4 Kemungkinan bagi Elon Musk usai Gugatan Twitter

CNN Indonesia
Kamis, 14 Jul 2022 07:05 WIB
Twitter memutuskan membawa Elon Musk ke pengadilan Delaware setelah sang miliarder membatalkan proses akuisisi. Apa kemungkinan-kemungkinan selanjutnya?
Proses akuisisi Twitter dan Elon Musk berlanjut ke pengadilan. (Foto: REUTERS/DADO RUVIC)
Jakarta, CNN Indonesia --

Proses akuisisi Twitter oleh CEO Tesla Elon Musk menyajikan drama baru. Twitter memutuskan menggugat Musk ke pengadilan karena membatalkan proses akuisisi.

Usai gugatan itu, dikutip dari CNN, Musk menghadiri Sun Valley Conference di Idaho, AS, yang tak memperbolehkan peliputan oleh wartawan.

Sumber di dalam acara tersebut menceritakan kepada koresponden CNN Brian Stelter bahwa Musk semakin yakin untuk menyudahi kesepakatan dan itu semua terjadi karena masalah akun bot alias akun palsu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seperti diketahui, Musk dan dewan direksi Twitter pada mulanya sepakat di angka US$44 miliar (Rp660 triliun). Proses akuisisi tidak berjalan mulus. Musk mempermasalahkan jumlah akun bot yang diklaim jauh lebih besar daripada angka yang diungkap Twitter, yakni 5 persen.

Karena itulah, pria yang juga CEO SpaceX itu membatalkan keputusan membeli Twitter. Langkah Musk itu lalu disambut Twitter dengan tindakan hukum.

"Musk pada awalnya mengatakan dia akan menyelesaikan masalah bot itu," kata Stelter berdasarkan sumber tersebut "Masalah yang sama yang menyebabkan dia menyudahi kesepakatan".

Apa saja kemungkinan yang bisa terjadi usai gugatan ini?

1. Musk bebas melenggang

Dokumen kontrak akuisisi menyebutkan Musk maupun Twitter harus membayar biaya penghentian (termination fee) akuisisi US$1 miliar (Rp15 triliun) jika membatalkan kesepakatan. Namun, itu cuma berlaku dalam kondisi spesifik, seperti kehilangan pembiayaan utang.

Mengutip New York Times, 'kartu AS' Twitter adalah klausul "kinerja spesifik" pada kontrak akuisisi yang memberi perusahaan hak untuk menuntut Musk dan memaksanya untuk menyelesaikan atau membayar kesepakatan, tentunya selama pembiayaan utang Musk tetap utuh.

Jika tim hukumnya lihai berkelit dari klausul itu, tentunya pria kelahiran Afrika Selatan 51 tahun lalu itu bisa mencabut kesepakatan. 

"Hasilnya adalah: Pengadilan mengatakan Musk bisa pergi," kata David Larcker, seorang profesor akuntansi dan tata kelola perusahaan di Stanford University.

2. Musk bayar 'biaya pisah' Rp15 T

Proses gugatan ini biasanya panjang dan memakan dana besar. Namun, pernah ada kemenangan bagi pihak yang ditinggalkan, seperti kasus kesepakatan merger antara Manajemen Global Apollo dan perusahaan kimia Huntsman dan Hexion pada 2008.

Kasus ini berujung dengan retaknya kesepakatan akuisisi dan mewajibkan pihak pertama membayar US$1 miliar. Putusan sejenis bisa saja terjadi pada kasus Musk.

"Hasil lainnya adalah dia (Musk) dipaksa untuk menyelesaikan kesepakatan, dan pengadilan dapat menegakkan ini," lanjut Larcker.

3. Musk wajib akuisisi Twitter dengan harga awal

Contoh kasus semacam ini adalah saat Tyson Foods mencoba mundur dari akuisisi perusahaan pengepakan daging IBP, 2001. Saat itu, penghentian kesepakatan dilakukan dengan dalih masalah keuangan dan penyimpangan akuntansi.

Pengadilan Negeri Delaware memutuskan bahwa Tyson Foods harus menyelesaikan akuisisi. Namun, memaksa pengakuisisi untuk membeli perusahaan adalah proses yang rumit untuk diawasi, selain ada kebiasaan pelanggaran hukum.

"Skenario kasus terburuk bagi pengadilan adalah pengadilan membuat perintah dan dia tidak mematuhinya, dan mereka harus mencari tahu apa yang harus dilakukan untuk itu," kata Morgan Ricks, profesor di Vanderbilt Law School.

4. Musk akuisisi Twitter dengan harga diskon

Proses gugatan kemungkinan akan menelan biaya jutaan dolar, membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk tuntas, serta menambah keresahan para karyawan serta perusahaan, terutama terkait harga saham.

Saham Twitter diketahui mengalami tren penurunan pasca-penawaran pembelian oleh Elon Musk. Per Senin (11/7), sahamnya turun 11,3 persen pada US$32,65 per lembarnya.

Angka ini turun 40 persen dari tawaran Musk US$54,20 per lembar saham, persentase penurunan harian terbesar dalam lebih dari 14 bulan.

"Dewan [Direksi] Twitter harus memikirkan potensi kerugian bagi karyawan dan basis pemegang sahamnya dari setiap data internal tambahan yang terungkap dalam litigasi (proses hukum)," ucap analis Benchmark Mark Zgutowicz.

Analis Jefferies Brent Thill mengatakan perusahaan media sosial berusia 16 tahun itu dapat memilih opsi negosiasi ulang atau penyelesaian daripada pertarungan yang panjang di pengadilan.

"Kami percaya bahwa niat Elon Musk untuk mengakhiri merger lebih didasarkan pada aksi jual pasar baru-baru ini ketimbang 'kegagalan' Twitter untuk memenuhi permintaannya [soal data akun bot]," tulisnya.

"Dengan tidak adanya kesepakatan [akuisisi], kami tidak akan terkejut melihat saham [Twitter] melantai di harga US$23,5," imbuh dia.

Sebagai jalan tengahnya, kasus semacam ini sering berakhir dengan negosiasi ulang harga. Pada 2020, perusahaan raksasa barang mewah LVMH Moët Hennessy Louis Vuitton berusaha untuk mengakhiri kesepakatan senilai US$16 miliar (Rp240,5 triliun) dengan produsen perhiasan Tiffany & Co.

Kasus ini berujung dengan diskon bagi LVMH sekitar US$420 juta.

"Hal ini adalah langkah tawar-menawar dalam transaksi ekonomi," kata Charles Elson, profesor tata kelola perusahaan yang baru saja pensiun di University of Delaware, "Ini semua tentang uang."

[Gambas:Video CNN]

(can/lth)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER