PEMANASAN GLOBAL

Zona Titik Beku Semakin Meninggi, Alasan 'Es Abadi' Kian Langka

CNN Indonesia
Minggu, 27 Agu 2023 08:54 WIB
Pakar mengungkap zona titik beku di dunia semakin meninggi. Simak penjelasan pakar meteorologi dunia.
Ilustrasi. Pakar mengungkap zona titik beku di dunia semakin meninggi. (Foto: MARCO BERTORELLO / AFP)
Jakarta, CNN Indonesia --

Pakar mengungkap zona titik beku di dunia semakin meninggi dalam beberapa waktu terakhir. Itulah alasan es-es abadi di puncak gunung mulai menghilang. 

Juru bicara Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) Clare Nullis mengungkapkan zona titik beku makin tinggi akibat krisis iklim.

Nullis menjelaskan rekor ketinggian untuk titik beku telah ditetapkan sehari sebelumnya, naik ke 5.298 meter, jauh di atas puncak-puncak tertinggi di Eropa, termasuk Mont Blanc, di ketinggian 4.811 meter.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Angka WMO itu menunjukkan kenaikan 115 meter di atas rekor sebelumnya pada 25 Juli 2022 dan tertinggi sejak pengukuran dimulai pada 1954.

Nullis menjelaskan tingkat pembekuan telah diukur oleh balon cuaca Meteo-Suisse di atas Payerne di kanton barat Vaud, Swiss.

"Dampak dari panasnya suhu udara terhadap gletser terlihat jelas di depan mata kita," ujarnya seperti dikutip dari halaman PBB, Rabu (23/8).

"Tingkat pembekuan di gletser, [dan] hilangnya salju sangat dramatis tahun lalu. Sayangnya, dengan gelombang panas terbaru ini, tren tersebut terus berlanjut," sambungnya.

Sementara itu, sebagian besar wilayah Swiss berada dalam level tiga siaga kuning atau siaga merah tingkat atas hingga Kamis.

Suhu di sebagian besar bagian selatan Prancis diperkirakan akan berada di atas 37°C pada hari Selasa, mencapai puncaknya pada suhu 40°C hingga 42°C di wilayah Drome.

Nullis menunjukkan prakiraan cuaca nasional Prancis, Météo-France, yang mengeluarkan peringatan kuning untuk 49 departemen dan peringatan merah untuk empat departemen.

Dia menambahkan ada juga peringatan merah di beberapa bagian Italia, Kroasia serta Portugal dan peringatan panas kuning yang meluas di negara-negara tetangga. Di sisi lain, beberapa bagian Eropa dan khususnya Skandinavia telah mengalami curah hujan yang sangat tinggi.

Norwegia pada Selasa mengeluarkan peringatan merah untuk curah hujan lebat, "risiko yang mengancam jiwa di bagian selatan negara itu", tambah Nullis.

Menanggapi pertanyaan tentang berapa banyak orang yang berisiko terkena panas yang tak kunjung reda, juru bicara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tarik Jašarević, mengatakan statistik dari musim panas lalu menunjukkan lebih dari 61.000 orang telah meninggal akibat panas di 35 negara Eropa di tahun lalu.

Dampak dari suhu ekstrem pada gletser masih dalam penyelidikan, tetapi menurut WMO, efek dari gelombang panas sudah jelas, dengan lapisan salju yang kini hanya ada di ketinggian tertinggi Swiss.

Badan PBB ini mendefinisikan gelombang panas sebagai "periode cuaca panas yang tidak biasa yang berlangsung selama beberapa hari".

Ambang batas yang digunakan untuk mengukur seberapa ekstrem kondisi iklim terjadi adalah periode 30 tahun, dari 1991 hingga 2020.

Meskipun musim panas secara meteorologis akan segera berakhir di belahan bumi utara, masih belum bisa dipastikan apakah gelombang panas saat ini akan menjadi yang terakhir di musim ini.

Di luar Eropa, kondisi panas terus berlanjut di sebagian besar wilayah tengah dan selatan AS, dengan beberapa peringatan panas yang berlebihan yang dikeluarkan di negara bagian tengah dan Texas.

Nullis mengatakan aktivitas siklon tropis di Atlantik juga telah "meningkat" dan tiga sistem tropis yaitu Gert, Franklin, dan Harold menjadi perhatian khusus.

Dari Indonesia, 'es abadi' di puncak Jaya Wijaya disebut mengalami pelelehan dan semakin menghilang. 

[Gambas:Video CNN]



(can/dmi)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER