Isu Rasial di Balik Film-Film Hollywood

Deddy Sinaga | CNN Indonesia
Rabu, 07 Des 2016 13:31 WIB
Kisah Yellow face, orang kulit putih yang memakai riasan wajah agar terlihat seperti orang Asia, dalam film-film Hollywood.
Para pemeran Doctor Strange di 2016 San Diego Comic Con International. (commons.wikimedia.org/Gage Skidmore)
Jakarta, CNN Indonesia -- “Apakah white-washing itu rasis? Mengapa yellow-face masih ada di tahun 2009?”

Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah kutipan dari sinopsis film dokumenter yang rilis pada 2011. Film ini mengisahkan kehidupan aktor China di industri perfilman Amerika. 

Yellow face adalah istilah yang dipakai untuk mendefinisikan orang kulit putih yang memakai riasan wajah agar terlihat seperti orang Asia. Lebih dari itu, yellow face menjadi propaganda stereotip tentang orang Asia. Hal ini juga mendeskripsikan adanya bias yang sistematis dalam pemilihan orang Asia untuk memerankan tokoh dari rasnya sendiri.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam film apa saja pernah terjadi kasus yellow face?

Kasus yellow face terbaru muncul dari dapur produksi film superhero terkemuka, Marvel. Masalah tersebut disebut sebagai white washing atau yellow face karena Marvel menggunakan aktor berkulit putih untuk memerankan karakter yang berlatar belakang kelahiran Tibet, yaitu karakter Ancient One dalam film Doctor Strange. 

Di dalam komiknya, Ancient One digambarkan sebagai seorang pria Asia berusia lanjut dan berkepala botak. Bisa dibilang mirip dengan karakter Kamesennin/Jin Kura-kura dari manga Dragon Ball, yang merupakan mentor tokoh utama Son Goku.

Tentu karakter ini sangat berbeda dengan sosok Tilda Swinton. Aktris berusia 55 tahun ini memiliki garis keturunan Skotlandia, Irlandia Utara dan Inggris. Sosoknya sangat "bule" dengan rambut pirang dan kulit yang pucat (beritagar.id).

C. Robert Cargil sebagai salah satu penulis Doctor Strange menjelaskan bahwa Ancient One adalah stereotip rasis yang datang dari sebuah tempat dengan posisi politiknya yang aneh. Ditambah lagi dengan alasan Marvel yang mencoba mempertahankan penonton China dengan menghindari unsur Tibet.

Jika dipandang dari dunia komunikasi, film adalah wujud dari teori konstruksi sosial -yaitu salah satu turunan dari teori komunikasi massa- di mana produsen film sebisa mungkin menghasilkan film yang memberikan kesan pada khalayak bahwa hal tersebut adalah kehidupan sosial yang normal, meski tidak nyata.

Berakar dari paradigma konstruktivis, film tergolong dalam realitas sosial simbolik, yaitu bentuk karya seni yang juga dapat dikategorikan sebagai media massa. Berbagai pertimbangan terkait realitas sosial tersebut tentu tidak lepas dari target pencapaian keuntungan. Komodifikasi menggambarkan proses di mana sesuatu yang tidak memiliki nilai ekonomis diberi nilai jual. Itulah alasan mengapa sebagai komoditas ia tidak hanya penting untuk berguna, tetapi juga berdaya jual (Karl Max dalam Evans).

Dalam ekonomi politik Marxis, komodifikasi mengacu pada perluasan perdangan pasar. Hal ini sesuai dengan alasan Marvel memilih Tilda Swinton untuk memerankan karakter Ancient One. Dengan mengabaikan isu white washing atau yellow face, pemenuhan target penonton China yang diperkirakan mencapai 1 miliar lebih diutamakan.

Hal ini juga menjadi peluang publikasi cuma-cuma bagi Marvel. Semakin kontroversial isu tersebut diangkat oleh media, semakin viral pula video teaser film Doctor Strange. Hal ini tidak hanya sekali dilakukan oleh Marvel.

Sebelumnya isu yellow face juga pernah diabaikan dalam film Iron Man 3. Dalam film tersebut Marvel menggunakan aktor Ben Kingsley untuk memerankan tokoh bernama Mandarin, yaitu musuh bebuyutan Iron Man.

Tidak jauh beda dengan Marvel, Paramount pernah melakukan hal serupa di film Ghost in Shell. Film adaptasi dari anime tersebut menggunakan Scarlett Johansson yang memerankan tokoh dari ras mongoloid.

Keputusan produsen film tersebut memiliki tujuan yang benar, tetapi dengan strategi yang salah. Jika tujuan mempertahankan penonton China ingin diwujudkan, Marvel dapat menggunakan aktor ras mongoloid dari negara manapun dengan kemampuan yang mumpuni.

Strategi ini pernah dibuktikan keefektifannya oleh beberapa film Hollywood, salah satunya dalah Fast Furious 7. Film tersebut masuk dalam 10 film terlaris sepanjang masa dengan raihan setara Rp21 triliun.

Padahal James Wan tetap mempertahankan aktris Israel, Gal Gadot, dan Sung Kang yang berlatar belakang Korea. Film ini membuktikan bahwa tanpa mengabaikan isu rasisme, keuntungan juga tetap dapat dicapai dengan cara yang bersih.

Inilah bukti bahwa stereotip terhadap ras tertentu di dunia perfilman setingkat Hollywood sangatlah memalukan. Masih banyak cara untuk mencapai keuntungan maksimum tanpa harus mengabaikan isu keberagaman ras, salah satunya dengan memakai aktor dengan latar belakang yang sama dengan karakter yang akan diperankan, atau memilih aktor yang masih satu subras dengan karakter tersebut. Ya, kuncinya hanya satu, yaitu menambah keberagaman ras dalam pemilihan aktor untuk karakter tertentu. (ded/ded)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER