RESENSI BUKU: Kisah Pangeran Kunang-Kunang

Deddy Sinaga | CNN Indonesia
Selasa, 12 Des 2017 15:34 WIB
Kisah ini tidak hanya soal kunang-kunang. Ini adalah soal betapa manusia memiliki cinta, memiliki kekasih hatinya, dan punya kisah cintanya masing-masing.
Kunang-kunang Foto: (Edgard Garrido/ REUTERS)
Jakarta, CNN Indonesia -- Judul Buku: Cinta Tak Pernah Sia- Sia
Penulis: Agus Noor
Penerbit: Kompas, Jakarta
Tahun Terbit: Cetakan I, September 2017

“Aku selalu membayangkan bila nanti kita mati, kita akan menjelma sepasang kunang-kunang.”
“Tapi aku tidak mau mati dulu”
“kalau begitu, biar aku yang mati dulu. Dan aku akan menjadi kunang-kunang, yang setiap malam mendatangi kamarmu...”
“Lalu apa yang akan kamu lakukan bila telah menjadi kunang-kunang?”

Begitulah potongan kisah cinta nan sendu pria yang ingin menjadi kunang-kunang agar tetap bersama sang kekasih meski maut memisahkan. Kisah ini berjudul Kunang-kunang dalam Bir. Ini hanya sepotong kisah dari ribuan kunang-kunang yang beterbangan di luar sana.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kunang-kunang lain hidup dalam kutukan; ada pula yang memilih jadi kunang-kunang terakhir yang memilih bertahan di kota yang penuh konflik; tentang kunang-kunang di langit Jakarta; dan nyanyian kematian para kunang-kunang. Kisah-kisah mengejutkan dan ciamik yang membuat pembaca terheran-heran, bahkan bertanya-tanya apa arti semua ini?

Kisah ini tidak hanya soal kunang-kunang. Ini adalah soal betapa manusia memiliki cinta, memiliki kekasih hatinya masing-masing, dan punya kisah cintanya masing-masing. Seperti penyair yang jatuh cinta pada telepon genggamnya, dan si Peang yang selalu setia menunggu di pinggir jalan demi menjumpai Bapak Presiden yang terhormat.

Itulah sekilas cerita-cerita dalam buku Cinta Tak Pernah Sia- Sia karya penulis mutakhir yang menobatkan dirinya sebagai pangeran kunang-kunang, Agus Noor. Buku ini berisi kumpulan cerpennya selama 27 tahun (sejak 1990-2017) yang pernah dimuat di harian Kompas.

Sungguh menarik. Di sini, Agus Noor mengurutkan cerpen-cerpennya dari tahun paling tua (Kecoa, 1987) hingga tahun paling awal (Lelucon Para Koruptor, 2017). Kita bisa merasakan bagaimana perkembangan kreativitas sang cerpenis dari tahun ke tahun melalui tiap lembar di buku ini.

Beberapa dipengaruhi keadaan sosial dan politik pada zamannya, dan berisi kritik yang dikemas rapi menjadi bacaan yang membuat kita terhibur dengan gaya satirnya. Apabila mengerti keadaan sosial politik Indonesia, terutama tahun 90-an, pembaca akan menemukan benang merah antara kisah pada cerpen dan makna yang terkandung. Tetapi tidak semua kisah begitu.

Beberapa kisah lama ada yang diubah demi kepentingan pembuatan buku dan tentunya menyesuaikan dengan keadaan zaman sekarang. Misalnya, cerita berjudul Kutukan Kunang-Kunang. Pada Noor Selingkuh Itu Indah (2001), cerita ini pernah dimuat dengan judul Kupu-Kupu Kuning Kemilau. Sudut pandang yang digunakan pun berbeda. Pada buku Selingkuh Itu Indah, sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang orang pertama. Sedangkan pada kisah Cinta Tak Pernah Sia-Sia, cerpen ini diceritakan menggunakan sudut pandang orang ketiga.

Agus Noor tidak berhenti pada satu aliran. Gaya surealis, absurd, romantisme, populer, bisa kita temukan pada masing-masing cerpennya. Dengan berbagai macam gaya ini pula Agus Noor berhasil membuat pembaca tidak merasa bosan membaca. Selalu ada imajinasi tak terduga yang dituangkan ke dalam cerpen-cerpennya dipadu berbagai macam gaya penulisan.

Membaca cerpen-cerpen yang disuguhkan buku ini akan membuat kita bertanya-tanya apa sebenarnya hubungan antara semua kisah yang ada dengan judul buku, Cinta Tak Pernah Sia-Sia? Bahkan saya pun belum menemukan jawabannya.

Seperti yang sudah dipaparkan sebelumya, membaca cerpen dalam buku ini akan membuat kita terus bertanya-tanya dan memutar otak. Alur yang ditawarkan sangat unik. Akhir cerita sengaja dibuat menggantung agar pembaca yang menentukan sendiri ending-nya. Di sinilah pembaca dituntut untuk menggunakan logika. Karena dituntut untuk menggunakan logika ini pula, banyak cerita yang seakan-akan tidak nyambung jika tidak mengerti makna ceritanya.

Terdapat banyak kesalahan penulisan pada buku ini. Bisa dibilang, proses penyuntingan buku kurang teliti. Beberapa kata malah jadi memberi arti yang berbeda dan jadinya malah tidak koheren dengan rangkaian kalimat. (ded/ded)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER