Jakarta, CNN Indonesia -- Sejak dicanangkannya Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) oleh Bank Indonesia (BI) beberapa tahun silam, transaksi non-tunai di Indonesia semakin mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
Hasil penelitian dari salah satu perusahaan sistem pembayaran elektronik dunia (mastercard), menyebutkan bahwa pada akhir tahun 2013, setidaknya 31% penduduk Indonesia sudah memilih menggunakan transaksi non-tunai sebagai pilihan transaksi pembayaran.
Terlihat besar memang jika dilihat kasat mata, namun jika dibandingkan dengan Belgia, Inggris hingga Perancis yang sudah mencapai tingkat 90% pemakaian jasa non-tunai, Indonesia masih dapat dikatakan berada pada jenjang ‘pemanasan’.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
GNNT yang dapat dikatakan sebagai tolak ukur kemajuan tekonologi suatu negara memang sulit disosialisasikan, terlebih untuk negara berkembang seperti Indonesia. Selain itu, sosialisasi ini juga cenderung dipengaruhi oleh kondisi geografis Indonesia yang banyak tersekat oleh pulau dengan layanan Teknologi Informasi (TI) yang kurang memadai.
Di ibukota sendiri, perkembangan gerakan non-tunai sudah semakin berkembang pesat. Didukung oleh akses pendidikan dan lingkungan TI yang mendukung, gerakan ini lebih mudah tersosialisasikan. Sungguh sangat terlihat ironi memang jika dibandingkan dengan apa yang terjadi di daerah-daerah lain (khususnya di luar Pulau Jawa).
Mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Kabinet Indonesia Bersatu II, Chairul Tanjung, dalam sebuah kesempatan wawancara dengan para awak media pun menyebutkan bahwa, salah satu indikator sebuah negara disebut negara maju adalah jika masyarakatnya lebih banyak melakukan transaksi non-tunai. Maka dari itu diperlukan dukungan dari berbagai pihak untuk menyukseskan GNNT ini, terlebih dari ranah pendidikan.
Sosialisasi GNNT yang dirasakan masih kurang percepatannya terkhusus di dunia pendidikan merupakan salah satu hal yang banyak diperbicangkan berbagai kalangan. Kurikulum pendidikan saat ini yang belum memasukan gerakan non-tunai sama sekali ke dalam materi pelajaran, dituding sebagai akar permasalahan. Jika sudah begini siapa yang harus disalahkan?
Menilik dalam salah satu wawancara penulis dengan Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta, yang juga seorang pengamat pendidikan, Bapak Agus Wibowo, M.Pd, beliau berpendapat bahwa, saat ini sangat diperlukan sebuah jalinan kerjasama yang apik antara dunia pendidikan dengan pihak penggalak GNNT dalam hal ini BI.
Gerakan ini harus terus disosialisasikan dengan baik hingga mungkin saja beberapa tahun kedepan menjadi salah satu penerang bagi carut-marut perekonomian Indonesia.
Kurikulum pendidikan di Indonesia yang saat ini sudah sarat akan materi, membuat semakin sulitnya para pemangku kebijakan pendidikan untuk menambah materi terbaru, terlebih materi mengenai gerakan non-tunai. Maka dari itu, solusi dari permasalahan ini salah satunya ialah dengan menanamkan sebuah kurikulum ‘cangkokan’ yang tidak terlihat namun efektif dalam penyosialisasiannya.
Penanaman benih-benih gerakan non-tunai ini harus dilakukan sejak dini oleh lingkungan terdekat si anak. Proses pemaknaan pendidikan yang dimulai dari sekadar tahu, menggunakan hingga pengaplikasian juga harus dipertimbangkan, agar sesuai dengan pola perubahan tingkah laku seorang anak.
Proses internalisasi dari sekadar menggunakan hingga menjadi kebiasaan (internalisasi) inilah yang perlu kita pantau bersama, karena biasanya inilah budaya yang dibawa si anak hingga dewasa kelak.
Selain itu, dampak lain gerakan non-tunai yang sudah disosialisasikan sejak dini juga baik dari sisi psikologi si anak terlebih dalam hal melatih kejujuran dan budaya “Benci Korupsi” (karena memang setiap transaksi non-tunai pasti tercatat dalam sebuah jurnal catat, berbeda dengan transaksi tunai).
Saat ini GNNT dinilai akan semakin maksimal pencapaiannya jika terdapat perpaduan yang baik antara BI dan dunia pendidikan. Saat berbagai komponen telah menjalin kerjasama dengan baik, maka permasalahan ini tak lagi menjadi ‘Dilema’, namun dapat tercapai sesuai keinginan bersama. Mari bersama kita sukseskan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) untuk Indonesia yang lebih baik.
Oleh : Aprillia Lusiana
Mahasiswa Jurusan Ekonomi dan Administrasi
Fakultas Ekonomi – UNJ
(ded/ded)