Hari besar umat Hindu Bali, Nyepi, yang jatuh pada Rabu (22/3) memiliki sejumlah dampak nyata pada perbaikan lingkungan.
Dampak dari hari raya Nyepi diungkapkan dalam penelitian Ni Kadek Surpi dari Universitas Hindu Indonesia.
Selama perayaan Nyepi, dalam waktu 24 jam, Pulau Bali sepenuhnya diistirahatkan karena ada empat pantangan wajib dipatuhi oleh umat Hindu yang terangkum dalam Catur Brata Penyepian. Yakni, amati karya, amati geni, amati lelungan, dan amati lelanguan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan empat pantangan itu, Bali seakan-akan menjadi pulau mati selama seharian penuh, tanpa suara dan listrik bahkan di malam hari.
"Data menunjukkan bahwa telah terjadi penghematan penggunaan listrik, pengurangan emisi gas karbon dioksida, penghematan bahan bakar bahan bakar, dan peningkatan kualitas udara akibat berhentinya seluruh aktivitas transportasi manusia," ujar Surpi dalam jurnal IOP Science yang diunggah pada 2022.
Peneliti menilai perayaan Nyepi di Bali yang dilakukan oleh umat Hindu telah memberikan dampak yang luar biasa bagi bumi. Dalam penelitiannya, Ni menggunakan data-data yang berasal dari berbagai instansi seperti PLN Bali, Pertamina, Badan Lingkungan Hidup dan instansi terkait.
Data diambil dalam lima tahun terakhir yaitu 2022, 2021, 2020, 2020, 2019, dan 2018.
I G A N Oka Kamasan dalam tesisnya 'Nyepi dan Awig-awig dalam Pelestarian Fungsi Lingkungan (Studi Kasus di Desa Adat Tenganan Pageringsingan, Kabupaten Karangasem, Bali)' di Magister Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro (2003) mengakui fungsi ajaran Nyepi pada lingkungan.
"Pemahaman tentang ajaran agama (contohnya nilai moral Hari Raya Nyepi) dan aturan serta sanksi sosial (contohnya awig-awig) merupakan salah satu cara pada instrumen suasif dalam sistem pengelolaan lingkungan," simpulnya, dikutip dari Jurnal Undip.
"Cara tersebut menumbuhkan kesadaran dan kewajiban secara moral, yang dalam jangka panjang bisa menjadi perilaku yang membudaya," lanjut dia.
Simak rincian efek Hari Raya Nyepi buat lingkungan berikut:
Berdasarkan data yang dihimpun peneliti, pada saat Hari Raya Nyepi atau saat tidak ada intervensi antropogenik (buatan manusia), hubungan antara konsentrasi karbon monoksida (CO) dan suhu udara cenderung konsisten berupa hubungan positif.
Sementara, pada hari-hari di luar Hari Raya Nyepi, hubungan antara CO dan suhu udara cenderung tidak konsisten atau acak dan tidak jelas.
"Hal ini diduga karena faktor antropogenik berupa berbagai aktivitas manusia, seperti transportasi pariwisata, pertanian, perikanan, perdagangan, dan pendidikan, mengganggu hubungan antara konsentrasi CO dan suhu udara," ujar peneliti.
Perayaan ini juga mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 33 persen, berdasarkan data dari Institute for Essential Service Reform (IESR) yang dipublikasikan pada 2020 berdasarkan data selama Nyepi 2019.
"Saat itu Pulau Bali berhasil mengurangi emisi hingga 5.462,74 ton CO2 dalam satu hari," ujar peneliti.
Selain itu, Surpi mengungkapkan penggunaan listrik sehari sebelum Nyepi sedikit meningkat dan menurun drastis pada hari raya berlangsung.
Pada hari biasa, penggunaan listrik sebesar 21.121 MWh. Pada saat hari-H, pemakaiannya cuma 13.427 MWh.
Secara rata-rata, selama Nyepi, Bali menghemat listrik sebesar 60 persen. Hal ini setara dengan penghematan sebesar 4 miliar atau 290 megawatt.
Senada, ada penurunan pula dalam hal pemakaian BBM. Kebutuhan di sektor transportasi dan industri lainnya di Bali masih sepenuhnya bergantung pada BBM dengan total konsumsi 5,2 juta liter per hari.
Bahan bakar ini dibutuhkan untuk melayani kebutuhan 360 ribu mobil, 2,4 juta sepeda motor, industri, transportasi laut, dan nelayan.
Penghematan yang paling signifikan terjadi pada penggunaan BBM untuk transportasi karena praktis tidak ada kendaraan yang beroperasi selama 24 jam.
Pada hari raya Nyepi, Pemerintah dapat menghemat subsidi BBM untuk jenis premium dan solar sebesar Rp12 miliar. Selain itu, negara juga menghemat devisa sekitar Rp 52 miliar.
"Negara menghemat devisa sekitar Rp52 miliar pada hari yang sama," ujar Ni.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melakukan pengukuran polutan partikulat di udara selama Hari Raya Nyepi 3 Maret 2022 dan membandingkannya dengan situasi sehari-hari.
Hasil pengukuran menunjukkan penurunan konsentrasi partikulat debu yang signifikan yang bervariasi di setiap lokasi pada Hari Raya Nyepi 2022 dibandingkan dengan hari-hari lainnya.
(can/lth)