'Siti,' Mengubah Keterbatasan Menjadi Kelebihan

Fadli Adzani | CNN Indonesia
Jumat, 20 Nov 2015 13:01 WIB
Digarap dengan dana minim, tanpa peralatan canggih, toh Siti mampu berkibar di festival film mancanegara dan menjadi nomine FFI 2015.
Ifa Isfansyah dan segenap tim film Siti. (CNNIndonesia/Fadli Adzani)
Jakarta, CNN Indonesia -- Siapa bilang penggarapan film yang menakjubkan melulu membutuhkan dana tinggi dan peralatan canggih? Menurut Ifa Isfansyah, selaku produser film Siti, kenyataannya tidak selalu demikian.

Berbekal dana yang terbilang minim dan peralatan yang tidak terlalu canggih, Ifa bersama seluruh tim pendukung mampu menyelesaikan Siti. Bahkan film ini dapat bersaing di tengah ketatnya pasar perfilman di Indonesia.

Terbukti, Siti menyabet lima nominasi sekaligus dalam perhelatan Festival Film Indonesia (FFI), yakni Film Terbaik, Sutradara Film Terbaik,  Penata Kamera Terbaik, Penulis Skenario Asli Terbaik, dan Penata Musik Terbaik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami hanya memiliki dana Rp150 juta untuk menggarap film Siti. Nominal itu sangat minim sekali," ujar Ifa kepada awak pers ketika ditemui di Jakarta, Kamis (19/11).

"Peralatan cahaya dan kamera yang digunakan dalam film itu pun sangat terbatas," Ifa melanjutkan.

Dalam keterbatasan, Ifa dan seluruh jajaran rumah produksi Fourcolours Film terpaksa membuat film Siti dalam nuansa hitam putih. Namun ketiadaan warna lain justru menjadi suatu kelebihan tersendiri.

"Karena film ini dananya rendah, jadi hitam putih. Tapi itu jadi sebuah kelebihan juga, soalnya kalau film ini berwarna, kualitas gambar dari kamera pas-pasan itu akan kelihatan jeleknya," Ifa menceritakan.

Namun menurut Ifa, sejak awal, sang penulis naskah film Siti, Eddie Cahyono, memang menginginkan Siti digarap bernuansa hitam putih.

"Saya awalnya kaget ketika Eddie ingin membuat Siti menjadi film hitam putih. Akan tetapi, saya jadi setuju dengan pilihan Eddie karena film ini memang menggambarkan hidup Siti yang hitam putih," Ifa kembali menegaskan.

"(Kehidupan) Siti memang tidak berwarna karakternya dalam film itu," imbuhnya.

Selain peralatan yang terbatas, dengan tidak adanya bujet tinggi, film Siti juga menggunakan aktor dan aktris yang belum pernah bermain film.

"Kami hanya mengambil pemeran dan artis untuk main dalam film Siti melalui teman-teman dan komunitas saja di Jogja," Ifa memaparkan.

Lebih lanjut, Ifa menambahkan bahwa bagus atau tidaknya film, tidak dapat dilihat dari dana yang digunakan, melainkan visi dan makna yang ada di balik film tersebut lah yang harus di kedepankan.

"Bagus atau tidaknya film tidak ada hubungannya dengan uang. Visi dari film itu lah yang harusnya dikedepankan," ujar Ifa.

Selain menyabet banyak nominasi dalam pagelaran FFI tahun ini, Siti juga sudah diputar di banyak negara di dunia. Sejak diputar perdana di Jogja Netpac Asian Film Festival tahun lalu, Siti telah melanglang buana ke Singapore International Film Festival, Shanghai International Film Festival, Vancouver Film Festival, Hamburg Film Festival, dan masih banyak lagi.

Siti menceritakan tentang kisah seorang wanita bernama Siti, yang harus menghadapi pahitnya hidup di pantai Parangkritis, Yogyakarta, dengan segala keterbatasannya serta seorang suami yang tidak bisa melakukan apa-apa.

Sampai pada akhirnya, ia dilamar oleh seorang polisi yang sempat menangkapnya, sehingga Siti pun menjadi bimbang atas pilihan hidupnya.

(vga/vga)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER