Jakarta, CNN Indonesia -- Seperti yang pernah diberitakan sebelumnya dalam tulisan sebelumnya (baca:
Karangpun bisa sakit, begini cara memantau kesehatannya), kegiatan pemantauan kesehatan karang (dan ikan) di kawasan Kofiau, Raja Ampat telah selesai dilaksanakan.
Kegiatan yang melibatkan 12 orang ini dilakukan bersama oleh The Nature Conservancy (TNC), pihak pengelola kawasan konservasi (Badan Layanan Umum Daerah - Unit Pelaksana Teknis Daerah - Kawasan Konservasi Perairan Raja Ampat atau biasa disingkat BLUD-UPTD Raja Ampat), Universitas Negeri Papua, Universitas Diponegoro, dan Reef Check Indonesia, ini dilakukan pada tanggal 21-31 Maret 2016.
Kegiatan ini dilakukan dengan mengelilingi wilayah Kofiau dan Boo di Raja Ampat, yang terdiri dari Kofiau dengan pulau-pulau di sekitarnya, dan Kepulauan Boo, dengan total ada lebih dari 20 titik pengamatan yang diselami oleh tim peneliti ini. Karena Tim harus terus bergerak dan mendatangi banyak tempat, maka tim menggunakan Kapal Layar Motor Kurabesi Explorer sebagi pangkalannya, dan selama itu pula praktis para peneliti hidup di atas kapal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Purwanto, Conservation Science Specialist dari TNC yang menjadi
team leader untuk kegiatan ini mengatakan, secara umum kesehatan karang dan ikan di Kofiau masih dalam kondisi baik dengan beberapa catatan. Khusus untuk ikan, hiu praktis bisa dijumpai di hampir semua titik pengamatan dan ini adalah pertanda yang baik. Sementara Derta Prabuning dari Reff Check Indonesia juga menyampaikan berita baik bahwa di Kofiau tidak terlihat tanda-tanda terjadinya
coral bleaching (pemutihan karang) yang saat ini tengah melanda banyak wilayah di Indonesia. Sementara Handung Nuryadi dari Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro, yang meneliti penyakit karang mengatakan bahwa secara umum ia tidak melihat ada serangan penyakit secara signifikan pada karang, semua masih dalam batas-batas normal.
Berita di atas tentu saja menggembirakan, akan tetapi Purwanto secara khusus mengatakan bahwa ada bahaya yang mengintip dan jika tidak diambil tindakan akan dapat membahayakan ekosistem bawah laut di Kofiau. Walaupun selama pemantauan tidak ditemukan adanya bekas kerusakan baru terhadap terumbu karang, akan tetapi jumlah nelayan dari luar (dari Halmahera dan Sulawesi) yang datang ke Kofiau semakin banyak, dan mereka mulai membuka tempat-tempat pemukiman sementara tanpa izin terutama di wilayah Kepulauan Boo. Lebih jauh Purwanto mengatakan bahwa hasil sementara pemantauan biomasa ikan menunjukkan adanya penurunan walaupun tidak signifikan. Pengambilan ikan berlebihan bisa jadi salah satu sebabnya. Tampaknya patroli yang dilakukan terutama untuk Boo harus lebih ditingkatkan.
 Alam bawah laut Kofiau yang kaya dengan berbagai macam karang dan ikan. (Foto: Awaludin Noer/TNC) |
Walaupun Raja Ampat telah terkenal di seantero dunia akan tetapi pihak pengelola ternyata masih harus bergelut dengan anggaran pengelolaan yang masih sangat minim, termasuk untuk melakukan patroli. Manuel Urbinas, Wakil Bupati Raja Ampat, mengatakan bahwa anggaran untuk pengelolaan kawasan konservasi Raja Ampat akan dinaikan. Urbinas yang baru sebulan menjadi Wakil Bupati ini mengatakan bahwa program Gempar Emas (Gerakan Membangun Pariwisata dan Ekonomi Masyarakat) yang diusungnya jelas memberikan prioritas tinggi pada pengamanan laut yang menjadi aset pariwisata Kabupaten Raja Ampat. Ia mengatakan bahwa untuk pengelolaan kawasan konservasi laut Raja Ampat ia akan mematok anggaran sebesar Rp20 miliar setahun, dari yang saat ini hanya Rp500 juta setahun.
 KLM Kurabesi Explorer yang menjadi stasiun terapung bagi para peneliti selama melakukan kegiatan di Kofiau, Raja AMpat. (Foto: Rudyanto/Istimewa) |
Berita soal tertangkapnya kelompok pembom ikan oleh Polair di Raja Ampat juga menjadi berita menggembirakan bagi upaya pelestarian alam di Raja Ampat. Kepala Satuan Polisi Perairan Raja Ampat, AKP Kretsman mengatakan bahwa kelompok yang sudah lama diincar ini akhirnya bisa ditangkap pada tanggal 31 Januari 2016 di sebelah Barat Pulau Waigeo.
Mudah-mudahan berita baik dari hasil pemantauan kesehatan karang dan ikan serta berita-berita baik lainnya seputar alam di Kofiau, Raja Ampat tadi menjadikan alam Raja Ampat yang sangat indah itu benar-benar bisa dijaga dan juga membawa manfaat bagi masyarakat di sana.
 Tim Monitoring Kesehatan Karang dan Ikan Kofiau 2016 yang berasal dari TNC, Universitas Negeri Papua, Universitas Diponegoro, dan Reef Check Indonesia. (Foto: Rani/Istimewa) |
(ded/ded)