Februari jadi momen saat es laut Antartika mencapai titik terendah di musim panas sejak pencatatan satelit dimulai 45 tahun lalu. Ahli menjelaskan pemicunya.
Beberapa bulan kemudian, tepatnya Juni, selama 'fase pertumbuhan musim dingin' es laut yang mengambang di sekitar Antartika masih berjuang untuk pulih.
Lini masa es laut di Antartika yang disusun oleh para peneliti di Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional AS (NOAA) menunjukkan cakupan es laut pada bulan Juli masih jauh di bawah yang seharusnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dibandingkan dengan cakupan es laut musim dingin sebelum tahun 2010, lautan sekarang kehilangan sekitar 2,6 juta kilometer persegi es atau hampir empat kali lipat luas Texas.
"Untuk mengatakan belum pernah terjadi sebelumnya tidaklah cukup kuat," kata ahli oseanografi fisik Edward Doddridge, mengutip Science Alert, Rabu (26/7).
Saat itu, rekor terendah telah mencapai tingkat peristiwa 5 sigma, yang merupakan ambang batas di mana para peneliti meyakini apa yang mereka lihat bukan hanya variabilitas acak dari kekacauan alam semesta yang sedang bekerja.
"Bagi Anda yang tertarik dengan statistik, ini adalah peristiwa lima sigma," jelas Doddridge.
"Jadi, ini adalah lima standar deviasi di luar rata-rata. Artinya, jika tidak ada yang berubah, kita akan mengalami musim dingin seperti ini setiap 7,5 juta tahun sekali," imbuhnya.
Sejak saat itu, suhu telah mencapai 6,4 standar deviasi dari rata-rata 1991 hingga 2020.
Doddridge mengatakan krisis iklim kemungkinan besar menjadi penyebabnya. Meskipun demikian, bagaimana krisis iklim mendorong pencairan es laut yang begitu ekstrem masih belum diketahui secara jelas.
Selama bertahun-tahun, es di Antartika telah mencair dengan cara yang tidak pernah diprediksi oleh model iklim. Ketidaksesuaian ini memperjelas bahwa para ilmuwan belum memiliki pemahaman terperinci tentang bagaimana lautan, es, dan atmosfer di belahan bumi selatan berinteraksi.
Akibat suhu atmosfer global telah menghangat karena emisi bahan bakar fosil, bukti menunjukkan permukaan samudra selatan agak mendingin, sementara bagian yang lebih dalam menghangat.
![]() |
Permukaan air yang lebih dingin mungkin terdengar seperti kondisi yang penuh harapan bagi es laut yang mengapung, tapi setelah bertahun-tahun mengalami peningkatan cakupan es, es laut Antartika tiba-tiba runtuh pada 2016. Penyebab hal ini masih dicari tahu oleh para peneliti.
Studi awal menunjukkan angin yang semakin hangat di wilayah tersebut mungkin mendorong pencairan es. Transisi menuju El Nino menciptakan angin barat yang sangat kencang di samudra selatan selama beberapa bulan terakhir.
Hal ini kemungkinan besar memecah banyak es laut baru yang biasanya terbentuk saat musim dingin tiba. Namun, ilmuwan iklim dari Universitas Princeton Zachary Labe dalam sebuah postingan blog menyebut hal ini tidak dapat sepenuhnya menjelaskan besarnya es laut yang hilang.
Arus pasang air hangat juga bisa menggerogoti gunung es dari bawah.
Labe berpendapat kurangnya es juga membantu meningkatkan suhu udara permukaan, yang pada gilirannya mungkin menghangatkan air permukaan untuk menciptakan lingkaran umpan balik positif yang selanjutnya mencegah pembentukan es.
Jika es laut mencair di sekitar Antartika, para ilmuwan khawatir hal ini bisa memicu lingkaran umpan balik positif lebih lanjut, karena ombak dan angin hangat lebih mudah mencapai pantai.
Tanpa penelitian lebih lanjut, para ilmuwan tidak dapat memprediksi apa yang akan terjadi pada es laut di lautan selatan di tahun-tahun mendatang.
Karena samudra selatan membantu menggerakkan seluruh sirkulasi lautan di Bumi, tampaknya ini adalah sesuatu yang harus segera ditangani.
"Mungkin saja musim dingin berikutnya es akan kembali. Kita bisa berharap. Saya tidak tahu apakah itu akan terjadi," kata Doddridge.
Masalah laut dan atmosfer di halaman berikutnya...