Jakarta, CNN Indonesia -- Ini loh daku masih ingin berbagi lagi deh, rasanya belum tuntas loh di dua cerita artikel sebelumnya tentang “Teater Bermain” lanjut sedikit lagi ya.
Meneruskan tentang seni tradisi Kuda Lumping, merupakan salah satu contoh sederhana dari bentuk seni tradisi negeri ini, amat mengagumkan, meski penampilan pentasnya sangat sederhana. Jumlah pemainnya tergantung asal muasal daerahnya, ada dari Ponorogo. Ada Banyumasan. Umumnya memiliki versinya masing-masing. Sila search data ya.
Kuda Lumping atau Jaranan atau Jaran Kepang atau Ebeg (Banyumasan). Memiliki bentuk pertunjukan amat lengkap, ada seni tari, tubuh dan dialog. Unsur dramatiknya pada adegan makan beling (alienasi) ada narasi kisah dalam tarian dengan bahasa daerah asalnya. Penggabungan bentuk itu bisa disebut bentuk awal menuju Teater Tubuh.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di Indonesia ada satu-satunya grup teater tubuh paling benar, berwawasan internasional, Kelompok ‘Payung Hitam’ pimpinan, Rachman Sabur, bermukim di Bandung, telah diakui benua lain. Salah satu pementasannya dari sekian banyak pentasnya di benua lain, diulang beberapa kali kebaruan idenya, berjudul “Merah Bolong” bisa dilihat bentuk pementasannya coba search deh.
Apa itu teater tubuh? Sebelum mencapai bentuk Teater Tubuh, awal prosesnya serupa Teater Bermain. Mereka main-main batu di kali, main-main di sawah, di ladang dan sebagainya.
Sebelum mencapai bentuk teater tubuh wajib menguasai realisme dulu, sadari dulu peranan ruh, tubuh dan intelegensia, seperti bentuk pada Teater Bermain, spontan pada awalnya dalam bermain-main, sebagai bentuk dasar dari seni drama, spontan, polos, bertenaga, terkonsep dan cerdas.
Meneruskan konsep lanjutan pengembangan pencarian peran estetisnya, bisa satu tahun hingga dua tahun Kelompok Payung Hitam, terus berproses terus berpentas hingga mencapai puncak kehendak logis penalaran cerita pementasannya.
Kelompok Teater Tubuh Payung Hitam, dramaturginya ada di ranah klasik seni dramatik. Bukan kepalsuan seakan modern. Tubuh sebagai sarana multi esensial estetis. Tak sekadar pengganti dialog, seperti kata suara di awan-awan.
Rachman Sabur tak pernah meninggalkan dialektika kontekstual-verbal, meski suara di awan-awan menduganya non-verbal (non-dialektika) karena sudah digantikan makna gerakan tubuh. Bukan itu dan bukan demikian. Cara memahaminya wajib bijaksana, cerdas.
Kelompok Teater Payung Hitam sesungguhnya mencoba mengingatkan modernisme bahwa Ibu Natural aslinya adalah tradisi, sarat dialektika simbolik satiris, tak nyinyir.
Jika menarik garis kuat sejauh kesejarahan seni tradisi negeri ini, totem-totem, serat kain, seni suluk, ratap, liris susastra tutur, bapantun dan bentuk-bentuk teater rakyat hingga perkembangannya pada tonil lalu ke modern drama.
Sebenarnya Kelompok Teater Payung Hitam, tengah membawa publiknya kembali pada sejarah purba nenek moyang asli naturalnya, yang kini menjadi seakan modern, seakan-akan di neo-modern-kan. Sesungguhnya bentuk seni modern hanya sebuah istilah agar seakan mengandung seni baru, sebenarnya tidak. Baru di ranah budaya tekno? Lah iyalah hai.
Mari kita merujuk pada contoh sederhana. Seni rupa-kubisme misalnya ada pada seni totem di sini, seni geometri ada pada tekstur kain ikat Indonesia, bentuk teater modern ada pada seni dramaturgi teater rakyat Indonesia.
Seni arsitektur ada pada kemodernan bentuk struktur candai-candi di Indonesia. Lihatlah keindahan Borobudur, tak terkalahkan oleh unsur bentuk arsitektur modern gedung pencakar langit. Bayangkanlah ketika Borobudur masih di tengah sebuah danau purba, itu sebabnya Borobudur disebut juga Candi Bunga Teratai di tengah danau (1931-W.O.J. Nieuwenkamp).
Dalam dialog dengan Rachman Sabur, dia telah menetapkan hati terus menggali seni tradisi Indonesia setia di hati. Kini Rachman Sabur tengah fokus di khasanah Pasundan Buhun, awal Kerajaan Pasundan. Di dalamnya banyak rahasia seni drama, arsitektur, susasatra, seni musik, seni rupa dan seterusnya, jauh sebelum masa Sriwijaya dan Majapahit.
Kembali pada Seni tradisi Kuda Lumping, boleh dan amat bisa pertunjukkan itu pentas di Gedung Modern Teater berbentuk Procenium Stage (Modern Stage).
Kekuatan seni tradisi sangat logis, akal budi dan akademis. Mengapa? Ada hal tak dapat di pelajari di ranah teater akademis. Spontanitas dalam menangkap makna peranan, melahirkan kebaruan pada diktum permainan membawa keterasingan (alienasi) pengadeganan pada publik seperti melihat layar film di luar layar besar seakan terlibat meski sesungguhnya tidak.
Hal tersebut adalah fitrah Ilahi pada individu (tradisi) pelakunya di kelompok tradisi-tradisi.
Di Indonesia sila menonton pertunjukan Teater Koma, pimpinan N. Riantiarno, asli Putra Cirebon kaya akan tradisi setempat. Dikau akan bertemu bentuk alienasi pengedeganan dalam setiap pertunjukan naskah asli karya N. Riantiarno, maupun karya adaptasinya. Seperti melihat tari Topeng Cirebonan, berganti-ganti topengan.
Salah satunya karya Bertolt Brecht - The Good Person of Szechwan, adaptasi N.Riantiarno, menjadi -Tiga Dewa dan Kupu-kupu. Brecht termasuk manusia drama epic, di pengaruhi oleh alienasi Opera China, setelah lawatannya ke negeri itu.
Apasih Dramaturgi itu? Seni memainkan peran dikarakter peranannya pada laku seni komunikasi dramatik atau karakter dilebihkan sebatas di kewajaran. Singkatnya seni memainkan peranan. Menurut KBBI, keahlian dan teknik penyusunan karya dramatik.
Baiklah kalau begitu, selebihnya kembali pada pustaka kearifan kreatifmu
self taught-belajar sendiri. Melihat pustaka, tetap setia di setiap pelajaran baru apapun itu, bermanfaat bagi dikau di masa datangnya waktu untuk berbagi pada sesama.
Semoga para orang tua tak perlu khawatir jika suatu ketika nanti salah satu anandanya memilih Akdemi Seni atau SMK Seni, misalnya.
Di dalam bidang seni akademis banyak jurusan yang bisa dituju. Antara lain, fakultas seni drama, seni rupa, seni musik, seni desain grafis, seni film atau Sinematografi, seni desain busana (fashion) dan seterusnya. Tergantung pada kekuatan manajemen penunjang edukasi akademi bersangkutan.
Karena itu jangan memandang sebelah mata pada kehebatan, keindahan, kecerdasan seni tradisi yang memiliki nilai universal mengadung sifat akademis, di seni tradisi Indonesia apapun jenisnya. Menjadi seni kultural adaptif milik negeri ini. Salam Budaya Nasional. Bravo!
(ded/ded)