Mengingat Lagi Gas Air Mata, Sisa Perang Dunia 'Perusuh' Kanjuruhan
Penggunaan gas air mata dituding sebagai biang kematian ratusan orang di laga Arema FC vs Persebaya Surabaya pada lanjutan Liga 1, Sabtu (1/10) malam. Simak sejarah hingga bahayanya di sini.
Setidaknya 131 orang meninggal dalam Tragedi Kanjuruhan. Gas air mata diakui menjadi pemicu kericuhan hingga menumbangkan banyak superter.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengakui 11 tembakan yang dilepas oleh 11 personel polisi dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang.
"Terdapat 11 personel yang menembakkan gas air mata, ke tribun selatan kurang lebih tujuh tembakan, utara satu tembakan dan ke lapangan tiga tembakan," kata dia, di Malang, Kamis (6/10).
Menurut Listyo, gas air mata itu dilepaskan guna mencegah semakin banyak penonton yang turun ke lapangan. Meski begitu, dia mengakui tembakan gas air mata itu mengakibatkan suporter panik sehingga berupaya meninggalkan lokasi.
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menyatakan kericuhan di Stadion Kanjuruhan bukan ulah suporter.
"Gas air mata lah yang membuat panik dan sebagainya sehingga ada terkonsentrasi di sana di beberapa titik pintu. Ada pintu yang terbuka sempit. Terus ada pintu yang tertutup. Itulah yang membuat banyak jatuh korban," kata dia.
Penggunaan gas air mata di dalam stadion sendiri sudah dilarang berdasarkan FIFA Stadium Safety and Security Regulations Pasal 19 tentang pengawasan penonton. "No firearms or control gas shall be used". (Penggunaan senjata api dan gas untuk mengontrol kerumunan dilarang).
Secara umum, penggunaan gas air mata juga diatur dalam Guidance on Less-Lethal Weapons in Law Enforcement (Panduaan penggunaan senjata kurang-mematikan dalam penegakan hukum) Komite Hak Asasi Manusia PBB.
Menurut Komite HAM PBB, penggunaan senjata kurang-mematikan harus menjadi pilihan langkah terakhir yang digunakan.
"Sebelum benar-benar disetujui, pihak penegak hukum harus mengidentifikasi individu yang menyebabkan kekerasan lalu mengisolasinya dari kerumunan. Jika intervensi kepada target tidak efektif. Penegak hukum bisa menggunakan senjata kurang-mematikan (water cannon atau gas air mata) setelah mengeluarkan peringatan yang sesuai.
"Sebagai tambahan, para partisipan dalam kerumunan harus diberikan waktu untuk mematuhi peringatan dan ada kepastian ke rute menuju ruang aman untuk mereka bergerak menghindar," tulis Komite HAM PBB.
Isi Gas Air Mata
Gas air mata sendiri merupakan senjata yang berisikan beragam bahan kimiawi. Mengutip situs Centers for Disease and Prevention (CDC), Amerika Serikat, beberapa komponennya adalah chloroacetophenone (CN) dan chlorobenzylidenamalonotrile (CS).
Selain kedua bahan itu, gas air mata juga berisi chloropicrin (PS), yang biasa digunakan untuk disinfektan; serta bromobenzylcyanide (CA); dibenzoxazepine (CR); dan kombinasi beberapa gas lainnya.
Mengutip Vox, isi gas air mata berubah-ubah seiring waktu sejak pertama kali digunakan pada Perang Dunia I.
"Mereka benar-benar mengubahnya. Gas yang digunakan saat Perang Dunia I tidak digunakan saat ini. Mereka memodernisasinya lewat beberapa cara," kata Anna Feigenbaum, penulis buku tentang gas air mata berjudul Tear Gas: From the Battlefields of World War I to the Streets of Today.
Menurut Anna, kepolisian Prancis adalah pihak pertama yang bereksperimen dengan gas air mata sebelum PD I. Penggunaannya menjadi masif saat perang global itu berlangsung.
"Setelah PD I, banyak bahan kimiawi yang dibuat untuk senjata kimia untuk tujuan bisnis dan prestise militer. Orang-orang yang terlibat di dalamnya ingin produk tersebut punya umur panjang," kata Anna.
Protokol Jenewa pada 1925, yang efektif diberlakukan pada 8 Februari 1928, mengategorikan gas air mata sebagai senjata kimia dan melarang penggunaannya di PD I. Namun demikian, teks protokol itu tidak membahas detil tentang gas apa saja yang dilarang.
Berdasarkan protokol tersebut, Amerika Serikat memiliki hak untuk menggunakan "agen pengendali huru-hara" dalam kasus pengendalian tawanan perang. AS juga dapat menggunakannya dalam misi penyelamatan untuk memulihkan personel yang terisolasi dan di luar zona tempur untuk "melindungi konvoi dari gangguan sipil."
Bahaya
Mengutip Medical News Today, kombinasi bahan kimia inilah yang bisa berbahaya bagi yang terkena. Dampak pendek gas air mata antara lain mata merah, penglihatan kabur, iritasi mulut dan hidung, kesulitan mengunyah, muntah, kesulitan bernapas, batuk, dan iritasi kulit.
Efek dari gas air mata ini bisa berlangsung hingga 15-20 menit. Sementara, dampak jangka panjangnya jika terkena di ruang tertutup atau jumlah yang sangat besar yakni, kebutaan, glukoma, sensasi terbakar, hingga gagal pernapasan.
Penggunaan gas air mata biasanya diatur oleh produsennya. Mengutip SITU Research, kebanyakan pabrikan pembuat kanister gas air mata memasukkan peringatan yang jelas bahwa produk mereka bisa menyebabkan cedera fatal atau kematian jika ditembakkan langsung kepada orang lain.
"Mereka juga menegaskan, gas air mata hanya boleh ditembakkan dengan sudut tertentu, dari jarak minimal," tulisnya.
Selain itu, Amnesty International juga mengeluarkan panduan untuk menggunakan gas air mata. Salah satunya adalah "gas air mata tidak boleh ditembakkan secara vertikal ke udara karena proyektil yang jatuh bisa mengenai orang di bawahnya, menyebabkan cedera serius".
Jumlah gas air mata yang digunakan pun harus seminimal mungkin untuk menghindari orang-orang di area sekitar terdampak. "Gas air mata hanya digunakan dalam cara yang hati-hati dan terkoordinasi, berdasarkan instruksi yang jelas soal jumlah yang akan digunakan".
Cara Menanggulangi
Jika telanjur terkena gas air mata, ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Pertama, orang tersebut harus meninggalkan gedung dengan segera dan mencari udara segar jika terkena di dalam ruangan tertutup. Orang tersebut juga harus mencari tempat yang lebih tinggi dari gas-gas yang ditembakkan.
Kedua, seseorang yang telah terkena gas air mata harus menutupi mulut dan hidung mereka dengan pakaian atau jaket yang bersih. Penggunaan masker debu atau kacamata juga bisa sedikit membantu.
Jika telah terkena, pakaian yang terkena gas air mata harus dilepas secepat mungkin, tanpa menariknya ke atas kepala. Mereka bisa menyegel pakaian tersebut di tas plastik dan ditempatkan secara proporsional.
Orang yang telah terkena pun harus segera mencuci wajah dan tubuh menggunakan sabun dan air untuk melepaskan zat kimia yang menempel. Jika merasakan sensasi terbakar, segeralah cari pertolongan medis.
Perawatan standarnya adalah membilas semua jejak-jejak bahan kimia yang menempel di kulit, dinginkan dengan air, dan diselimuti. Jika sensasi terbakar terasa di mata, mereka bisa membilasnya selama 10-15 menit dengan air bersih.
Jangan lupa lepaskan kontak lensa. Tujuannya adalah melepaskan jejak kimia untuk mencegah kerusakan lanjutan pada mata.
Sementara, mereka yang mengalami masalah pernapasan harus segera mendapat bantuan oksigen. Penderita asma juga harus mendapat ruang terbuka untuk udara dan napas buatan.
(lth/arh)