Jakarta, CNN Indonesia -- Dalam menjalani hubungan jenis apa pun, rasanya hampir mustahil selalu berjalan mulus tanpa ada riak-riak, termasuk hubungan ayah dan anak. Begitu pula dengan kondisi hubungan Heli dan Mahmud dalam
Mencari Hilal.Mahmud (Deddy Sutomo) adalah seorang pedagang tua lulusan pesantren yang memegang teguh prinsip berdakwah. Ia rela meninggalkan semua yang ia miliki demi menyampaikan ajaran yang ia pahami.
Meski sering berdakwah, tapi bukan berarti Mahmud lantas disukai seperti dai artis yang sering tampil di televisi. Pola komunikasinya yang cenderung lugas dan apa adanya, kerap kali menyinggung orang lain, bahkan tak ayal banyak yang memusuhinya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ternyata yang bermasalah bukan hanya lingkungan pasar ataupun rumah tempat tinggal Mahmud, sang anak pun memiliki konflik dengannya. Heli (Oka Antara), putra satu-satunya yang menjadi aktivis lingkungan pun kerap bersitegang dengan Mahmud.
Heli beranggapan cara yang dilakukan Mahmud hanyalah usaha yang kuno dan tak memiliki imbas sosial seperti kegiatannya. Sedangkan Mahmud, menganggap Heli telah jauh dari agama hingga dengan tak ragu menyebut putranya sendiri telah "sesat" karena kesekulerannya.
Keinginan Heli hanyalah satu saat menginjakkan kaki ke rumahnya kembali setelah sang ibu meninggal, ia hanya memohon kakaknya dapat membuatkan paspor guna misi Heli membela isu lingkungan ke luar negeri.
Di sisi lain, Mahmud tengah mengalami kegundahan karena Kementerian Agama yang ia anggap selama ini benar, diduga melakukan tindakan pemborosan hanya untuk menentukan hilal atau tanda masuk bulan baru dalam kalender Islam.
Mahmud pun bertekad membuktikan bahwa mencari hilal tidaklah memboroskan uang negara, dengan cara menapak tilas ajarannya saat pesantren dahulu. Dan untuk mendapatkan izin dari sang anak, Helina, ia harus pergi sembari ditemani Heli.
Perjalanan panjang pun dimulai. Mahmud yang selalu meyakini cara tradisional harus berbenturan argumen dan ego dengan anaknya sendiri yang menggantungkan diri pada teknologi. Permasalahannya, pada dasarnya Heli dan Mahmud memiliki sifat yang sama, keras kepala.
Ismail Basbeth mungkin terkesan asing bila dibandingkan dengan Garin Nugroho ataupun Angga Dwimas Sasongko. Pria asal Yogyakarta ini mengaku membuat film ini berdasarkan pengalamannya sendiri berhadapan dengan sang ayah.
Meski tak setenar Garin, tetapi Ismail membuktikan filmnya dapat bersanding dengan karya sutradara Indonesia yang mendunia itu di kategori Film Terbaik Festival Film Indonesia 2015.
Meski terkesan religi, namun sebenarnya
Mencari Hilal adalah film drama pada umumnya. Ismail menggunakan ide sederhana yang biasa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, perselisihan karena berbeda sudut pandang.
Latar penentuan hari besar keagamaan digunakan Ismail guna mencerminkan perbedaan sebenarnya bukan menjadi sebuah masalah sosial. Yang menjadi masalah seringkali adalah cara manusia menghadapi perbedaan yang ada.
Film ini mungkin akan terasa "sangat Hanung Bramantyo" mengingat sutradara yang kerap melontarkan sindiran melalui karyanya itu juga berperan sebagai Produser Eksekutif.
Namun terlepas dari sensasi rasa "Hanung" tersebut, Ismail secara jujur mengungkapkan kejadian sosial yang ada di masyarakat Indonesia yang beragam tetapi sulit menerima keberagaman, atau membesar-besarkan keberagaman.
Dalam kehidupan keseharian, film ini pun juga menggambarkan bahwa perbedaan ataupun keberagaman adalah sebuah keniscayaan, bahkan dalam hubungan ayah dan anak.
Salman Aristo sebagai penulis pun dengan halus namun sangat jujur menuturkan kisah yang menyentil tapi sarat pelajaran. Dikombinasikan dengan gaya penyutradaraan Ismail yang terasa kental "idealisme," justru menjadikan
Mencari Hilal sebuah kombinasi yang unik antara film seni dengan cerita yang ringan.
Kualitas sinematografi dan cerita yang cukup baik menjadi catatan yang menyedihkan karena film ini tak mendapatkan dukungan komersil dengan baik. Sebuah kejadian yang miris film dengan cerita kuat, sarat makna, dan eksekusi sinematik yang baik, harus kalah rela turun layar cuma karena penonton yang tak memenuhi bangku bioskop.
Meski tak berjaya di layar komersil, tetapi
Mencari Hilal terbukti dapat diputar di berbagai festival film internasional seperti Tokyo International Film Festival, pada akhir Oktober lalu. Hal ini membuktikan bahwa film Indonesia sebenarnya secara cerita dapat diterima dan dipahami oleh masyarakat dunia.
Sekarang permasalahannya, apakah
Mencari Hilal mendapatkan kesempatan kembali untuk mendapatkan kejelasan tempat di masyarakatnya sendiri, atau ia harus tetap mencari dalam keremangan, seperti ketika mencari hilal itu sendiri entah secara rukyat ataupun hisab.
(end/vga)