Bryn Hubbard, profesor glasiologi dari Aberystwyth University, mengungkap bahwa saat ini saja lapisan es Greenland sudah mencair lebih dari 300 miiar meter kubik es per tahun dan berdampak pada naiknya permukaan air laut global kurang dari satu milimeter per tahun.
Dalam tulisannya di The Conversation, Hubbard menjelaskan bahwa salah satu kekhawatiran utama adalah bahwa pemanasan lebih lanjut dapat melewati ambang batas kritis, yang kadang-kadang disebut sebagai "titik kritis".
Sebagai contoh, ketika udara menghangat, lebih banyak es yang mencair, menurunkan ketinggian permukaan es dan karenanya membuatnya terpapar pada suhu udara yang lebih hangat dan lebih banyak mencair - bahkan tanpa pemanasan atmosfer yang berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mencairnya es di Greenland tidak hanya berdampak buruk pada kenaikan permukaan air laut. Di sisi lain, hal ini juga dapat membuka kotak pandora penyebaran virus-virus dan patogen purba yang selama ini terkubur di dalam lapisan es Greenland.
Organisme mematikan yang telah lama terkubur lalu kemudian muncul lagi setelah es mencari memang tampak seperti cerita film-film fiksi yang diproduksi Hollywood.
Namun menurut Corey J.A. Bradshaw, profesor ekologi global di Flinders University, potensi kemunculan virus atau patogen purba dari es yang mencair pada faktanya cukup nyata.
Ia mengungkap sejumlah contoh virus dan bakteri berbahaya yang mematikan muncul kembali setelah lapisan es mencair.
Misalnya, pada tahun 2003, bakteri dihidupkan kembali dari sampel yang diambil dari bagian bawah inti es yang dibor ke dalam lapisan es di dataran tinggi Qinghai-Tibet. Es pada kedalaman tersebut berusia lebih dari 750.000 tahun.
Pada tahun 2014, virus "zombie" raksasa Pithovirus sibericum dihidupkan kembali dari lapisan es Siberia yang berusia 30.000 tahun.
Dan pada 2016, wabah antraks (penyakit yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis) di Siberia barat disebabkan oleh pencairan spora B. anthracis yang cepat di lapisan es. Wabah ini menewaskan ribuan rusa kutub dan berdampak pada puluhan orang.
Bradshaw mengatakan, dari hasil simulasi yang ia lakukan bersama timnya, diperkirakan ada 4 sextilion (4.000.000.000.000.000.000) mikroorganisme yang dilepaskan dari pencairan es setiap tahunnya. Jumlah ini hampir sama dengan perkiraan jumlah bintang di alam semesta.
"Simulasi kami menunjukkan bahwa 1 persen dari simulasi pelepasan satu patogen yang tidak aktif dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang besar dan hilangnya organisme inang secara luas di seluruh dunia," ujar Bradshaw, mengutip The Conversation.
Ia mengatakan, meski timnya tidak memodelkan potensi risiko bagi manusia, faktanya patogen 'penjelajah waktu' itu dapat berkembang biak dan merusak komunitas inang secara parah dan cukup mengkhawatirkan.
Mereka juga menyoroti satu lagi sumber kepunahan spesies yang berpotensi terjadi di era modern, sebuah sumber yang bahkan tidak termasuk dalam model kepunahan terburuk.
Virus-virus penting seperti SARS-CoV-2, Ebola, dan HIV kemungkinan besar ditularkan ke manusia melalui kontak dengan inang hewan lainnya. Jadi, masuk akal jika virus yang dulunya terikat di dalam es dapat masuk ke dalam populasi manusia melalui jalur zoonosis.
"Meskipun kemungkinan munculnya patogen dari es yang mencair dan menyebabkan kepunahan yang dahsyat masih rendah, hasil penelitian kami menunjukkan bahwa hal ini bukan lagi fantasi yang tidak perlu dipersiapkan," pungkasnya.
(tim/dmi)