Musim Kemarau, Sejumlah Daerah Terancam Kekeringan Hingga Oktober

CNN Indonesia
Rabu, 29 Mei 2024 16:44 WIB
BMKG mewanti-wanti potensi kekeringan dampak dari musim kemarau bisa terjadi hingga Oktober. Simak deret wilayah yang berpotensi mengalaminya.
Ilustrasi. BMKG mewanti-wanti potensi kekeringan dampak dari musim kemarau bisa terjadi hingga Oktober. Simak deret wilayah yang berpotensi mengalaminya. (Foto: ANTARA FOTO/MOHAMMAD AYUDHA)
Jakarta, CNN Indonesia --

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mewanti-wanti potensi kekeringan dampak dari musim kemarau bisa terjadi hingga Oktober. Simak deret wilayah yang berpotensi mengalaminya.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan curah hujan sangat rendah bakal terjadi di sejumlah wilayah mulai Agustus 2024. Daerah yang berpotensi mengalami curah hujan sangat rendah yakni Lampung, Jawa, Bali, NTB, NTT, sebagian Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara.

Kemudian, pada September 2024 curah hujan sangat rendah itu masih berpeluang terjadi di Jawa, Bali, NTB, dan NTT.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pada Oktober 2024 kondisi serupa di sebagian Jatim, Nusa Tenggara Barat dan Timur. Dimulai dari Juni hingga Oktober. Ini perlu disiapsiagakan, perlu mitigasi khusus dampak kekeringan," kata Dwikorita dalam keterangan di laman resmi BMKG, Rabu (29/5).

Dwikorita juga menjelaskan saat ini sudah muncul beberapa titik panas awal pada daerah-daerah rawan kebakaran hutan dan lahan. Oleh karena itu, menurutnya sejumlah pihak perlu mewaspadai risiko menengah dan tinggi yang akan terjadi di daerah tersebut.

Oleh karenanya, Dwikorita merekomendasikan kepada pemerintah daerah untuk mengisi waduk-waduk di daerah yang berpotensi mengalami kekeringan selama musim kemarau.

"Lalu, membasahi dan menaikkan muka air tanah pada daerah yang rawan mengalami karhutla ataupun pada lahan gambut," jelas dia.

Dwikorita menyampaikan agar selalu memastikan koneksitas jaringan irigasi dari waduk ke kawasan yang terdampak kekeringan benar-benar memadai, agar upaya modifikasi cuaca dapat terlaksana dengan efektif dan efisien dalam memitigasi potensi bencana kekeringan.

"Daerah yang masih mengalami hujan atau transisi dari musim hujan ke musim kemarau, perlu segera mengoptimalkan secara lebih masif upaya untuk memanen air hujan, melalui tandon-tandon/tampungan-tampungan air, embung-embung, kolam-kolam retensi, sumur-sumur resapan, dan sebagainya, seiring dengan upaya mitigasi dampak kejadian ekstrem hidrometeorologi basah yang sedang dilakukan," kata dia.

Sebelumnya, Dwikorita sudah bersurat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal peringatan potensi kemarau panjang di sejumlah wilayah Indonesia.

Dalam surat tersebut, Dwikorita mengatakan bahwa saat ini sejumlah wilayah Indonesia sudah mengalami kondisi kering, khususnya di daerah-daerah yang berada di bagian selatan Khatulistiwa.

Hal tersebut berdasarkan Hari Tanpa Hujan (HTH) yang menunjukkan mayoritas wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara sudah mengalami HTH sepanjan 21-30 hari atau lebih panjang.

"Analisi curah hujan dan analisis sifat hujan untuk 3 dasarian terakhir juga menunjukkan bahwa kondisi kering sudah mulai memasuki wilayah Indonesia, khususnya di bagian selatan Khatulistiwa," kata Dwikorita dalam surat tersebut, Senin (27/5).

Ia mengatakan sebanyak 19 persen dari zona musim (ZOM) sudah masuk muism kemarau, dan diprediksi sebagian besar wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara segera menyusul memasuki musim kemarau dalam 3 dasarian ke depan.

"Prediksi curah hujan wilayah Indonesia dan prediksi sifat hujan menyatakan bahwa kondisi kekeringan saat musim kemarau akan mendominasi wilayah Indonesia sampai akhir bulan September," jelas Dwikorita.

Oleh karena itu, menurutnya daerah dengan potensi curah hujan bulanan sangat rendah dengan kategori kurang dari 50mm per bulan perlu mendapatkan perhatian khusus untuk mitigasi dampak kekeringan.

[Gambas:Video CNN]



(tim/dmi)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER