'A Copy of My Mind,' Ungkapan Jujur Joko Anwar

Endro Priherdityo | CNN Indonesia
Minggu, 22 Nov 2015 15:22 WIB
Dalam A Copy of My Mind, sutradara Joko Anwar menghadirkan gambaran kehidupan Jakarta secara lebih jelas, nyata, dan dekat.
Tara Basro dan Chicco Jerikho di film A Copy of My Mind karya Joko Anwar. (CNNIndonesia Internet/Dok. CJ Entertainment)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kehidupan Ibu Kota sering ditampilkan penuh kemewahan dan kesibukan perkantoran. Tapi dalam A Copy of My Mind, sutradara Joko Anwar menghadirkan gambaran kehidupan Jakarta secara lebih jelas, nyata, dan dekat.

Kisah A Copy of My Mind sangatlah sederhana. Berlatar sibuknya Indonesia menjelang Pemilihan Presiden pada 2014 lalu, Joko menampilkan kehidupan sepasang jelata yang tak sengaja terjebak pusaran politik busuk para pejabat.

Sari (Tara Basro) hanyalah seorang pemijat wajah di sebuah salon kecantikan kalangan menengah. Tak ada yang spesial dari hidupnya, bahkan cenderung membosankan. Ia sepenuhnya menyadari hal itu. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hari-harinya dilalui dengan ritme monoton: Bangun kala subuh, antre mandi dengan penghuni kosan lain, berangkat kerja, membeli dan menonton DVD bajakan, lalu tidur. Begitu seterusnya.

Sari bercita-cita mempunyai home theatre yang membuatnya "tenggelam" dalam imajinasi film thriller Hollywood yang kadang mengada-ada. Suatu kali, hobi mengantarkan Sari kepada seorang pria.

Pria itu, Alek (Chicco Jerikho), bekerja sebagai penerjemah teks film bajakan. Selama bertahun-tahun, ia mendapatkan penghasilan dari salah satu rantai industri pembajakan yang jelas-jelas melanggar hukum.

Suatu kali, hasil terjemahan Alek diprotes oleh Sari. Wanita berambut panjang itu pun meminta ganti rugi. Lantaran tak sesuai harapannya, maka Sari memilih mengutil DVD baru.

Alek memergoki tindakan tukang salon itu. Dengan sedikit ancaman, Alek berhasil membuat Sari takluk. Selanjutnya, mereka memadu kasih.

Namun kisah menjadi sedikit berwarna ketika Sari iseng mengutil DVD dari seorang klien salon. Klien ini tak sembarangan. Mirna adalah makelar undang-undang yang kerap mempertemukan para anggota dewan dengan pengusaha. Mirna kemudian ditahan di penjara. Namun bukan sembarang penjara, melainkan penjara bak hotel bintang lima.

Tak disangka DVD tersebut berisi rekaman perundingan jual-beli undang-undang yang difasilitasi Mirna. Pejabat yang terlibat adalah calon kandidat Pemilihan Presiden. Kehidupan Sari dan Alek pun berubah selamanya.

Joko menampilkan gambaran apa adanya kehidupan masyarakat urban menengah ke bawah di Jakarta. Tak ada gemerlap kota, tak ada kemewahan yang membuat gumoh. Yang ada, hanyalah kehidupan si jelata.

Joko menggambarkan secara jujur dan cerdas sisi gelap Indonesia, mulai dari pembajakan karya cipta secara besar-besaran dan tertutup, hingga permainan politik kotor para penguasa demi keuntungan segelintir pihak.

Sekilas ide yang Joko tawarkan terkesan berat. Namun tema "berat" tersebut hanyalah "memorabilia" yang Joko tangkap selama masa kampanye Pemilihan Presiden lalu, dan dijadikan latar kisah filmnya. Sebagaimana kapsul waktu, yang selalu Joko sebutkan dalam temu media, semua kisah itu semata kenangannya.

Cerita sederhana bukan lantas dieksekusi sederhana pula. Joko menggunakan teknik berakting yang merangsang para pemain untuk menjadi karakter, bukan sekadar menghafal naskah dan berpura-pura menjadi karakter tersebut.

Bersatunya pemeran dengan karakter—sebagaimana tertulis di naskah film—terlihat dari nyamannya para pemain berakting di depan kamera. Mereka seutuhnya melebur menjadi sang karakter.

Joko menerapkan teknik yang lebih eksploratif seperti di Modus Anomali (2012). Salah satu teknik yang ia gunakan kali ini adalah pengambilan gambar yang lentur mengikuti gerak pemain. Bakal membuat pusing bagi yang tidak terbiasa melihat cara pengambilan gambar seperti itu.

[Gambas:Youtube]

Karakter film seni yang berkualitas memang kental terasa dalam karya Joko satu ini. Bila pihak CJ Entertainment merasa A Copy of My Mind memiliki rasa komersil yang tinggi hingga berani mengedarkan ke seluruh dunia, mungkin Indonesia masih memiliki rasa komersil yang berbeda dan A Copy of My Mind harus siap dengan segala kemungkinan yang terjadi.

Mungkin yang terasa kurang nyaman adalah cara Joko dalam mengantarkan penonton menikmati film berkualitas karyanya sendiri kali ini. Joko cenderung memaksa penonton melihat alur kehidupan Sari dan Alek yang membosankan dan membuat kantuk hampir di seluruh adegan bagian awal film.

Tapi terlepas dari cara Joko membawakan film, A Copy of My Mind membuka pandangan penonton Indonesia, bahkan menaikkan standar kualitas film layar lebar menjadi lebih eksploratif. Meskipun memiliki artistik baik, para sineas tetap dituntut menghasilkan rasa komersil yang bagus melalui kemampuan membuat penonton membuka mata sepanjang film diputar.

(end/vga)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER