Jakarta, CNN Indonesia -- Setelah mengirimkan eksperimen pembuatan ragi di Stasiun Antariksa Internasional (ISS) tahun lalu, siswa-siswi SMA Unggul Del di Laguboti, Toba Samosir, Sumatera Utara kembali dapat kesempatan mengirimkan karyanya ke stasiun itu.
Kali ini siswa SMA Unggul Del mengirimkan eksperimen bertajuk The Fermentation of Soybeans in Microgravity Experiment atau Fermentasi Kedelai dalam Kondisi Mikrogravitasi. Intinya sih ini untuk melihat pengaruh microgravitasi terhadap proses fermentasi kedelai dengan bantuan ragi.
Untuk itu mereka mengirimkan biji kedelai yang sudah diberi ragi ke ISS. “Harapannya sampai di sana, diberi air, akan tumbuh jadi tempe,” kata Eka Trisno Samosir, dosen pembimbing penelitian itu, kepada CNN Student, Kamis (8/6). Secara hipotesis, microgravitasi akan membuat proses fermentasi lebih cepat dibandingkan di Bumi.
Para peneliti muda itu adalah Theodora Mega Putri Lumban Gaol dan Putry Yosefa Siboro dari Institut Teknologi Del, lalu ada Afner Sirait, Arico Liberty Setiawan Sembiring, Oliver Danofan Nainggolan, Rejoel Mangasa Siagian, Matthew Addrian Silalahi, Ronaldo Simatupang, Ruth Johana Hutagalung, dan Stanley Martin Siagian, dari SMA Unggul Del.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka dibimbing oleh Eka Trisno Samosir dari Institut Teknologi Del dan Ari Raharja dari SMA Unggul Del. Dua peneliti kemudian diutus ke San Jose, California, untuk mempersiapkan pengiriman eksperimen ke ISS, yaitu Putry dan Afner. Eksperimen mereka diterbangkan ke ISS pada 4 Juni waktu AS, menumpang roket SpeedX Falcon 9 dari pangkalan antariksa Kennedy, Amerika Serikat.
Eka mengatakan eksperimen kali ini memang kelanjutan dari eksperimen sebelumnya. Tahun lalu, tepatnya April 2016, siswa sekolah ini membuat ragi dan ternyata berhasil. Ragi bisa tumbuh di ISS. “Memang dari awal tujuan penelitian kita adalah membuat tempe di antariksa, untuk mengenalkan tempe ke dunia dan apakah bisa jadi alternatif makanan bagi pelancong ke antariksa, seperti perjalanan ke Mars,” kata Eka.
Biji itu akan mengorbit selama 30 hari, kemudian dibawa pulang ke Bumi. Jika tak ada halangan, biji itu akan kembali ke Toba Samosir dalam dua pekan.
Peran Prof SapNama lengkapnya adalah Profesor Joko W. Saputro tapi biasa disapa Prof Sap. Sosok inilah yang berperan dalam mempertemukan eksperimen anak-anak muda di Laguboti sana dengan Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA).
Prof Sap sudah mengajar di negeri Paman Sam selama lebih dari 20 tahun. Dia yang meminta peneliti NASA memberikan kuota di roket peluncur NASA yang akan diterbangkan ke ISS.
“Saat kembali ke Indonesia, beliau mendengar ada penelitian tingkat sekolah di sini dan dia meminta kami membuat proposal dan ternyata memenuhi kriteria,” kata Eka.