Protes keras berbagai negara muncul menyusul rencana pembuangan limbah radioaktif Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima, Jepang, ke laut. Seburuk apa dampaknya buat lingkungan?
Tokyo Electric Power Company Holdings (TEPCO), operator di PLTN itu, dikutip dari AP, pekan lalu, mengatakan semua peralatan yang diperlukan untuk melepas air limbah radioaktif dari pembangkit Fukushima telah selesai.
Selain itu, fasilitas ini bakal siap untuk pemeriksaan keselamatan oleh regulator Jepang pada periode tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pihaknya operator tengah memasang bagian terakhir dari terowongan bawah laut sepanjang 1 km yang digali untuk melepaskan air lepas pantai, menyelesaikan pembangunan peralatan yang diperlukan yang dimulai Agustus 2022.
Ketua Otoritas Regulasi Nuklir Shinichi Yamanaka mengatakan pemeriksaan keselamatan peralatan dimulai Rabu (28/6).
Rencana ini menuai protes nelayan lokal dan banyak negara, mulai tetangga Jepang seperti China dan Korea Selatan, hingga negara-negara kepulauan Pasifik.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin mengatakan lautan "bukanlah selokan pribadi Jepang."
Ia memperingatkan pelepasan yang diusulkan membawa risiko bagi negara tetangga dan negara-negara Kepulauan Pasifik. Wang menyebut pembuangan itu sebagai langkah egois "yang menempatkan kepentingan bersama seluruh umat manusia dalam bahaya."
Profesor Ilmu Lingkungan University of Portsmouth Jim Smith dalam tulisannya di The Conversation menyebut pembuangan air limbah itu merupakan "opsi terbaik."
"Sebagai pakar ilmu lingkungan, saya telah mempelajari selama 30 tahun lebih di bidang dampak polutan radioaktif terhadap lingkungan. Saya kira, melepaskan air limbah merupakan opsi terbaik," tulisnya dalam artikel berjudul Fukushima to release wastewater - an expert explains why this could be the best option.
Menurutnya, air limbah yang diproduksi di Fukushima telah diolah yang membuat hampir semua elemen radioaktifnya terbuang.
"Itu termasuk kobalt 60, strontium 90, caesium 137. Namun, tritium (bentuk radioaktif hidrogen) tetap ada di sana (air limbah)," tulis Jim.
Ia menulis ketika atom hidrogen di dalam air digantikan tritium, air tritium radioaktif terbentuk.
"Air yang mengandung tritium (tritiated water) secara kimiawi mirip dengan air normal, yang membuat pemisahannya dari air limbah menjadi mahal, intensif energi, dan memakan waktu," tulis Jim.
"Tetapi seiring berjalannya elemen radioaktif, tritium relatif tidak berbahaya dan keberadaannya sebagai air tritiasi mengurangi dampak lingkungannya. Secara kimiawi identik dengan air biasa, air yang mengandung tritium melewati organisme seperti air sehingga tidak terakumulasi dengan kuat di dalam tubuh makhluk hidup," urainya.
Menurut Jim, hal tersebut menjadikan hewan yang terekspos air itu memiliki konsentrasi tritium di tubuhnya "yang kira-kira sama dengan jumlah tritium di sekitar satwa tersebut."
Efek terhadap DNA di halaman berikutnya...