Jakarta, CNN Indonesia --
Bullying, hanya satu kata namun mampu menohok siapapun yang membaca maupun melihatnya.
Bullying bukanlah hal yang sederhana dan mampu diberantas hanya dengan satu petikan jari. Bahkan, beribu orang pun di negeri ini juga belum mampu untuk memberantas perilaku tersebut.
Entah sampai kapan,
bullying masih menjadi momok yang menakutkan. Mulai dari pemerintah hingga kalangan bawah menyikapi kasus ini sebagai kasus yang sulit untuk terselesaikan. Begitu banyaknya kasus
bullying yang terjadi di negeri ini membuat masyarakat resah.
Banyaknya kasus dan terus bertambahnya kasus ini membuat masyarakat resah akan nasib anak–anak mereka kelak karena
bullying dapat terjadi di manapun, seperti di lingkungan sekolah maupun lingkungan rumah. Bahkan baru–baru ini terjadi kasus
bullying di salah satu kampus swasta ternama di Indonesia. Hal ini bukan salah satu hal yang patut untuk dibanggakan namun hal yang mengecewakan yang ada di negeri ini.
Mulai dari anak sekolah dasar hingga mahasiswa pun dapat melakukan
bullying ataupun menjadi korban dari perilaku itu sendiri. Di lingkungan kampus ataupun sekolah yang seharusnya diperuntukkan untuk membina ilmu dan pertemanan justru harus dikotori dengan kasus–kasus yang tercela seperti ini.
Sungguh suatu ironi ketika kita melihat seorang mahasiswa yang seharusnya dapat menjadi contoh yang baik untuk masyarakat justru melakukan tindakan
bullying. Mahasiswa yang dinilai sebagai orang yang berpendidikan dapat menjadi pelaku dalam kasus ini. Bahkan korbannya adalah anak berkebutuhan khusus dan perilaku ini ia alami selama lebih dari 2 tahun yaitu mulai dari semester pertama masuk kampus tersebut.
Tak hanya itu, di tempat lain siswa menengah pertama pun melakukan
bullying kepada teman seangkatannya. Seperti dalam kasus yang terjadi di Thamrin City, Jumat (14/7). Siswi SMP bersama teman se-gengnya yang berjumlah delapan orang mem-
bully salah satu temannya. Hanya karena salah paham dan berujung pada aksi tersebut. Kasus ini direkam oleh salah satu pelaku dan akhirnya tersebar di media sosial. Ada yang mem-
bully, merekam dan lalu disebar di seluruh media sosial sehingga masyarakat melihat dan merasa khawatir dengan kasus tersebut.
Adapun kasus lainnya, seorang anak siswa sekolah dasar di-
bully temannya hanya karena ia tak mau menirukan suara unik yang menjadi ciri khasnya dan membuat korban berhenti dan tidak ingin masuk sekolah lagi. Masyarakat harus melihat bahwa kasus ini adalah kasus yang penting dan mengancam masa depan anak–anak bangsa.
Penyebab awal dari adanya perilaku ini pun tak lepas dari lingkungan keluarga. Salah satu penyebabnya adalah anak yang terbawa arus oleh pergaulan untuk melakukan
bullying bersama kelompoknya dan orang tua mereka yang tidak tahu apa yang dilakukan anaknya ketika bersama kelompoknya tersebut.
Penyebab lain adalah adanya masyarakat yang masih acuh tak acuh terhadap kasus tersebut dan ketika kasus ini terjadi mereka hanya menonton dan tidak melakukan perlawanan yang berarti untuk korban. Sehingga kasus ini dapat muncul secara luar di media sosial.
Bagi para korban, banyak yang masih takut untuk berbicara kepada orang tua mereka karena diancam oleh pelakunya. Dan tidak adanya wadah untuk mereka memberi pengaduan kepada pemerintah terhadap kasus yang mereka alami.
Lingkungan sekolah ataupun lingkungan kampus yang tidak memiliki sanksi yang kuat terhadap kasus tersebut dan juga membuat kasus ini marak terjadi, kurangnya pengawasan di lingkungan tersebut membuat para pelaku dengan bebasnya melakukan
bullying terhadap korbannya.
Pengaruh media juga dapat menjadi salah satu penyebab adanya
bullying. Siaran pada program televisi dan tidak mendidik akan meninggalkan jejak di benak penontonnya. Dan akan menjadi berbahaya jika tayangan yang terdapat unsur kekerasan di tonton oleh anak–anak.
Perilaku
bullying yang tidak ditangani dengan baik pada masa anak-anak justru dapat menyebabkan gangguan perilaku yang lebih serius di masa remaja dan dewasa. seperti pelecehan seksual, kenakalan remaja, keterlibatan dalam geng kriminal dan kekerasan terhadap pacar atau teman kencan, pelecehan atau
bullying di tempat kerja, kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan atau kekerasan terhadap anak, dan kekerasan terhadap orang tua sendiri.
Tidak akan lepas dari ingatan, jika menjadi salah satu korban atau salah satu orang tua dari korban
bullying tersebut. Terlalu sedih untuk mengingat hal tersebut dan akan terus membekas di dalam benaknya. Ini membuktikan bahwa
bullying memiliki konsekuensi emosional yang merugikan untuk kita semua.
Korban yang pernah mendapatkan perilaku
bullying pun beresiko tinggi untuk mengalami depresi, cemas bahkan berpeluang untuk melakukan bunuh diri. Mereka juga berpotensi untuk melakukan kejahatan dan penyalahgunaan mitra di kemudian hari (dendam).
Kasus
bullying juga dapat merusak komunitas sekolah secara keseluruhan, dapat mengganggu kesejahteraan sekolah dan meninggalkan bekas luka yang mendalam dan tak dapat terhapuskan pada kehidupan anak–anak.
Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, Adhyaksa Dault angkat bicara mengenai kasus
bullying yang beredar saat ini. “Sangat disayangkan
bullying itu terjadi. Ini perbuatan tercela, tidak berperikemanusiaan. Ini juga tidak menghargai kelemahan mental manusia sebagai ciptaan Tuhan.” Adhyaksa menilai gerakan dan sosialisasi anti bullying harus diperkuat agar kejadian seperti ini tidak terulang kembali.
Hal senada disampaikan Andalan Nasional Kwarnas Gerakan Pramuka urusan Bina Anggota Dewasa, Mohammad Laiyin. Menurutnya, mengolok sesama teman yang normal dengan istilah ‘autis’ juga tidak boleh. “Karena juga akan menyakiti hati para orang tua yang sedang diuji memiliki putra-putri dengan sindrom tersebut,” katanya.
Kasus ini juga mendapat perhatian dari Psikolog Universitas Indonesia, Ratna Djuwita. Menurut Ratna, pelaku dalam kasus ini bukan hanya orang yang secara langsung melakukan perisakan terhadap korban. Mereka yang melihat pun bisa disebut pelaku jika hanya berdiam diri. "Sebab, yang dicari pelaku
bullying adalah rekognisi orang di sekitarnya," kata Ratna, Senin, 17 Juli 2017.
Menurut KPAI, saat ini kasus
bullying menduduki peringkat teratas pengaduan masyarakat. Dari 2011 hingga agustus 2014, KPAI mencatat 369 pengaduan terkait masalah tersebut. Jumlah itu sekitar 25% dari total pengaduan di bidang pendidikan sebanyak 1.480 kasus.
Bullying yang disebut KPAI sebagai bentuk kekerasan di sekolah, mengalahkan tawuran pelajar, diskriminasi pendidikan, ataupun aduan pungutan liar.
KPAI sangat menyayangkan adanya peningkatan dari kasus
bullying dari tahun ketahun. Bahkan pada tahun ini muncul kembali video
bullying yang beredar di masyarakat dan terjadi di lingkungan pendidikan. Dalam hal ini pemerintah kecolongan kembali.
Dengan adanya kasus ini yang terus muncul dilingkungan pendidikan maupun di lingkungan rumah, maka perlu dilakukan sanksi yang kuat untuk menghukum siapa pun yang melakukan perilaku tersebut. Dapat diberikan kamera cctv untuk merekam segala aktivitas kampus ataupun sekolah agar aktivitas tersebut dapat terlihat oleh pihak–pihak terkait di lingkungan internal kampus dan sekolah.
Perlu adanya komunikasi yang baik antara orang tua dan anak di lingkungan rumah agar orang tua mengetahui apa saja aktivitas yang dilakukan oleh anaknya di sekolah. Komunikasi yang baik antar orang tua dan anak juga dapat membuat anak menjadi terbuka dan tidak takut untuk menceritakan hal apa yang membuat mereka resah termasuk jika mereka mengalami perilaku tersebut. Solusi ini adalah langkah awal untuk melawan perilaku tersebut dan menjaga generasi–generasi bangsa ini agar terhindar dari perilaku
bullying.