Jakarta, CNN Indonesia -- Pagi yang hangat menyelimuti kawasan kampus Institut Teknologi Bandung. Hari itu Sabtu, tapi kampus ini tidak pernah kehilangan keramaiannya.
Institut Teknologi Bandung (ITB) yang berada di Jalan Ganesa, Bandung itu tetap ramai, parkiran pun dipenuhi oleh kendaraan motor maupun mobil. Ketika melewati gerbang utama, sebuah tenda yang berdiri di Lapangan Campus Center Barat menarik perhatian. Sebuah tulisan besar tergantung di salah satu sisi tenda tersebut, tulisannya “Wisata Kuliner Melayu”.
Benar saja, setelah memasuki tenda ada meja berjejer-jejer dan di atasnya terhidang segala jenis makanan khas Melayu. Ada Mie Lendir, salah satu kuliner asli Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, ada juga Roti Jala, yaitu makanan populer khas Melayu yang terbuat dari terigu, telur dan garam, umumnya Roti Jala disantap bersama kuah kari ayam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perpaduan rasa pedas dari Roti Jala membuatnya populer. Selain itu terhidang juga Nasi Dagang yaitu makanan khas Melayu Malaysia yang berupa nasi ditanak bersama santan kelapa dan disajikan dengan ikan bumbu khas yang nikmat. Siapapun yang datang ke tenda tersebut akan tergiur oleh makanan yang disajikan. Tidak hanya makanan tersebut, masih banyak makanan dan minuman lainnya terhidang pada acara Wisata Kuliner Pesta Pora Melayu 2017 itu.
Penyelenggara acara “Wisata Kuliner Melayu” ini adalah Unit Kegiatan Mahasiswa Riau (UKMR), yang di mana anggotanya adalah mahasiswa ITB yang berasal dari Riau dan Kepulauan Riau. UKMR menyelenggarakan acara ini untuk mengenalkan budaya kuliner lokal dari Melayu, selain itu untuk mengusir rasa rindu para anggota akan makanan daerah tempat tinggalnya selama di tanah rantau yaitu Kota Bandung.
“Acara ini juga untuk mengumpulkan dana. Nanti akan menyelenggarakan acara selanjutnya yaitu pentas seni budaya,” ujar Aditio Pangestu, ketua UKMR ITB.
Mereka sengaja mengadakan acara-acara tersebut agar komunitas mereka memiliki kegiatan dan membuat budaya mereka semakin dikenal.
Pemesanan makanan dibuka pada pukul 11.00 WIB, tapi beberapa pengunjung sudah ramai mengantre di depan meja pembayaran.
Jadi, sistem pemesanannya adalah pengunjung memilih makanan yang akan di beli, kemudian bayar dimeja kasir sekaligus mendapatkan kupon yang nantinya ditukar dengan makanan. Beberapa hari yang lalu, panitia membuka pesanan lebih dulu atau Pre Order (PO) melalui media sosial. Tanpa diduga, banyak yang memesan sampai beberapa makanan tidak sempat dijual di acara “Wisata Kuliner Melayu” karena kehabisan.
Menjelang tengah hari, tenda tersebut semakin ramai. Pada hari itu bertepatan juga dengan acara ITB Career Days yang diselenggarakan di Aula Barat dan Aula Timur ITB. Sehingga banyak pengunjung untuk santap makan siang di acara “Wisata Kuliner Melayu” ini. Harga yang terjangkau menjadi daya tarik pengunjung juga, setiap makanan rata-rata dijual dengan harga Rp17.000-Rp20.000, sedangkan minuman dijual dengan harga Rp7.000-15.000. Sehingga pengunjung pun tidak hanya mahasiswa, akan tetapi masyarakat umum dan beberapa keluarga ramai mengunjungi tenda ini.
“Saya tertarik ke sini karena makanannya, sih. Saya asalnya dari Jawa, tapi pernah nyobain makanan Melayu yang enak-enak. Jadi saya tertarik ke sini,” ujar Afif, mahasiswa Sekolah Tinggi Elektronika dan Informatika.
Selain Afif, ada beberapa mahasiswa yang bukan berasal dari Riau atau Kepulauan Riau tapi dengan semangat menyantap makanan khas Melayu tersebut. Seperti Fikri dan Isbram yang sengaja datang karena di undang oleh temannya dan baru pertama kali mencicipi kuliner Melayu.
Menurut mahasiswa yang biasa dipanggil Tio itu, anggotanya mempersiapkan acara ini sudah dari lama. Terutama untuk mempersiapkan dananya, mereka berjualan makanan untuk mengumpulkan dana. Berjualan untuk sebuah acara sudah tidak asing di ITB ataupun di kampus lain, hal tersebut biasa disebutnya danus atau dana usaha. Kemudian mengadakan kerja sama dengan Paguyuban Ibu-ibu berasal Riau dan Kepulauan Riau untuk memesan makanan yang akan dijadikan menu jualan di “Wisata Kuliner Melayu”.
Tio memasang target pengunjung mencapai 1000 orang, akan tetapi baru pukul 13.00 saja, makanan yang dihidangkan sudah habis terjual. Hal tersebut membuktikan bahwa budaya kuliner Melayu cukup digemari oleh masyarakat luas.
Budaya Melayu semakin kental dirasakan ketika beberapa anggota UKMR mengenakan pakaian adat Riau. Mereka juga bercakap menggunakan bahasa dan dialek Melayu. Tendanya pun dihias dengan pernak-pernik melayu, terdapat mading yang isinya foto-foto pentas seni budaya tahun sebelumnya. Benar-benar terasa seolah-olah berada di tanah Melayu akan tetapi nyatanya berada di tanah Pasundan.