Pahlawan di Lembaran Uang: Imam Bonjol dan Perang Padri

Agnes Winastiti | CNN Indonesia
Kamis, 10 Nov 2016 07:41 WIB
Terlepas dari kontroversinya, Tuanku Imam Bonjol adalah pahlawan nasional. Perlawanannya melawan penjajah Belanda dikenal dengan Perang Padri.
Foto: Ari Saputra
Jakarta, CNN Indonesia -- Terlepas dari kontroversinya, Tuanku Imam Bonjol sudah ditetapkan sebagai pahlawan nasional oleh negara. Perlawanannya melawan penjajah Belanda dikenal dengan Perang Padri.

Imam Bonjol ditetapkan sebagai pahlawan nasional melalui SK Presiden RI Nomor 087/TK/Tahun 1973, yang diberikan pada tanggal 6 November 1973.

Selain itu, nama beliau juga diabadikan sebagai nama jalan, nama universitas, dan juga terdapat pada uang lembaran 5.000 rupiah yang dikeluarkan pada tahun 2001.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kisah Tuanku Imam Bonjol

Nama asli dari Tuanku Imam Bonjol adalah Muhammad Shahab. Dia lahir pada tahun 1772 di Bonjol. Ayahnya, Khatib Bayanuddin, adalah seorang alim ulama yang disegani di daerah Lima Puluh Kota.

Muhammad Shahab pun mewarisi apa yang telah diajarkan oleh ayahnya, sehingga ditunjuk menjadi ulama dan pemimpin (imam) bagi kaum Padri di Bonjol, sehingga Muhammad Shahab lebih terkenal dengan nama Tuanku Imam Bonjol.

Kaum Padri sendiri adalah sebutan bagi sekelompok orang Minangkabau yang terdiri dari ulama dan rakyat yang ingin menerapkan syariat Islam dalam kehidupan bermasyrakat dan menjadikannya sebagai sumber hukum utama dalam Kerajaan Pagaruyung. Hal ini mendapat pertentangan dari Kaum adat yang saat itu masih memegang kepercayaan turun temurun dari leluhur.

Akhirnya terjadilah perang antara kaum Padri dan kaum adat yang berlangsung antara tahun 1803 hingga tahun 1821. Perang saudara ini sangat disayangkan dan menjadi sejarah yang kejam dan traumatik.

Pertikaian antara kaum Padri dan kaum adat ini dimanfaatkan oleh Belanda. Pada tahun 1821, Belanda menawarkan perjanjian dengan akan membantu kaum adat namun dengan kompensasi Belanda mendapatkan hak akses dan penguasaan wilayah pedalaman Minangkabau.

Selain itu, Belanda juga diperbolehkan membangun basis pertahanan dengan membangun benteng Fort De Kock. Basis ini juga dapat digunakan sebagai tempat transit dan peristirahatan opsir Belanda yang bertugas di wilayah tersebut. Sejak saat itu dimulailah Perang Padri melawan kaum adat yang dibantu Belanda.

Kaum Padri yang dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol rupanya cukup sulit untuk ditaklukkan. Apalagi saat itu juga sedang terjadi Perang Diponegoro di Jawa Tengah dan Yogyakarta yang menjadikan Belanda melemah dan kehabisan sumber daya, baik tentara maupun logistik. Oleh karena itu, Belanda menawarkan perjanjian perdamaian dengan Imam Bonjol melalui Perjanjian Masang, sambil Belanda menyusun kekuatan kembali. Pada akhirnya, Belanda mengingkari perjanjian ini dengan menyerang Nagari Pandai Sikek.

Pada tahun 1833, kaum Adat mulai menyadari bahwa campur tangan Belanda dalam peperangan ini semakin menyengsarakan rakyat Minangkabau dan daerah sekitarnya. Pemahaman ini juga menguatkan bahwa musuh sebenarnya yang harus dilawan adalah Belanda yang berusaha menguasai wilayah dan mengeksploitasi sumber daya terutama kopi yang waktu itu menjadi komoditas mahal di Eropa.

Akhirnya kaum Padri dan kaum Adat sepakat berdamai melalui Plakat Puncak Pato.

Setelah melewati perang bertahun-tahun lamanya dan tekanan yang bertubi-tubi karena Belanda terus mendatangkan pasukan tambahan yang didatangkan dari Eropa, Batavia, dan bantuan beberapa pasukan pribumi yang tergiur dengan iming-iming harta, Tuanku Imam Bonjol menawarkan perjanjian damai dengan Belanda pada tahun 1837.

Perundingan ini dimanfaatkan oleh Belanda untuk mengetahui seberapa besar kekuatan dan pertahanan yang tersisa dari rakyat Bonjol. Pada bulan Oktober 1837, Tuanku Imam Bonjol diundang untuk berunding di Palupuh. Namun, dalam perundingan ini Tuanku Imam Bonjol ditangkap dan diasingkan ke Cianjur, Jawa Barat. Setelah itu, dipindahkan ke Ambon lalu terakhir dipindahkan ke Minahasa. Di tempat inilah Imam Bonjol menghabiskan masa hidupnya dan akhirnya meninggal pada tanggal 8 November 1864. (ded/ded)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER