Hujan Es Guyur Depok, Pakar Jelaskan Proses Pembentukannya
Sejumlah pakar klimatologi mengungkapkan proses pembentukan air hujan menjadi es seperti yang terjadi di Depok, Jawa Barat, Selasa (10/1) sore.
Sebelumnya, media sosial dihebohkan soal hujan es di Depok. Sejumlah video yang beredar merekam hujan deras disertai angin kencang dengan latar suara es berjatuhan.
Koordinator Team Reaksi Cepat (TRC) Penanggulangan Bencana Dinas Damkar dan Penyelamatan Kota Depok Merdi Setiawan menyebut hujan es itu terjadi pada pukul 15.50 WIB.
Lihat Juga : |
Pakar klimatologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Emilya Nurjani mengatakan hujan es atau sering disebut hail merupakan hasil dari pembentukan awan Cumulonimbus (CB) yang tumbuh vertikal melebihi titik beku air.
Kemudian, awan ini tumbuh di ketinggian sekitar 450 meter di atas permukaan laut (mdpl) hingga bisa mencapai 10.000 mdpl pada saat masa udara dalam kondisi tidak stabil.
"Awan bagian bawah (awan panas) mengandung uap air yang turun sebagai hujan yang kita kenal, sedangkan bagian atas awan (awan dingin) mengandung es. Bagian ini yang jatuh sebagai hail karena suhu udara di permukaan di Yogya dan Turi mendukung kristal es tetap membeku walau ukurannya lebih kecil," kata Emilya, saat menjelaskan fenomena sejenis di DIY, dikutip situs resmi UGM.
Dia menjelaskan di negara-negara empat musim hail yang jatuh berukuran besar pada saat musim dingin. Pasalnya, suhu udara di permukaan juga dingin yang membuat hail tidak mencair saat turun.
Emilya mengatakan penyebab utama fenomena hujan es ini lebih terkait dengan kelembapan tinggi, massa udara yang tidak stabil, serta suhu permukaan bumi yang mendukung.
Di samping itu, ada faktor perubahan suhu udara di troposfer (lapisan atmosfer paling rendah) bagian atas tempat terbentuknya awan-awan yang mengandung es.
"Jika suhu di permukaan bumi cukup rendah maka kristal es akan mencapai bumi dalam bentuk es atau hail, tetapi kalau suhu di permukaan bumi cukup panas maka kristal es akan sampai di permukaan bumi sebagai hujan yg kita kenal," katanya.
Mengandung polutan
Terpisah, Kepala Departemen Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Arie Dipareza Syafei menjelaskan hujan es juga mengandung emisi gas-gas seperti nitrogen dioksida, sulfur dioksida, dan karbon monoksida.
"Dalam kasus hujan es, campuran air tersebut mengalami kristalisasi akibat pergerakan udara yang mempengaruhi suhu," jelasnya dikutip situs resmi ITS.
Arie berharap masyarakat sadar bahwa bongkahan-bongkahan es tersebut mengandung senyawa polutan yang tidak ramah bagi lingkungan dan kesehatan, tak sekadar debu.
Ia pun mewanti-wanti penyebaran polutan yang lebih luas, terutama ketika angin bergerak lurus secara horizontal.
"Jangan mentang-mentang hujan es, dipakai untuk minum es teh," tandas dia, yang merupakan peraih gelar doktoral di Universitas Hiroshima, Jepang.
(can/arh)