Vihara Bersejarah Hadiah Sunan Gunung Jati

Pernita Hestin | CNN Indonesia
Jumat, 03 Mar 2017 16:38 WIB
Menyambangi bangunan peribadatan umat Budha yang bersejarah di Banten Lama. Simbol toleransi beragama yang patut ditiru.
Vihara Avalokitesvara di Banten Lama. (Foto: Pernita Hestin/CNN Indonesia)
Jakarta, CNN Indonesia -- Tiga puluh menit menepuh perjalanan dari pusat Kota Serang, membuat kita menikmati panasnya kota ini dengan cara yang menyenangkan. Bukan pergi ke pantai, ataupun snorkeling di pulau-pulau nan eksotik di tempat tersembunyi di provinsi ini. Namun, belajar sejarah dan kebudayaan provinsi yang terletak di antara 5º7'50"-7º1'11" Lintang Selatan dan 105º1'11"-106º7'12" Bujur Timur ini.

Menyambangi sebuah tempat memang tidak afdol jika belum menyambangi ikon sejarahnya. Banten dahulu tersohor sebagai daerah penyebaran agama Islam dan merupakan salah satu kerajaan Islam terbesar di nusantara.

Banten lama, merupkan salah satu tempat wisata sejarah di Banten yang kaya dengan situs budayanya, dan kawasan ini merupakan sisa-sisa peninggalan dari Kesultanan Banten. Keraton Kaibon, Keraton Surosowan, Masjid Agung Banten, Benteng Spellwijk, Museum Kepurbakalaan Banten, Vihara Avalokitesvara dan Danau Tasikardi, inilah beberapa situs yang menjadi cagar budaya di Banten.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut salah satu penjaga museum kepurbakalaan Banten, Bahrudin, tempat-tempat tersebut merupakan satu kawasan Banten Lama. ”Iya yang saya jaga, tidak hanya museum saja namun keraton, masjid, vihara dan semua yang menjadi situs budaya di Banten lama ini,” ujarnya

Saat perjalanan saya menuju Banten Lama, Keraton Kaibon yang pertama menyapa saya. Letak keraton ini memang agak jauh dari beberapa situs lain. Bongkahan-bongkahan bangunan di atas rumput hijau, dan beberapa pengunjung menjadi pemandangan saya sore itu. Setelah melewati Keraton Kaibon, saya terus menuju arahan papan plang yang tertulis “Banten Lama”, saya mengikuti dan berbelok kearah kiri.

Waktu menunjukkan pukul 5 sore, namun pengunjung dan para penjual di kawasan Banten Lama masih ramai. Saat menuju Museum Kepurbakalaan Banten, tempat ini sepi, dan ternyata sudah tutup.

Sebuah Vihara di Banten Lama

Melanjutkan perjalanan terus ke pemukiman warga, ada bangunan yang mengunci mata saya. Bangunannya terlihat mencolok dari beberapa reruntuhan bangunan lainnya. Dan letaknya yang nyempil, membuat saya ingin menyambangi tempat ini.

Bangunan yang didominasi warna merah dan beberapa ornamen naga di depan gerbangnya ini, bernama Vihara Avalokitesvara.

Menilik sejarah vihara yang sudah dibangun sejak abad 16 ini, tidak lepas dari sejarah penyebaran Islam di kawasan ini. Sunan Gunung Jati, membangun vihara ini pada tahun 1542 untuk menghormati pengikut putri kaisar yang masih memegang teguh keyakinannya, yang tak lain adalah istrinya yang bernama Putri Ong Tien, seorang keturunan kaisar China.

Dulu letak Vihara ini dekat dengan Masjid Agung Banten, namun pada tahun 1774 dipindahkan di kawasan Pamarican dan hingga sekarang, mengingat letaknya juga jauh dari kawasan pusat Banten Lama.
 
Lolos dari Bencana

Vihara ini memiliki luas 10 hektare, terdapat altar untuk sembahyang, tempat lilin, mes untuk umat dari luar kota, dan ada pula perpustakaan yang menyimpan buku-buku doa dan buku ajaran Buddha.

Altar dengan patung Dewi Kwan Im menjadi altar utama, letaknya di dalam. Patung Dewi Kwan Im konon umurnya sama dengan bangunan vihara, dan patung tersebut menjadi patung yang selamat dari kebakaran pada tahun 2009 dan saat letusan gunung krakatau pada tahun 1883. Vihara ini juga menjadi tempat berlindung saat terjadinya bencana tersebut.

Klenteng Tri Dharma

Saya tahu bahwa vihara menjadi tempat ibadah bagi umat Buddha, dan ternyata vihara ini memiliki sebutan lain, yaitu Klenteng Tri Darma. Di mana diperuntukkan untuk tiga kepercayaan sekaligus Kong Hu Cu, Taoisme, dan Buddha.

Salah satu umat dari Cilegon, Doni, mengatakan bahwa vihara ini ramai jika ada perayaan Kwan Im atau pun saat malam Imlek.

“Umat yang datang dari Bogor, Bandung juga banyak,” tambahnya saat saya temui di depan klenteng.

Ia juga berkata bahwa ia menemani ibunya berdoa, karena besok akan pergi ke luar negeri. Saat saya ingin bertanya kepada salah satu penjaga. “Maaf mata saya sudah tidak jelas, ke situ saja,” ujar penjaga tersebut.

Saya sedikit menghela nafas, kemudian saya melirik ke depan vihara dan mendapati salah satu pengunjung tengah asyik berswafoto, mungkin bapak penjaga kira saya mau difoto olehnya.

Memang tempat ini juga terbuka untuk dikunjungi oleh pengunjung atau wisatawan yang ingin melihat-lihat. Selain, melestarikan budaya satu hal bisa kita petik dari kawasan Banten Lama ini, yaitu adanya toleransi bahkan sejak zaman dahulu. (ded/ded)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER