalnya harus keluar biaya untuk itu nanti yang merasakan masyarakat," imbuhnya.
![]() |
Setelah pembersihan usai, tahap selanjutnya adalah pengawetan terhadap seluruh permukaan batu candi. Bentuknya adalah dengan penyemprotan bahan tertentu.
"Hal ini dilakukan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan memberi kekebalan pada batu candi sampai pada jangka waktu tertentu agar tidak ditumbuhi mikroorganisme," dikutip dari situs Kemendikbudristek.
Bahan yang digunakan adalah Hyamine dengan konsentrasi 80 persen dicampur air sehingga menjadi larutan dengan konsentrasi 2 persen. Campuran Hyamine kemudian disemprotkan dengan menggunakan sprayer pada permukaan batu yang telah bersih dan kering.
Selain itu, penyemprotan dilakukan pada tebing tanah yang ditumbuhi lumut. "Hal ini bertujuan agar lumut mati dan sporanya tidak menyebar ke batu candi. Treatment sebaiknya dilakukan secara periodik untuk menjaga permukaan batu tetap bersih."
(ttf/arh)