Bandung, CNN Indonesia -- Salah satu cara untuk menghasilkan karier yang sukses adalah mempunyai kemampuan dalam melihat peluang untuk dimanfaatkan. Suatu bidang pasti mempunyai celah yang berpotensi untuk dimanfaatkan, tak terkecuali pada bidang olahraga.
Olahraga yang belum cukup populer dan masih kekurangan atlet adalah ladang yang penuh potensi. Kurangnya pesaing tentu semakin memperbesar kemungkinan untuk menoreh prestasi. Di Indonesia, berkuda adalah salah satu bidang olahraga yang belum banyak diminati.
“Berkuda saat ini merupakan salah satu olahraga yang mempunyai potensi besar di Indonesia,” kata Rahmat Widodo pada Seminar Budaya dan Olahraga Berkuda, yang diselenggarakan di Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Bandung, beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rahmat yang merupakan salah satu atlet berkuda menyatakan bahwa berkuda merupakan ajang prestisius dan mempunyai peluang besar, namun saat ini masih kekurangan atlet.
“Adanya stigma bahwa berkuda hanyalah hobi untuk kalangan orang berduit menjadi salah satu penyebab sepi peminatnya olahraga ini,” keluhnya. Jika berkuda hanya dijadikan sekedar hobi tentu akan mahal, apalagi jika semuanya dibeli bukan disewa. Harga kuda berada di kisaran Rp20 juta atau bahkan lebih, tergantung jenisnya. Belum lagi untuk biaya perlengkapan kuda dan biaya perawatan yang tak kalah mahal.
Untuk mengatasi harga yang mahal tersebut, Rahmat yang sehari-hari bekerja sebagai polisi di Dinas Satwa Kepolisan Republik Indonesia mempunyai cara untuk mengatasinya. Di hadapan puluhan mahasiswa yang menghadiri seminar, ia menyarankan para mahasiswa yang tertarik untuk bergabung dengan komunitas-komunitas berkuda terlebih dahulu.
“Dengan ikut komunitas, kalian bisa belajar bagaimana caranya berkuda dan hal teknis lainnya,” katanya. “Kalau seseorang memang mempunyai bakat, nantinya dia akan direkomendasikan ke instansi-intansi terkait."
Bila seorang penunggang dianggap berbakat dan bisa menorehkan prestasi, pihak swasta akan berebutan untuk menarik jasanya. Hal inilah yang dialami oleh Rahmat pada awal kariernya.
Bermula mengikuti komunitas berkuda, ia menunjukkan perkembangan yang menjanjikan hingga akhirnya ditarik oleh klub berkuda. Kepercayaan tersebut ia bayar dengan piala juara I Show Jumping AE Kawilarang Cup. Ia berharap, para mahasiswa yang hadir bisa mengikuti jejaknya.
Namun, jika kamu memang tak ingin berkecimpung pada dunia kompetisi, berkuda masih tetap memiliki daya tawar yang tinggi. Sebagai salah satu cabang olahraga tentu berkuda memberikan manfaat utama dari olahraga yaitu kesehatan. Selain kesehatan, berkuda menawarkan manfaat lain yaitu kejiwaan dan melatih mental.
Berinteraksi dengan seekor kuda bukanlah hal yang mudah, kuda pada kegiatan ini merupakan rekan para penunggang. Layaknya pada dunia kerja, seorang rekan haruslah dimengerti karakteristiknya agar terciptanya keserasian. Hal ini pada akhirnya akan membentuk jiwa kepemimpinan sang pengendara.
Sementara itu, berkuda juga bisa dijadikan sebagai alat meditasi. Berkuda diakui Rahmat memberikan ketenangan batin pada dirinya sehingga bisa melepaskan penat dan pikiran yang ada.
Berkuda sejatinya bukalah hal yang sulit, namun kurangnya sarana penunjang cukup menghambat kegiatan ini. Oleh karena itu bergabung dengan komunitas adalah cara praktis dalam mendapatkan akses berkuda. Di Bandung terdapat beberapa komunitas berkuda seperti di Arcamanik, Parongpong, De Ranch ataupun komunitas lainnya.
Sementara bagi mahasiswa, keberadaan UKM berkuda sangatlah dicari untuk menyalurkan hobinya atau setidaknya rasa penasarannya. UKM Equine hadir sebagai wadah untuk meyalurkan hal-hal tersebut. UKM yang berada di naungan Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran ini bisa menjadi alternatif. Mereka menyediakan kegiatan berkuda yang bisa diikuti oleh umum.
“Untuk menjadi anggota Equine haruslah anak Fapet, tapi kalau ingin belajar berkuda terbuka secara umum kok,” ujar Ade selaku ketua Equine. Namun, dalam upayanya mengenalkan dunia berkuda, Equine masih belum bisa melakukan latihan berkuda secara rutin. “Pihak rektorat masih belum mendukung sepenuhnya, sehingga pengadaan sarana berkuda saat ini masih sulit diwujudkan,” jelasnya.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Ade mengakui pihaknya mesti menyewa kuda dari luar untuk memfasilitasi para peserta. “Kami biasanya mendatangkan kuda-kuda dari Sumedang untuk kegiatan berkuda yang diselenggarakan di GOR Jati Unpad”. “Meskipun kurang efektif, tapi tingginya minat para peserta membuat kami tetap melaksanakannya,” Ade menambahakan.
Sebenarnya banyak potensi yang dimiliki para penunggang kuda yang saat ini tengah belajar berkuda di Equine. Tim kepelatihan Equine melihat bila mereka rajin dan sungguh-sungguh dalam berlatih bukan tidak mungkin akan memenuhi kriteria sebagai atlet berkuda. Namun keterbatasan fasilitas membuat perkembangan mereka terhambat, pada akhirnya Equine hanya mampu sebatas mengarahkan. “Kalau memang ada yang punya potensi sebagai atlet, kami cuman bisa mengarahkan mereka untuk bergabung dengan klub atau komunitas yang lebih besar,” tutup Ade.
Rahmat mengatakan bahwa yang dilakukan Equine adalah sebuah terobosan yang patut dicontoh oleh kampus-kampus lain. Saat ini kampus yang mempunyai UKM berkuda masih bisa dihitung dengan jari. Padahal mahasiswa merupakan lahan yang penuh potensi bagi perkembangan dunia berkuda di Indonesia. “Saya sangat menyarankan untuk seluruh mahasiswa mencoba teknik dasar berkuda bila perlu, kalau memang ada yang punya potensi, instansi swasta tidak akan ragu untuk menanamkan modal kepada mereka," katanya.