Bandung, CNN Indonesia -- "Mulutmu harimaumu". Mungkin ungkapan itu pantas disandangkan pada salah satu penggawa Komisi Pemberantas Korupsi (KPK). Wow, dilihat dari namanya cukup meyakinkan bahwa orang-orang yang berada di sana adalah orang yang bersih, jauh dari hingar bingar kemewahan, apalagi korupsi.
Tak sedikit pula yang menaruh harapan besar pada komisi ini, agar korupsi di Nusantara ini bisa lenyap. Namun akhir-akhir ini salah satu penggawanya mulai nge-tren akibat pernyataan yang cukup mengundang reaksi dari salah satu organisasi mahasiswa yang sudah berdiri sejak 5 Februari 1947.
Sebenarnya apa yang salah dari pernyataan Saut Situmorang, atau kita singkat saja dengan nama SS? Mari kita lirik melalui perspektif komunikasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Harold Lasswell menyatakan bahwa komunikasi adalah:
who says what in which channel to whom with what effect. Intinya komunikasi merupakan siapa yang mengatakan apa dengan saluran apa kepada siapa dengan pengaruh bagaimana. Dalam konteks ini bila dijawab adalah sebagai berikut:
Siapa yang mengatakan? SS.
Dengan saluran apa? Media elektronik yaitu televisi.
Kepada siapa? Khalayak (melihat pernyataan awal sebenarnya SS tidak sedang membahas organisasi mahasiswa, tapi saat membahas korupsi maka secara spontan SS menyebutkan organisasi tersebut).
Pengaruhnya bagaimana? Krisis, baik krisis pada SS maupun pada lembaga tempatnya bekerja.
Barton menyebutkan, "Krisis merupakan peristiwa besar yang tidak terduga dan secara potensial berdampak negatif terhadap organisasi/lembaga dan reputasi organisasi/lembaga". Pada saat SS melontarkan pernyataan tentang analogi korupsi dengan salah satu organisasi mahasiswa, dari sanalah mulai terjadinya krisis.
Salah satu penyebab dari krisis adalah kesalahan manusia, di sini merupakan SS yang memiliki keterkaitan dengan KPK karena menjadi salah satu penggawa yang berani mengumbar pernyataan 'nyeleneh'. Bahkan sampai membuat reaksi permintaan agar SS dicopot dari jabatannya.
Sebenarnya setelah krisis terjadi apa yang harus dilakukan oleh SS?Banyak jalan menuju Roma. Tapi, percayalah bila ada jalan terbaik dan efisien lebih baik memilih jalan itu.
Pemenuhan kebutuhan publik. Publik sebenarnya ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Mengapa SS bisa melontarkan pernyataan tersebut, berikan penjelasan melalui komunikasi yang jauh lebih santun.
Melayani media dengan baik. Kecenderungan para pejabat publik biasanya kurang memperhatikan komunikasi. Peristiwa SS ini bukan pertama kali, sebenarnya saat berbicara harus berdasarkan fakta yang terjadi di lapangan seperti apa bukan persepsi pribadi. Bila tidak mahir dalam hal ini maka lambat laun SS akan hancur karena pernyataannya sendiri.
Islam mengajarkan bahwa dalam berkomunikasi itu harus
qaulan ma'rufa. Artinya setiap manusia harus berkata yang baik. Bila etika
qaulan ma'rufa ini sudah ada dalam diri seseorang maka perkataan yang akan keluar dari orang tersebut adalah kata-kata yang baik, tidak asal.
Melakukan tindakan pro-aktif. Sebenarnya cukup telat apa yang dilakukan oleh SS. Minta maaf setelah pemberitaan semakin masif itu tidaklah dianjurkan. Tapi, kita harus hargai apa yang dilakukannya daripada tidak sadar bahwa apa yang dilakukannya telah berdampak besar, bukan saja pada dirinya sendiri tapi juga pada lembaga tempatnya bekerja.
Pada prinsipnya komunikasi itu bersifat
irreversible. Setiap peristiwa komunikasi berlangsung dalam waktu dan tidak dapat terulang kembali. Apa yang sudah dilakukan oleh SS maka akan menjadi catatan dalam hidupnya.
Selanjutnya, komunikasi juga bukan obat untuk menyelesaikan masalah. Jadi permohonan maaf saja sebenarnya tidak akan mengubah masalah. Tapi, komunikasi mampu menjadi jembatan agar masalah tidak semakin besar dan krisis bisa teratasi.
(ded/ded)