Bagaimana Sains Memandang Isra Mi'raj?

CNN Indonesia
Sabtu, 18 Feb 2023 07:20 WIB
Bagaimana sains melihat perjalanan Isra Mi'raj yang bahkan cahaya, kecepatan tertinggi di semesta versi fisika, saja tak mampu melampauinya?
Ilustrasi. Cahaya punya batas kecepatan. Sinar Matahari yang kita dapat saat ini adalah yang 8 menit lalu terpancar. (Iggoy el Fitra)

Thomas Djamaluddin, Profesor Riset Astronomi-Astrofisika Pusat Riset Antariksa, Organisasi Riset Penerbangan dan Antaraksa (ORPA), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), mengungkapkan Isra Mi'raj ada kaitannya dengan perjalanan antar-dimensi.

Ia merujuk kepada perjalanan Rasulullah menggunakan buraq untuk sampai ke langit ke tujuh atau Sidratul Muntaha.

"Sidratulmuntaha ini lambang batas yang tidak seorang manusia atau makhluk lain bisa mengetahui lebih jauh," kata Thomas dalam siaran di kanal Youtube Alhidayah Badan Geologi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lihat Juga :

Thomas mengatakan pada dasarnya manusia hidup dalam dimensi ruang-waktu. Dimensi manusia dibatasi oleh ruang dan waktu tersebut.

Hal itu dibuktikan dengan adanya ruang, jarak jauh-dekat, masa lampau-sekarang, masa depan, serta waktu singkat dan lama. Menurut Thomas ketika mengendarai Buroq, Rasulullah sedang keluar dari dimensi tersebut.

"Dan dengan Buroq itu (Rasulullah SAW) keluar dimensi waktu ruang. Pertemuan di langit itu menggambarkan Rasul tidak lagi terikat pada waktu," kata Thomas.

"Jadi tidak perlu lagi bertanya, dan tidak relevan lagi bertanya di mana itu [pertemuan di langit yang ketujuh]. Sudah keluar dari dimensi ruang waktu," imbuhnya.

Tujuh lapis langit

Thomas juga buka suara soal kisah perjalanan naik ke tujuh lapis langit. Menurut perspektif sains, Thomas mengatakan, dalam peristiwa Isra Mi'raj, tujuh lapis langit itu bermakna benda langit tidak berhingga.

Menurut dia, tidak ada lapisan langit dan atmosfernya secara nyata di alam semesta.

Dalam sains, jelasnya, atmosfer dibedakan berdasarkan derajat suhu dan lainnya, namun tidak secara khusus berlapis. Sementara itu, langit mencakup wilayah orbit satelit, orbit bulan, dan juga tata surya.

"Struktur besar alam semesta yang tidak hingga itu disebut tujuh langit," kata Thomas.

Hal itu dapat dilihat dari analogi makna tujuh langit yang tidak berhingga pada surat Luqman ayat 27.

"Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan lautan (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh lautan (lagi) setelah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat-kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana," tuturnya, mengutip ayat kitab suci.

(lth/arh)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER