Jakarta, CNN Indonesia -- Dunia pendidikan Indonesia kembali ramai, bukan karena ujian nasional ataupun pergantian kurikulum. Namun karena munculnya wacana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Muhadjir Effendy, yang bakal menerapkan sistem full day school alias sekolah sehari penuh, pada awal tahun ajaran 2017-2018 nanti.
Sontak wacana tersebut menuai banyak tanggapan dari berbagai kalangan. Pihak lain menyebut bahwa penerapan sekolah sehari penuh akan menambah beban belajar siswa. Lagipula kebijakan tersebut juga tidak relevan dengan Madrasah Idinayah yang melakukan kegiatan belajar mengajar pada sore hari.
DPR pun ikut mengkritisi konsep sekolah sehari penuh yang diwacanakan Kemendikbud. Masalah seperti aturan jam belajar, sarana dan prasarana, serta jumlah guru ikut dipersoalkan oleh DPR.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tanggapan tidak hanya datang dari DPR, namun Menteri Agama, Lukman Hakim Syarifudin, meminta jaminan dari Kemendikbud bagi Madrasah Idinayah dan pondok pesantren apabila sekolah sehari penuh dilaksanakan.
Dengan adanya sekolah sehari penuh, Mendikbud berharap agar anak tidak sendiri saat orang tuanya masih bekerja di kantor. Selain itu anak juga dapat menyelesaikan tugas-tugas sekolah sambil menunggu orang tuanya menjemput.
Namun alasan tersebut kurang relevan dengan masyarakat pedesaan. Struktur pekerjaan masyarakat pedesaan yang mengandandalkan sektor pertanian, sangat berbeda dengan orang perkotaan yang mengandalkan sektor perdagangan, industri, dan jasa. Orang desa cenderung lebih memiliki waktu yang banyak antara orang tua dengan anaknya saat di rumah.
Bahkan di masyarakat perkotaan, tidak semua orang tua bekerja sebagai karyawan atau pegawai di suatu perusahaan. Banyak dari orang tua yang bekerja sebagai wirausaha sehingga waktu bekerjanya lebih fleksibel daripada pekerja kantoran.
Sekolah sehari penuh juga dapat memberikan dampak buruk bagi anak dan orang tua. Waktu yang seharusnya dapat digunakan oleh orang tua dan anak untuk berkumpul menjadi berkurang. Karena orang tua dan anak sama-sama lelah setelah beraktifitas seharian di kantor dan di sekolah. Apalagi di daerah perkotaan seperti Jakarta yang sehari-hari sudah dilanda kemacetan.
Tenaga pengajar pun juga terkena imbasnya. Bukan hanya guru di perkotaan yang beban kerjanya bertambah, namun guru yang berada di pedalaman pun menghadapi masalah yang lebih kompleks. Seperti masalah transportasi yang terbatas, jalan yang rusak, dan bangunan sekolah yang kurang memadai.
Hal inilah yang perlu dikaji mendalam oleh Kemendikbud. Mengingat penerapan sekolah sehari penuh masih mendapat banyak hambatan. Meski Kemendikbud menyatakan tidak memaksakan semua sekolah untuk menerapkan kebijakan barunya, namun hal tersebut akan memicu perbedaan jam sekolah antara sekolah yang tidak menerapkan full day school dengan sekolah yang menerapkan sekolah sehari penuh.
Ketakutan bila anak menjadi liar ketika orang tua tidak ada di rumah dapat diatasi dengan banyak cara. Kemendikbud perlu merangkul banyak pihak untuk menanggulangi kenakalan remaja. Seperti bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk pembangunan kawasan kreatif yang dapat dipergunakan anak muda, pembinaan dari kepolisian, mengurangi tayangan televisi yang tidak mendidik, dan membuka jalan komunikasi dengan orang tua yang sibuk bekerja agar tidak menambah beban kerja mereka.
Karena selama ini Kemendikbud hanya mengintensifkan peningkatan kualitas pendidikan di sekolah daripada memerhatikan cara orang tua mendidik anaknya di rumah. Semoga pendidikan di Indonesia dapat semakin baik. Pembenahan harus melibatkan banyak pihak sehingga dapat berjalan utuh dan tidak setengah-setengah.