Jakarta, CNN Indonesia --
Hujan diperkirakan masih akan mendominasi sebagian besar wilayah RI setidaknya sampai Maret-April. Lalu kapan kemarau kering itu datang?
Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperingatkan kedatangan El Nino pada musim kemarau tahun ini. Hal itu membuat curah hujan makin rendah.
Efeknya, kemarau menjadi kembali normal alias kering. Tiga tahun belakangan, kemarau terbilang basah karena tetap banyak hujan sebagai efek La Nina.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Maret mayoritas masih hijau; curah hujan tinggi," ungkap Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, dalam konferensi pers Jumat (27/1), "April masih mayoritas hijau."
Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto, dikutip dari Antara, Sabtu (28/1), mengungkap beberapa faktor yang berpengaruh terhadap curah hujan yang masih tinggi dalam setidaknya sepekan ke depan.
Pertama, Osilasi Madden-Julian (MJO) yang diprediksi mulai aktif kembali di wilayah barat Indonesia.
Kedua, Monsun Asia dan aliran lintas ekuator. Ketiga, perlambatan angin dan belokan angin di sekitar wilayah Indonesia.
Keempat, bibit siklon tropis 94S di Samudera Hindia sebelah barat daya Lampung dengan kecepatan angin maksimum 37 kilometer per jam dan tekanan udara minimum 1.005 milibar.
Kelima, bibit siklon tropis 90B yang berada di Samudera Hindia sebelah barat Aceh dengan kecepatan angin maksimum 37 kilometer per jam dan tekanan udara minimum 1.006 milibar.
Potensi kedua bibit siklon tropis tersebut untuk tumbuh menjadi siklon tropis dalam 24 jam ke depan berada dalam kategori rendah.
"Kondisi tersebut dapat berkontribusi meningkatkan pertumbuhan awan hujan dan potensi cuaca signifikan dalam sepekan ke depan," ungkap Guswanto, Sabtu (28/1) dikutip dari Antara.
Dampaknya, beberapa wilayah tetap diguyur hujan potensi siaga hujan lebat untuk periode 28-30 Januari 2023.
Yakni, sebagian wilayah Aceh, Sumatera Barat, Bengkulu, Kepulauan Riau, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Utara.
Di samping itu, potensi hujan sedang hingga lebat berpotensi "terjadi hampir di seluruh daerah" dalam rentang waktu 28 Januari sampai 2 Februari 2023.
Ia juga mengungkap potensi gelombang tinggi diprakirakan terjadi di wilayah perairan Indonesia pada 28 Januari sampai 1 Februari. Ketinggiannya, kata Guswanto, antara 2,5 meter sampai lebih dari 6 meter.
Gelombang laut ekstrem dengan ketinggian di atas 6 meter tersebut berpotensi terjadi di Laut Natuna Utara.
Kronologi kemarau kering di halaman berikutnya...
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati memperkirakan sejumlah daerah bakal mengalami penurunan curah hujan di 2023 akibat fenomena El Nino. Alhasil, Indonesia akan masuk musim kemarau yang terbilang kering.
"Dengan adanya prediksi ini El Nino itu aliran massa udara basah dari Indonesia berbalik ke Samudera Pasifik. Jadi yang Indonesia menjadi kering karena aliran massa udara ini bergerak ke samudra pasifik jadi ini lawan dari La Nina," kata dia, Jumat (27/1).
Dwikorita mengatakan musim kemarau kering ini merupakan efek fenomena El Nino, yang merupakan kebalikan dari La Nina yang menyelimuti Indonesia sejak tiga tahun lalu.
"Poin ini yang harus disiapkan untuk menghadapi fenomena yang relatif yang basah 3 tahun kemarin, dan saat ini tiba-tiba menjadi kering," kata mantan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut.
Berikut kronologi kedatangan kemarau kering:
Februari
Dwikorita mengungkap mulai Februari curah hujan ada "di bawah normal" di sejumlah wilayah, seperti Sumatera bagian tengah, Kalimantan bagian tengah, dan sebagian Papua.
"Perlu dicermati yang berwarna coklat-coklat (curah hujan rendah) mulai muncul di bulan Februari di Riau, Sumut, dan Jambi. Ini merupakan indikasi bahwa curah hujan bulanan menurun artinya rendah. Itu bisa dianggap sebagai kemarau," ungkap dia.
"Juga terjadi di Sulawesi dan di Papua. Perlu diwaspadai terjadi karhutla," lanjut Dwikorita.
Maret
Pada Maret, Dwikorita mengungkap mayoritas daerah masih punya curah hujan tinggi dengan beberapa provinsi mengalami penurunan.
"Riau masuk musim hujan relatif rendah," ujarnya, "Orang di wilayah Madura, Jatim, Nusa Tenggara harus mewaspadai curah hujan rendah kategori kurang dari 100 mm per bulan."
Mei
Kepala BMKG menambahkan pada Mei wilayah dengan kategori oranye hingga coklat alias curah hujan menengah hingga rendah itu semakin meluas.
"Jatim merata pada bulan Mei. Ini curah hujan rendah kurang 100 mm per bulan," ucapnya.
[Gambas:Photo CNN]
Dia juga mengatakan beberapa wilayah Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara menghadapi fase transisi pada Maret-Mei.
"Yang harus diwaspadai biasanya fenomena cuaca ekstrem yang sering muncul, angin kencang angin puting beliung dan bisa jadi hujan lebat meskipun singkat," urai dia.
Juni
Pada Juni, BMKG memperkirakan penurunan curah hujan terjadi di Maluku bagian utara serta Papua bagian tengah dan selatan. Pada saat yang sama, katanya, penurunan curah hujan di Jawa dan Sumatera semakin meluas.
"Juni-Juli semakin merona oranye-coklat, artinya curah hujan semakin rendah dan semakin luas," jelas Dwikorita.
"Bahkan di Jawa Timur coklat gelap, artinya curah hujan kurang mendekati 20 mm per bulan. Ini makin meluas seluruh Indonesia," tandasnya.
Akhir kemarau
Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG Dodo Gunawan memperkirakan El Nino yang terbilang lemah akan melanda setidaknya hingga Agustus. Ia pun memprediksi kekeringan tuntas pada Oktober.
"Peluang 50 persen untuk mengalami El Nino lemah itu pada periode Juni, Juli, Agustus. Dampak kekeringan, ya," ujar dia, dalam konferensi pers yang sama.
"Ini curah hujan berkurang, kita harus mengantisipasi kekeringan tapi inshallah engga panjang, Oktober semoga sudah selesai," tandas dia.