Cerita Miss Sitta, Guru yang Selalu Ceria

Pernita Hestin | CNN Indonesia
Jumat, 25 Nov 2016 15:38 WIB
Sebab guru ibarat jantung bagi tubuh. Tanpanya, tubuh kita hanya sebatas jasad.
Foto: Dok. Pribadi
Jakarta, CNN Indonesia -- Wajahnya ceria setiap memasuki kelas di tempat kursus bahasa Inggris di Serang, Banten. Ia juga suka bercerita mengenai hal-hal yang dilaluinya yang sangat menarik didengar di telinga kita.

Saya mengenal sosok pengajar satu ini, Sitta Meinawati namanya, saat mengikuti kelas conversation. Atas bantuannya, saya jadi lebih percaya diri berbahasa Inggris.

Sitta adalah sosok guru muda yang ceria dan santai dalam memberikan materi pelajaran. Dia biasa dipanggil Miss Sitta. Pada hari guru ini, sosok yang langsung teringat di benak saya adalah beliau.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Miss Sitta sudah bercita-cita jadi guru sejak kecil. Sebab guru ibarat jantung bagi tubuh. Tanpanya, tubuh kita hanya sebatas jasad. Tanpa guru, profesi lain tidak akan muncul. Tanpa guru, kita semua buta, tidak dapat melihat, karena guru adalah cahaya.

“Kala itu, saya mengagumi sosok guru saya yang tanpa keluh kesah mengajari kami meski kami kadang sulit diatur, senang bermain dan berkeliling kelas, membuat gaduh, namun mereka dengan sabar tetap mengajari kami tanpa kenal lelah dan tetap tersenyum. Kesabaran yang luar biasa,” tuturnya pada CNN Student.

Beranjak besar, keinginannya jadi guru semakin besar. Ia bercerita pernah dipanggil ke depan untuk menerangkan pelajaran dan menjadi tutor untuk teman sebayanya yang kurang memahami. Dari hal itu ia belajar bahwa profesi guru tidak hanya menyampaikan materi, tapi lebih dari hal itu yaitu berbagi.

Impian wanita kelahiran 4 Mei 1992 ini, sudah terwujud. Saat mengambil jurusan pendidikan bahasa Inggris, jalannya menjadi seorang guru terbuka lebar. Hambatan dan keseruan menjadi seorang guru sudah ia alami selama 6 tahun ia mengajar.

Walaupun belum begitu lama, ia menceritakan satu pengalaman menarik yang membuatnya semakin tertantang dengan profesi ini. Saat dulu mengajar, pada tahun 2010, Ia pernah mengajar di sebuah sekolah dasar negeri di Kabupaten Serang, Banten. Letaknya lumayan jauh dari tempat tinggalnya, dan ia harus berangkat pagi buta untuk sampai tepat waktu.

Satu ruang kelas diisi oleh dua rombongan belajar. “Bisa dibayangkan satu ruangan kelas yang berukuran normal diisi oleh 70 siswa dalam satu kelas. Bisa dibayangkan bagaimana saya harus mengatur suara agar bisa terdengar sampai ke seluruh telinga siswa saat itu,” dia bercerita.

Murid yang nakal dan susah diatur, itulah tantangan yang biasanya dihadapi seorang guru. Dan di kelas itu ada satu orang anak yang belum bisa menulis tapi dijuluki “Si pembuat masalah”.

Tapi, Miss Sita punya pandangan lain bahwa anak tersebut butuh perhatian lebih. “Suatu ketika saat saya mengajaknya berbicara sebagai seorang "teman" dan memulai topik tentang hobi memancingnya, kemudian saya bisa mengulik informasi tentang dirinya dan keluarganya, di mana ternyata ia adalah anak dari orangtua yang bercerai, di mana ia hidup dengan neneknya yang manula sehingga tak ada waktu untuk sekedar menanyakan kegiatan di sekolah atau adakah PR saat itu, pantas saja ia tidak pernah mengerjakan PR sama sekali, bahkan buku tulis pun ia selalu membeli hampir setiap hari di kantin sekolah.”

Setelah perbincangan tersebut, Miss Sitta dan anak tersebut menjadi dekat. Saat kelas berisik, anak itulah yang membantu menertibkan. Dari situ juga ia belajar untuk menjadi guru yang memerhatikan anak-anak didiknya, bukan hanya diperhatikan saat kelas dimulai.

Baginya murid adalah adalah kertas putih, kosong. Gurulah yang membantu mereka mengetahui dunia, mengenal warna, kemudian biarkanlah mereka memilih warna apa yang akan mereka torehkan pada diri mereka. “Namun kita tetap harus membantu agar dalam pewarnaannya tidak melebihi batas garis dari kertas tersebut,” tuturnya.

Terakhir ia juga menorehkan sebuah harapan, semoga tidak ada lagi guru yang hanya sekedar menjadi penyampai ilmu saja, tapi guru selayaknya harus bisa memberikan contoh dan inspirasi bagi siswanya. Seperti istilah “Guru adalah digugu dan ditiru”. Sudah sepatutnya guru menjadi role model bagi para penerus bangsa, dan semoga tidak ada lagi kasus negatif yang dilakukan oleh guru atau terhadap guru lagi sekarang. (ded/ded)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER