Mencetak Masyarakat Tangguh di Daerah Banjir

Atep Maulana | CNN Indonesia
Rabu, 03 Jan 2018 16:47 WIB
Komunitas yang tinggal di sekitar sungai besar rentan terkena banjir. Untuk itu perlu ada program yang membuat masyarakat tangguh terhadap bencana banjir.
Suasana Banjir di Bantaran Sungai Bengawan Solo (UGC CNN Student/Muhammad Farochi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komunitas yang tinggal di sekitar sungai-sungai besar macam Ciliwung, Citarum, dan Bengawan Solo, rentan terkena bencana banjir. Untuk itu perlu digalang program yang membuat masyarakat tangguh terhadap bencana banjir.

Itulah yang digelar oleh Palang Merah Indonesia (PMI) bersama Zurich Insurance Indonesia di wilayah sungai Ciliwung, Citarum, dan Bengawan Solo. Sudah tiga tahun program Community Flood Resilience (CFR) ini berjalan di Kota Jakarta Selatan, Kabupaten Bogor, Kabupaten Karawang, Kabupaten Bandung, Kota Solo, Kabupaten Wonogiri, dan Kabupaten Bojonegoro.

Untuk melihat sejauh apa pencapaiannya, PMI menggelar lokakarya di Kota Lombok, Provinsi NTB, baru-baru ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengurus Pusat Kepala Bidang Penanggulangan Bencana (PB) PMI H. Sumarsono mengatakan program CFR digelar untuk menguatkan kapasitas masyarakat dalam hal kesiapsiagaan bencana dan juga mitigasi bencana sebagai upaya merespons bencana.

Wujudnya antara lain adanya aplikasi FEWEAS (Flood Early Warning and Early System) di Sungai Bengawan Solo dan Citarum dengan bekerjasama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Perum Jasa Tirta. “Serta pembangunan gedung pengungsian di Wilayah Kabupaten Bandung,” kata Sumarsono.

Program ini telah menjangkau sekitar 120 ribu penerima manfaat di wilayah Jakarta Selatan dan Kabupaten Bogor, untuk area Sungai Ciliwung. Sementara untuk wilayah Bengawan Solo tercatat sekitar 150 ribu penerima manfaat.

Sedangkan untuk wilayah Sungai Citarum tercatat sekitar 100 ribu penerima manfaat, baik yang didapat secara langsung melalui program seperti pipanisasi, penghijauan, maupun melalui program respons bencana.

Program ini juga dilanjutkan untuk mempertahankan keberadaan sukarelawan PMI di tingkat desa. Menurut Kepala Divisi Penanggulangan Bencana PMI Pusat, Arifin Muh. Hadi, PMI di tiap Kab/Kota memiliki tim SIBAT (Siaga Bencana Berbasis Masyarakat) di tingkat desa yang di tiap-tiap desa berjumlah 30 orang.

SIBAT dilibatkan tidak hanya untuk sebatas program yang dijalankan PMI di desa mereka. “Kami ingin, program ini merupakan awal, nantinya mereka bisa melakukan sesuatu yang lebih baik untuk desa mereka sendiri, seperti mengadvokasi pemerintah di tingkat desa untuk mengintegrasikan program Yang sudah ada dengan program pemerintah dalam dana desa dari Kemendes,” ujar Arifin.

Sementara itu, Kepala Markas PMI Kab. Bojonegoro, Sukohawidodo sebagai salah satu peserta menjelaskan program itu selain menguatkan kapasitas masyarakat, juga mendorong mereka untuk mandiri dalam melanjutkan program yang sudah ada. “Kami di Bojonegoro sudah mampu mengakses dana desa untuk dimasukkan program PMI terkait CFR di dalamnya, dan advokasi kami berhasil," ujar Suko.

Keberhasilan PMI Kab. Bojonegoro dalam lokakarya ini merupakan salah satu pembelajaran yang bisa dicontoh PMI Kab/Kota lain untuk melanjutkan program, atau dengan swasta. (ded/ded)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER