Jakarta, CNN Indonesia -- Badan besar, kuat, dan tangguh. Selintas itulah gambaran atlet f
ootball yang membutuhkan perlindungan kuat agar tetap kokoh ketika “disenggol” lawan dan bola tak berpindah tangan. Bantalan di pundak pemain serta helm khusus yang melindungi kepala dari benturan keras menambah kesan macho dan bertenaga.
Olahraga yang dimainkan pertama kali pada tahun 1869 di Amerika ini mengandalkan kontak fisik berupa benturan dan tabrakan. Dengan sebelas pemain di masing-masing tim, satu orang harus membawa bola dengan tangan dan menaruhnya di luar garis gawang atau menendangnya hingga melewati gawang lawan.
Ternyata hal itu tak selalu berlaku dalam olahraga
flag football (FF), yang berbeda dengan
American football atau
football biasa yang sering diperlihatkan dalam adegan film. Memang FF merupakan salah satu variasi dari
football. Namun dari segi teknik, strategi, dan kontak fisik terlampau berbeda.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Football umumnya mendapatkan poin, salah satunya, dari men-tackle atau menjatuhkan lawan hingga tangan atau lutut menyentuh tanah. Sedangkan FF, sesuai namanya, lawan hanya mengambil salah satu bendera yang terpasang pada pinggang pembawa bola (
ball carrier) atau disebut
deflagging.
Selain itu, masih banyak lagi perbedaan antara f
ootball dengan FF. Seperti yang dilansir laman resmi Flag Football Indonesia, jumlah pemain FF hanya delapan orang per tim dalam satu waktu, kurang dari jumlah pemain
football biasa. Waktu pertandingan yang dijalankan totalnya dua babak dengan durasi 25 menit per babak. Jika dalam
football, pemain mengandalkan kontak fisik secara penuh untuk menjatuhkan lawan, dalam FF,
ball carrier tidak boleh secara aktif melakukan kontak fisik dengan
defender.
Badan kecil bisa main FF lebih mengandalkan daya pikir, analisa, prediksi, kecepatan, kekuatan, serta teknik. Bukan berarti FF diperuntukkan mereka yang berbadan besar, berotot tebal, bertubuh kuat. Permainan ini dapat diikuti oleh siapa saja, asalkan memang siap fisik. Pemain sebelumnya dapat melakukan tes fisik untuk mengetahui apakah ia sanggup untuk beraksi.
Orang yang bertubuh kecil, kurus, atau pendek, boleh saja menjadi anggota tim asalkan memang telah mengetahui bahwa dirinya sudah memiliki kesiapan fisik yang mantap. Namun, mereka akan ditempatkan pada posisi yang memang wajar dan sesuai dengan postur tubuhnya. Biasanya diposisikan sebagai
running back atau personil yang berlari untuk membawa bola, karena memungkinkan untuk berlari dan menghindar dari lawan secara lebih cepat daripada rekan lainnya yang bertubuh lebih besar.
Perkembangan di tanah air Permainan ini ternyata telah berkembang di Indonesia sejak 2001. Adanya asosiasi khusus FF bernama Indonesian Flag Football Association (IFFA) yang berdiri sejak 14 Februari 2009 menjadi bukti sahihnya eksistensi olahraga ini di tanah air. IFFA berpusat di Jakarta dan sudah mempunyai sekretariat regional di beberapa daerah, seperti di Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya.
Saat ini, yang cukup aktif mengembangkan FF ialah para mahasiswa yang membuat komunitasnya sendiri di universitasnya, terutama di pulau Jawa. Beberapa diantaranya yakni Universitas Padjadjaran, Universitas Airlangga, Universitas Gadjah Mada, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Universitas Diponegoro, dan Universitas Brawijaya.
Antusias mahasiswa terhadap FF menggugah IFFA untuk menyelenggarakan event pertandingan kelas nasional dan regional. Mereka menyebutnya College Bowl dan Major League.
Si Raja Macan Salah satu pendorong pamor FF di Indonesia ialah Universitas Padjadjaran (Unpad) dalam naungan Unit Flag Football Unpad (UFFU). Ketua kepengurusan UFFU tahun 2016, Wulung Prajadi Hersurasto (21), di tengah kesibukan kuliah dan organisasi yang dijalaninya, dapat berbincang santai dengan penulis hingga larut malam.
“UFFU berdiri pada 21 Oktober 2011 atas prakarsa beberapa mahasiswa Unpad saat itu, salah satunya Akbar, Fisip (Unpad) 2011,” terangnya singkat.
Unit olahraga yang menjuarai Bandung Major League dan College Bowl selama dua tahun berturut-turut ini dijuluki Königstiger. Esensinya, tutur Wulung,
königs merupakan nama jenis tank Jerman yang sangat kuat, sedang
tiger terinspirasi dari mitologi macan Siliwangi yang menjadi raja dari segala macan. “Kita bakal berusaha buat jadi tim yang kuat seperti tank, dan saat bermain pun bisa ganas seperti macan,” tegas mahasiswa Fakultas Peternakan angkatan 2013 ini.
Motto UFFU, “
build like a tank, play like a tiger” yang berarti “membangun seperti tank, bermain seperti macan” dinilai sudah teraplikasi dalam tim menurut Iqbal (19), mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad yang merupakan anggota UFFU. “Pemain dalam tim memang kuat-kuat, permainannya juga apik. Meskipun saya anak baru, tapi ketika pertama melihat pertandingan, saya langsung terkesan,” ungkapnya sambil menyisipkan sesimpul senyuman tanda bangga.
Mengenai perkembangan FF di Indonesia, Wulung menganggapnya sudah cukup baik. Terbukti dengan adanya agenda-agenda IFFA yang dapat mewadahi minat dan bakat masyarakat Indonesia terhadap olahraga ini. Ia menilai, khususnya regional Bandung, IFFA dan komunitas FF di Bandung sudah saling aktif dalam “mematenkan” permainan ini secara masif. Mini Bowl menjadi pertandingan skala kecil yang mengawali langkah para pemain FF di daerah atau instansinya masing-masing.
Wulung pun melanjutkan, ada alasan kuat yang membuatnya yakin bahwa FF harus eksis. Selain tingkat keamanan yang lebih baik daripada football biasa karena tidak adanya kontak fisik secara penuh, ia juga mengutarakan, FF adalah permainan pelepas kebosanan dari olahraga sepak bola dan futsal, karena teknik dan strategi yang seperti bermain kejar dan tangkap.
“Flag football itu olahraga anti-mainstream, lebih aman daripada football biasa. Cocok dimainin di Indonesia dengan masyarakat yang postur tubuhnya relatif lebih kecil dibandingkan dengan postur tubuh bule yang besar dengan pundak yang lebar,” pungkasnya.