Komdigi Sebut Indonesia Potensi Menguasai Data Center di Asia Tenggara

CNN Indonesia
Selasa, 02 Sep 2025 06:50 WIB
Indonesia punya peluang untuk bersaing di industri data center di Asia Tenggara. CNN Indonesia/Adhi Wicaksono
Jakarta, CNN Indonesia --

Denny Setiawan, Direktur Kebijakan dan Strategi Infrastruktur Digital (Komdigi), membahas soal persaingan data center di Asia Tenggara.

Menurutnya, Indonesia memiliki peluang besar di kawasan ini, mengingat ratusan juta pengguna ponsel di Indonesia.

"Kenapa Indonesia menarik di kawasan ASEAN dan juga di dunia, karena kita nomor empat lah paling besar di dunia, paling enggak kita udah 354 juta (pengguna) koneksi selular, satu orang punya dua HP. Kemudian juga pasar pusat datanya meningkat tumbuh pesat dengan CAGR 14 persen hingga tahun 2028," ujar Denny di Jakarta, Jumat (29/8).

Ia menjelaskan, untuk dapat bersaing di kawasan ini, Indonesia perlu mengembangkan ekosistem pusat data dengan menciptakan iklim investasi yang menarik. Hal tersebut bisa dilakukan dengan menawarkan insentif dan menyederhanakan regulasi.

Ia mengatakan, insentif pajak bagi penyedia pusat data dan pelanggan yang mengimpor perangkat ke pusat data dapat meningkatkan daya saing Indonesia, terutama jika dibandingkan dengan negara-negara kompetitor di ASEAN seperti Malaysia, Thailand, dan Vietnam.

"Agar insentif ini efektif, skema yang diterapkan harus disertai dengan kepastian kebijakan jangka panjang untuk meyakinkan investor," tutur Denny.

Ia juga menyoroti soal sebaran pusat data yang saat ini mayoritas berada di Jakarta, Cikarang, dan Batam. Menurutnya, pembangunan pusat data perlu diarahkan ke wilayah lain di barat, tengah, dan bahkan timur Indonesia.

"Kita enggak bisa tergantung semuanya hanya di Jakarta sama Batam. Nanti kalau semuanya di Jakarta 5-10 tahun lagi kita abis listrik, abis air," katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Chairman Indonesia Datacenter Provider (IDPRO) Hendra Suryakusuma menyebut air dan listrik adalah elemen penting dalam industri data center. Masalah pada kedua komponen tersebut bisa membuat industri data center terganggu, sehingga perlu menjadi perhatian.

"Di tahun 2019, Singapura terkena moratorium, karena jumlah listrik yang di-consume oleh data center industry, sudah mendekati 3 persen," ucap Hendra.

Moratorium serupa terjadi di Malaysia di mana industri data center mereka harus berbagi air dengan industri sawit.

"Di April kemarin, ternyata Johor Baru itu kekurangan air, karena mereka harus berbagi dengan industri sawit. Jadi, dimoratorium juga sekarang di Johor Baru," jelasnya.

"Makanya, sekarang kalau kita lihat Batam bisa jadi sesuatu yang menarik. Apalagi di Nongsa Digital Park sebagai KEK, kawasan ekonomi khusus," imbuhnya.

Lokasi ideal dan pasokan listrik

Denny mengatakan lokasi ideal untuk membangun data center adalah berdekatan dengan titik pendaratan sistem komunikasi kabel laut (SKKL) untuk meminimalisasi latensi data.

Selain masalah lokasi, ketersediaan energi hijau menjadi salah satu faktor penting untuk menarik investasi. Dengan demikian, perlu adanya mekanisme nasional yang terintegrasi untuk pendataan lokasi dan kapasitas pusat data.

"Data yang terintegrasi akan memberikan peta jalan yang lebih terarah untuk pengembangan di masa depan," terang Denny.

Lebih lanjut, pasar pusat data dan komputasi awan di ASEAN diprediksi mencapai US$600 miliar pada 2030, bahkan bisa menembus US$1 triliun jika ditopang kebijakan tepat. Indonesia sendiri diperkirakan memiliki prospek bisnis data center mencapai US$5,82 miliar di 2030, meningkat dari US$2,52 miliar pada 2025.

Saat ini, Indonesia sendiri memiliki kapasitas pusat data sekitar 500 MW. Namun, menurut Structure Research, Indonesia idealnya memiliki kapasitas data center sebesar 2.700 MW.

(lom/mik)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK