Sudah Bulan Agustus, Kenapa Jabodetabek Masih Rutin Hujan?
Sejumlah wilayah, termasuk Jabodetabek, masih kerap diguyur hujan dengan intensitas lebat dalam beberapa waktu terakhir, meski sudah memasuki bulan Agustus yang seharusnya musim kemarau. Lantas, kenapa masih hujan?
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi hujan masih akan terus turun di sejumlah wilayah selama musim kemarau.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyebut hasil prediksi curah hujan bulanan menunjukkan anomali curah hujan yang sudah terjadi sejak Mei 2025 akan terus berlangsung, dengan kondisi curah hujan di atas normal terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia hingga Oktober 2025.
"Melemahnya Monsun Australia yang berasosiasi dengan musim kemarau turut menyebabkan suhu muka laut di selatan Indonesia tetap hangat dan hal ini berkontribusi terhadap terjadinya anomali curah hujan tersebut," kata Dwikorita dalam konferensi pers daring awal Juli lalu.
Kemudian, gelombang Kelvin aktif yang terpantau melintas di pesisir utara Jawa, disertai perlambatan dan belokan angin di Jawa bagian barat dan selatan turut memicu penumpukan massa udara.
Selain itu, konvergensi angin dan labilitas atmosfer lokal juga terpantau kuat sehingga mempercepat pertumbuhan awan hujan.
Berdasarkan iklim global, BMKG dan beberapa pusat iklim dunia memprediksi ENSO (suhu muka air laut di Samudra Pasifik) dan IOD (suhu muka air laut di Samudra Hindia) akan tetap berada di fase netral pada semester kedua tahun 2025.
Artinya, dapat dipastikan bahwa sebagian wilayah Indonesia akan mengalami curah hujan di atas normal dari yang seharusnya terjadi di musim kemarau atau disebut juga dengan kemarau basah.
Deputi Bidang Klimatologi Ardhasena Sopaheluwakan mengonfirmasi kondisi cuaca yang terjadi saat ini masih sesuai dengan prakiraan yang dikeluarkan BMKG pada Juli lalu.
"Betul, masih sesuai prediksi," katanya kepada CNNIndonesia.com, Senin (4/8).
Pakar Klimatologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin pada Juli lalu juga memprediksi curah hujan akan terus tinggi hingga Agustus. Menurutnya, curah hujan pada Agustus bahkan akan lebih tinggi dari Juli.
"Nanti Agustus itu 2 kali lipat hujan yang sekarang. Terjadi di dasarian ketiga. Dasarian ketiga itu berarti tanggal 21 sampai akhir Agustus," katanya dalam sebuah unggahan di media sosial X, Senin (7/7).
Menurutnya, cuaca buruk pada periode Agustus kemungkinan sifatnya lebih merata. Ia mengatakan vorteks akan lebih dekat dengan wilayah Indonesia dan menimbulkan peningkatan intensitas dua kali lipat dibandingkan saat ini.
"Oleh karena itu pemerintah agar bersiap dan memitigasi banjir meluas di Jabodetabek, yang berpotensi menimbulkan kerugian Rp2-10 triliun jika terjadi banjir selama seminggu. Masyarakat agar waspada, terutama yang tinggal di sekitar DAS," tuturnya.
(lom/dmi)