Hujan lebat di Bali, yang secara resmi sudah masuk musim kemarau, Jumat (7/7) pagi hingga sore, memicu banjir di sejumlah tempat. Sekilas ironi, tapi ahli punya penjelasannya.
Sejumlah banjir terjadi di beberapa titik di Pulau Bali juga menjadi viral di media sosial. Salah satunya yang terjadi di kawasan perumahan di Banjar Sanggulan, Kabupaten Tabanan, Bali.
Terlihat dari video yang viral satu unit mobil terseret arus banjir dan ada juga video yang viral memperlihatkan volume debit air yang meningkat di sungai atau Tukad Unda, di Kabupaten Klungkung, hingga meluap.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
I Nyoman Gede Wiryajaya, Koordinator Bidang Data dan Informasi, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah III Denpasar, mengatakan bahwa kondisi cuaca ekstrem dengan curah hujan ringan dan lebat hampir terjadi di seluruh wilayah Pulau Bali.
"Perlu kita pahami, bahwa yang pertama di Bali itu masih pada kondisi musim kemarau. Kedua, memang ada gangguan yang mengakibatkan terjadinya kondisi ekstrem saat ini, antara lain adanya cuaca ekstrem hujan ringan sampai lebat hampir di seluruh wilayah Bali," kata dia, saat dihubungi Jumat (7/7) sore.
"Angin juga cukup kencang sampai 40 km/jam. Gelombang juga tinggi di selatan Bali, 4,5 sampai 6 meter di selatan Bali. Kemudian adanya potensi banjir rob," imbuhnya.
Lihat Juga : |
Pihaknya memprediksi intensitas hujan akan mulai menurun pada Sabtu (8/7).
"Kita sudah buatkan permodelan. Di tanggal 6 Juli (2023) kemarin itu terjadi hujan yang cukup dan tanggal 7 Juli meningkat, dan tanggal 8 Juli sudah mulai menurun. Kemudian, tanggal 10 hingga dan 11 Juli itu sudah aman, dan tanggal 13 hingga 14 Juli ke atas hujan sudah mulai berkurang," jelasnya.
Menurut Wiryajaya, cuaca ekstrem yang terjadi pada masa kemarau itu dipengaruhi faktor global, lokal, dan regional. Hal ini bukan hanya berpengaruh di Bali, tapi juga di beberapa tempat di Indonesia.
Faktor-faktor itu terdiri dari, pertama, intrusi udara kering dari belahan bumi selatan (BBS). Hal itu mengangkat massa udara di depan batas intrusi hingga menjadi lebih hangat dan lembap, termasuk di wilayah Bali.
Kedua, terbentuk daerah pertemuan dan perlambatan angin atau konvergensi di Samudera Hindia selatan Bali–NTB. "Kondisi ini mampu mendukung pertumbuhan awan-awan hujan."
Ketiga, suhu muka laut di sekitar wilayah Bali umumnya berkisar antara 26-30º C.
"Ini juga berpengaruh ke wilayah Indonesia. Jadi bukan hanya Bali, di Jawa juga berpengaruh. Dan, kelembapan udara untuk wilayah kita juga cukup tinggi, terkonsentrasi di atmosfer rendah di 700 milibar (MB)," ujarnya.
Keempat, faktor global seperti fenomena atmosfer Madden Julian Oscillation (MJO) yang merupakan aktivitas intra-seasonal yang terjadi di wilayah tropis.
Fenomena ini dapat dikenali berupa pergerakan aktivitas konveksi yang bergerak ke arah timur dari Samudera Hindia ke Samudera Pasifik. MJO biasanya muncul setiap 30 sampai 40 hari.
"[MJO] sekarang [fase] kedua di Samudera Hindia," ujarnya.
Pihaknya juga menghimbau masyarakat lebih berhati-hati dan waspada terhadap potensi bencana yang bisa terjadi sebagai dampak dari kondisi cuaca ekstrem yang terjadi di Bali belakangan ini.
"Masyarakat selalu mengupdate informasi BMKG khususnya peringatan dini untuk dapat dimanfaatkan dalam pengurangan risiko bencana," tutup dia.
(kdf/arh)