Jakarta, CNN Indonesia -- Sebagaimana diberitakan berbagai media beberapa waktu lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy memberikan kepastian bahwa Ujian nasional (UN) akan dihapuskan dan akan digantikan dengan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN).
Kebijakan penghapusan ini, seharusnya sudah semenjak dulu untuk dikemukakan dan dieksekusi. Rasanya sudah begitu kuat argumen mengapa UN sungguh tidak cocok dijadikan standar untuk meluluskan siswa dalam mengenyam pendidikan. Dalam pelaksanaanya lebih banyak mudarat ketimbang manfaatnya.
Sejarahnya sistem UN sebagai standar kelulusan siswa bermula diterapkan pada masa orde baru di bawah kepemimpinan presiden Soeharto yang mana sampai hari ini sistem, nama, hingga fungsi UN sendiri acapkali mengalami perubahan mengekor pada perubahan siapa menterinya dan bagaimana kebijakannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saya sendiri hidup dalam riwayat UN bergejolak dan mengalami dinamika dalam tatanan pendidikan Indonesia. Mulai dari 2008 kebijakan UN mulai disasarkan sebagai penentu kelulusan siswa Sekolah Dasar (SD), untuk pertama kalinya. Kemudian bagaimana kebijakan naskah UN yang dibuat dalam beberapa kode soal yang berbeda satu sama lain. Hingga kode naskah yang dibuat 20 kode soal, terakhir kali kode yang dibuat menggunakan teknologi barcode.
Semua perubahan tersebut dari waktu ke waktu hadir untuk menghilangkan penyakit yang berjangkit pada pelaksanaan UN bertahun-tahun semenjak ia menjadi momok yang menentukan lulus atau tidak. Tak lain adalah kasus ketidakjujuran dalam pelaksanaannya.
Praktik mencontek dalam menghadapi ujian ini dilakukan secara sadar, terang-terangan masif dan dimaklumi oleh kepala sekolah, guru hingga pengawas ujian itu sendiri. Bergitu kotor, tapi terencana rapi. Tak lain demi menghadapi ujian yang telah menjadi momok siswa bertahun-tahun.
Kasusnya, rasanya masih lekat di ingatan kita, 2011 lalu muncul kasus mencontek masal di Jakarta dan Surabaya pada jenjang pelaksanaan UN SD. Tercatat kasus ini terjadi di beberapa SD, sebut saja SDN 06 Pesanggrahan, Jakarta, SDN Gadel III, Surabaya dan banyak lainnya. Juga tercatat, di Polewali Mandar, siswa di salah satu sekolah menengah melakukan kegiatan contek-mencontek, hingga tukar lembar jawaban, dan masih banyak kasus lainya. Praktek kotor ini terjadi masif di sana.
Saya pun menyaksikan sendiri bagaimana kasus contek mencontek ini terjadi di depan mata. Semasa di sekolah menengah, bagaimana distribusi kunci jawaban langsung datang dari pihak sekolah dan pengawas ujian, digilir dari satu kelas ke kelas lainya. semua bisa dapat kunci jawaban asal “tenang”, begitu ucap pengawas ujian. Asalkan siswa tidak ribut, kunci jawaban akan sampai di tangan siswa.
Hal ini memperkuat bahwa UN bukannya standar acuan kelulusan siswa dari perjalanannya menuntut ilmu selama beberapa tahun, malah lebih cocok dianggap sebagai penghancur prinsip-prinsip pendidikan yang amat sakral. Di mana seharusnya mengedepankan proses, nilai kejujuran, tranparansi dan lainnya, malah kenyataannya diabaikan demi angka-angka yang tertera pada selembar ijazah.
Bagaimana UN yang selama ini dijadikan standar kelulusan untuk mencetak generasi penggerak bangsa, yang akan duduk di kursi-kursi parlemen, yang akan berdasi sebagai regulator, pemangku kebijakan, penegak hukum, hingga junjungan rakyat. Justru belajar nilai-nilai Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) bertahun-tahun, ulah menghadapi Ujian Nasional ini. Generasi yang menjadi lulusan lembaga pendidikan, dengan bangga mengarungi kehidupan ke tingkat yang lebih tinggi dengan lembar-lembah ijazah berisi angka-angka palsu.
Rasanya, inilah salah satu hal dasar yang menjadi faktor penyumbang problema praktik korupsi oleh orang-orang berdasi tidak kunjung menemui pencerahan dan perbaikan di negeri ini, karena mereka calon pemimpin bangsa ini sejak kecil telah dididik untuk buta pada proses, menghalalkan segala cara demi keselamatan dan kemaslahatan pribadi. Dididik membohongi kejujuran dan tunduk pada hasil, bukan nilai-nilai kebaikan yang terdapat dalam proses sebuah ujian.
Langkah menghapus UN salah satu langkah yang tepat untuk menyongsong dan mengurai problema KKN di Indonesia. Menghapus salah satu penyebab penyebaran nilai-nilai anti kejujuran dan menghalalkan segala cara demi kepentingan pribadi.
(ded/ded)